Puas berfoto, baik bersama-sama, maupun dalam kelompok kecil, serta menikmati aneka jajanan yang banyak dijual pedagang dengan kios berupa tenda, kami pun didera kelelahan dan ingin segera sampai ke homestay yang sudah kami booking di Kawasan Wisata Lembah Harau. Inilah kawasan utama paling populer di Payakumbuh, dan sekaligus juga menjadi andalan Provinsi Sumbar. Di sini terdapat bukit berbatu terjal yang amat panjang, serta beberapa air terjun.Â
Sayangnya, jalan raya menuju Harau dan juga di dalam kawasan wisata, relatif sempit, dan tidak mampu menampung arus kendaraan dari berbagai daerah, termasuk bus pariwisata berukuran besar, sehingga antrian bisa mengular sampai 5 km dari pintu gerbang kawasan wisata. Bahkan ada banyak kendaraan dari Riau yang sampai ke lokasi di sore hari, tidak diperkenankan memasuki kawasan wisata karena kondisi lalu lintas yang teramat penuh.
Kami yakin kedua orangtua kami yang sudah berpulang ke rahmatullah tahun 1990 (ibu) dan 2009 (ayah) berbahagia di alam baka melihat anak-anaknya bisa kompak melestarikan nilai-nilai kekeluargaan yang beliau ajarkan, dan sekarang kami teruskan pula kepada anak-anak kami.
Cerita berlanjut ke hari kedua (Senin 25/12). Setelah makan nasi goreng dan bubur kacang hijau (kata orang Minang: bubur kacang padi) yang disajikan pengelola homestay, kami pun mengeksplor kawasan wisata yang lumayan luas itu, yang sebagian masih alami, karena wisatawan hanya menumpuk di kawasan utama yang dekat dari gerbang masuk.
Maka kami pun bagai melakukan off-road dengan melewati jalanan kecil yang belum beraspal menuju Sarasah Murai, tempat areal camping dan ada air terjun bertingkat yang tersembunyi, sehingga harus ditempuh dengan berjalan kaki secara hati-hati. Capek namun terbayarkan dengan keindahan, kejernihan dan kesejukan air terjun tersebut.
Takut dengan kemacetan, kami sengaja siang hari sudah meninggalkan Lembah Harau. Tapi ternyata tetap saja kami butuh satu jam baru terlepas dari kemacetan.
Kami makan siang di sebuah rumah makan berkonsep lesehan (bahasa Minang: baselo) di Lubuak Surien, 15 km di utara Payakumbuh, dengan pemandangan areal persawahan yang indah. Selanjutnya kami kembali ke markas KBDT 53 dengan penuh rasa syukur dan puas. Semoga acara ini bisa berlanjut ke obyek wisata lain di tahun depan.
Hanya saja, Payakumbuh harus banyak berbenah, terutama dalam memperbaiki infrastruktur jalan raya menuju obyek wisata, serta dalam memelihara bangunan obyek wisata. Kesiapan dan kesigapan petugas bila terjadi bencana atau kecelakaan di tengah keramaian pelancong perlu disediakan dan dilatih.