Bayangkan betapa "gila"-nya kenaikan nilai kapitalisasi saham BRI. Saat melantai di bursa harga saham berkode BBRI ini sebesar Rp 875 per lembar. Saat penutupan perdagangan saham BEI, Jumat (15/12) yang lalu, harganya adalah Rp 3.390 per lembar. Tapi harus diingat bahwa saham BRI telah mengalami dua kali stock split (pemecahan saham), sehingga ringkasnya satu lembar saham di saat pertama kali masuk bursa, telah dipecah menjadi 10 lembar saham di saat ini. Jadi perbandingan kenaikan harganya adalah dari Rp 875 meroket jadi Rp 33.900.
Pengalaman Pribadi
Secara pribadi, saya sangat bersyukur telah mengenal BRI dari sejak bangku sekolah. Setelah lulus SMP, orang tua saya yang kondisi ekonominya pas-pasan, mengarahkan saya agar masuk SMEA (Sekolah Menengah Ekonomi Atas) yang merupakan sekolah kejuruan. Bila saya masuk SMA, maka menurut orang tua harus berlanjut ke bangku kuliah, sedangkan lulusan SMEA punya peluang  untuk mendapatkan pekerjaan.
Saat saya belajar di SMEA Negeri Payakumbuh, 125 km di utara kota Padang, Sumatera Barat, prestasi belajar saya terbilang cemerlang, karena hampir selalu medapat predikat juara umum setiap pembagian rapor. Karena mengetahui orang tua saya hanya pedagang kecil, kepala sekolah mengusulkan saya mendapat beasiswa dari pemerintah. Alhamdulillah beasiswa tersebut berhasil saya dapatkan dan diambil setiap tiga bulan di Kantor Cabang BRI Payakumbuh.Â
Berkat bujukan guru, orang tua saya mengizinkan saya melanjutkan pendidikan di Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Padang, setelah saya berhasil dalam seleksi masuk perguruan tinggi negeri, menyisihkan banyak pelamar yang di antaranya berasal dari beberapa SMA favorit, tidak saja dari Sumatera Barat, tapi juga dari luar daerah. Di sini pun saya dapat beasiswa yang diambil di Kantor Cabang BRI Padang. Hal ini tentu sangat membantu meringankan beban orang tua saya.
O ya, saat saya masih di SMEA, bapak saya pernah mendapat fasilitas kredit kecil dari BRI Unit Baso (kota kecamatan yang terletak 20 km dari Payakumbuh arah ke Bukittinggi), dan sayalah yang ditugaskan bapak untuk membayar cicilan bulanan ke Baso. Menurut saya, meski waktu itu corak kantor BRI di era akhir dekade 1970-an sampai awal dekade 1980-an masih bernuansa kantor kecamatan, saya dan keluarga sudah sangat banyak terbantu.
Lalu, sejak tahun 1986 saya bekerja di Jakarta sampai saat ini. Saat itulah saya mulai punya banyak perbandingan, ternyata beberapa bank lain lebih eye catching dari BRI. Awalnya saya terpikir juga untuk membuka rekening di bank yang teknologinya lebih canggih di saat itu. Namun, saya merasa ada keterikatan emosional dengan BRI yang saya anggap sebagai "cinta pertama".
Syukurlah BRI cepat menyadari ketertinggalannya di bidang teknologi, sehingga lebih meyakinkan saya untuk tidak pindah ke lain hati. Toh, apa yang ditawarkan oleh bank tetangga, BRI juga punya, termusak kemudahannya dalam melakukan transaksi melalui ATM, berbelanja di banyak merchant, mobile banking, internet banking, dan sebagainya. Inilah bank yang kokoh di pedesaan dan gampang pula ditemui di semua kota di negara kita, bahkan eksis di beberapa negara di luar negeri.
Justru saat beberapa bank tetangga mendapat "musibah" dengan terganggunya ATM mereka akibat  orbit satelit yang disewanya bergeser beberapa bulan yang lalu, ATM BRI yang terhubung ke satelit milik bank itu sendiri tetap dapat melayani nasabah dengan lancar jaya.
Sungguh saya bangga berbank dengan BRI. Istri dan anak-anak saya pun memiliki rekening di BRI dan merasa puas dengan pelayanannya. Berikutnya kakak-kakak  dan adik-adik saya beserta keluarganya masing-masing, bahkan sampai famili lainnya, juga merasa happy sebagai nasabah BRI.
Selamat Ulang Tahun Bank Rakyat Indonesia. Tetaplah pertahankan nilai-nilai kekeluargaan yang menjadi kekuatan BRI, meski profil demografi ke depan akan didominasi oleh generasi milenial yang maunya serba instan. Saya yakin BRI Â yang tiada henti melakukan inovasi, atau ber-evolusi (BRIvolution menurut manajemen BRI) tentu sudah punya kiat mengahadapi kids zaman now ini.Â