Tapi berhubung proses penerbitan surat keputusan sebagai dosen dari instansi yang berwenang di Jakarta relatif lama, di lain pihak saya membaca adanya lowongan pekerjaan dari sebuah perusahaan, yang baru di saat seleksi saya tahu nama perusahaannya, akhirnya menjadi jodoh saya. Â Ya, itulah perusahaan yang sama-sama kita cintai dengan sepenuh hati ini.
Namun, perusahaan ini di tahun 1980-an tersebut masih dipandang sebelah mata oleh kompetitornya. Kemampuannya memberikan imbalan pada pekerjanya juga terbatas, sehingga awalnya saya sempat tergoda untuk pindah ke lain hati yang mampu memberikan materi lebih tinggi. Bukan karena apa-apa, tapi hanya terdorong niat untuk meringankan beban orang tua saya yang hanya seorang pedagang kecil, sementara ada adik-adik saya yang memasuki bangku kuliah.Â
Untung saja niat untuk berpindah pekerjaan tersebut tidak kesampaian. Karena setelah itu saya mulai ketagihan menimba ilmu yang bertebaran di perusahaan ini. Apalagi setelah krisis moneter di tahun 1998, kinerja perusahaan melejit demikian hebat, termasuk dengan kesuksesan dalam go public di tahun 2003, maka pengalaman yang indah sekali seakan sambung menyambung tiada henti. Alhamdulillah.
Akhirnya, perjalanan sang waktu jua, yang tidak mugkin ditahan, yang membuat saya harus tidak lagi bersama-sama para sahabat tercinta dalam berkaya bagi perusahaan ini. Jauh-jauh hari saya sudah menyadari, inilah ujung perjalanan dari sebuah episode kehidupan yang harus saya lalui. Kenikmatan yang hilang bersama habisnya jabatan yang saya emban, bukanlah hal yang saya takutkan. Tapi hilangnya persahabatan dengan semua sahabat, merupakan hal yang sulit bagi saya. Makanya saya sungguh berharap agar persahabatan yang manis ini tidak berakhir sampai di sini.
Demikian surat ini saya tulis secara spontan. Kalau ada sahabat yang membacanya sampai tuntas, sekali lagi saya sampaikan terima kasih banyak atas perhatiannya. Lebih kurangnya, mohon dimaafkan, bila sahabat kurang berkenan dengan surat ini.
Jakarta, 1 Agustus 2016.
Â