Okelah, kita anggap  sistem di bank sudah canggih, tidak mungkin ada kekeliruan. Tapi kenyataannya yang namanya human error dan system error tetap ada. Bahkan ada oknum bank yang memang nakal, dan memanfaatkan kedekatannya dengan nasabah tertentu yang lugu atau gampang percaya. Nasabah model begini bisa saja menyetor  ke tabungannya yang "dititipkan" ke si oknum, tanpa dipastikan apakah sudah dibukukan ke rekening tabungannya.
Syarat kedua, tingkat suku bunga simpanan yang diterima nasabah tidak melebihi tingkat bunga penjaminan LPS. Saat ini tingkat bunga penjaminan LPS maksimal sebesar 6,25% per tahun untuk simpanan di bank umum dan 8,75 % di Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Apabila simpanan dalam bentuk valuta asing, tingkat bunga penjaminan adalah 0,75%.
Masalahnya, gak orang kaya atau orang yang biasa-biasa saja, sangat manusiawi bila tergiur dengan bunga tinggi. Nasabah yang berlabel "prioritas" yang mempunyai saldo simpanan minimal Rp 500 juta di sebuah bank biasanya tidak tahan godaan tawaran pihak bank yang tak ingin nasabahnya berpindah ke lain hati. Akhirnya nasabah kelas jumbo begini mendapat apa yang disebut special rate atau nego rate, yang di atas rate penjaminan LPS.
Sedangkan penabung cekak biasanya tidak dapat fasilitas suku bunga spesial, tapi dibombardir dengan iming-iming undian berhadiah. Tawaran ini lazim pula datang dari bank-bank berukuran kecil. Banyak sebetulnya bank-bank kecil yang sehat. Namun terhadap penawaran yang di atas rata-rata bank besar, perlu diwaspadai, apakah tawaran tersebut wajar atau tidak.
Harus diingat, returnberbanding lurus dengan risk. Semakin tinggi imbalan bunga dan hadiah yang diberikan bank kepada nasabah, tentu semakin besar beban yang ditanggung bank, sehingga bila bank salah kalkulasi, atau apa yang diproyeksikan bank dalam rencana bisnisnya tidak terealisir, akan  mendatangkan kerugian bagi bank. Pada gilirannya hal ini menjadi risiko bagi nasabah penyimpan yang menerima bunga di atas tingkat bunga penjaminan LPS.
Syarat ketiga, nasabah tidak melakukan tindakan yang merugikan bank. Apakah ada penabung yang menjadi sumber petaka bagi banknya? Lho kok bisa? Bukannya penabung pasti ingin banknya sehat dan tabungannya kembali? Ya bisa saja ada tabungan yang berkategori pancingan agar menarik penabung lain, padahal di samping menabung ia juga meminjam dari bank tersebut. Apabila pinjaman yang pengembaliannya macet demikian besar, alamat bank bisa gulung tikar.
Bahkan penabung yang merugikan tersebut bisa saja berasal dari pemilik bank, keluarga atau mitra bisnisnya. Memang yang paling mengerikan adalah bila sebuah bank "dirampok" oleh pemiliknya sendiri. Bank adalah bisnis kepercayaan. Penabung percaya uangnya aman di bank, namun oleh pemilik bank yang berintegritas rendah, uang masyarakat bisa dikemplangnya.
Jadi,  sesekali perlu pula dilihat nama-nama pengurus dan pihak yang menjadi pemegang saham bank. Itu semua ada di laporan publikasi triwulanan yang wajib dimuat di media cetak. Laporan ini sebetulnya berisikan laporan neraca dan juga laba-rugi bank, tapi ada banyak laporan tambahan termasuk susunan pengurus dan pemegang saham  bank.
Atau kalau malas membaca koran, laporan dimaksud bisa dibuka di website bank tersebut. Bagi yang mampu membaca laporan keuangan bank, bisa mengamati kondisi bank  dari sisi kekuatan modalnya, rasio kredit macetnya, likuiditasnya, dan sebagainya. Bukankah itu semua buah dari sepak terjang manajemen bank tersebut? Info seperti ini jauh lebih berharga ketimbang membaca iklan bank yang bombastis.
Lebih ideal lagi bila masyarakat mengetahui tingkat kesehatan dari suatu bank. Masalahnya data ini bersifat rahasia, dan hanya wajib dilaporkan bank ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tentu ada maksudnya kenapa dirahasiakan. Bayangkan bila masyarakat mengetahui bank yang lagi kurang sehat, bisa-bisa terjadi antrian panjang di kantor bank tersebut karena para penabung menarik kembali uangnya. Akibatnya bank yang kurang sehat itu, bisa "mati". Padahal kalau tidak ada antrian, mungkin masih bisa diselamatkan, karena otoritas yang berwenang telah mempunyai prosedur penanganan bank yang bermasalah.
Terlepas dari soal kerahasiaan tingkat kesehatan suatu bank, pada dasarnya industri perbankan tergolong aman, karena highly regulated dan harus dikelola secara terbuka. Makanya, baik bank yang telah go public maupun yang belum, wajib mempublikasikan laporan tersebut di atas. Tentu maksudnya agar masyarakat dapat ikut mengawasi. Namun memang laporan tersebut terkesan rumit. Untuk itu masyarakat tidak perlu ragu-ragu bertanya ke pihak LPS, OJK, Bank Indonesia (BI), dan pihak lain yang berkaitan dengan pengawasan terhadap industri perbankan.Â