Kita butuh lebih banyak lagi Indra Sjafri yang berjibaku mencari pemain berbakat justru di daerah yang secara ekonomi tertinggal seperti di Papua, Maluku, NTT, dan termasuk anak-anak  kampung di Jawa sendiri.
Penyakitnya mungkin di atmosfir senior kita yang tidak sehat. Aroma judi, kepentingan jangka pendek pengurus, wasit yang sangat toleran dengan permainan keras, rawan cedera, cepat besar kepala disanjung media massa, telah menghancurkan bintang masa depan kita. Mereka layu sebelum berkembang.
Evan Dimas saja yang dulu terkenal kesantunannya, setelah bermain di level senior memperkuat klub Bhayangkara Surabaya United, beberapa kali melakukan tindakan kurang terpuji. Evan pernah adu mulut secara over dengan pemain lawan atau dengan wasit dan tersorot kamera teve saat siaran langsung.
Evan belum tentu bersalah mutlak. Bisa jadi ia merasa korban ketidak adilan wasit. Evan memang salah satu pemain yang ditempel ketat lawannya. Terkadang Evan dikasari secara fisik tapi didiamkan wasit.Â
Kesimpulannya, kalau atmosfir sepak bola kita, khususnya di level senior, gagal direformasi, maka kemenangan tim remaja kita hanya sekadar hiburan selingan semata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H