Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Berbagai Cara Membagi Indonesia

22 Juli 2016   08:11 Diperbarui: 22 Juli 2016   08:23 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Secara administrasi pemerintahan, sudah jelas negara kita tercinta ini terbagi atas 34 provinsi, dan nantinya masih mungkin bertambah lagi, bila ada lampu hijau dari Presiden dan DPR. Tentu kita berharap tidak ada lagi provinsi yang terlepas seperti Timor Timur yang menjadi negara Timor Leste.

Barangkali tidak banyak publik yang tahu, kota mana yang menjadi ibukota provinsi Kalimantan Utara, Sulawesi Barat, atau provinsi lain yang lahir belakangan, termasuk juga siapa nama gubernurnya. Tapi kedudukan gubernurnya setara dengan Ahok yang memimpin DKI Jakarta, Aher di Jabar, atau Pakde Karwo di Jatim.

Namun kalau kita ingin mengetahui nilai bisnis masing-masing provinsi, jelas sangat tidak setara. Sangat gampang melihatnya. Dengan asumsi perbankan pasti jeli melihat potensi bisnis di setiap provinsi, maka menarik untuk mendalami bagaimana sebuah bank besar "membagi" Indonesia.

Ingat, bank tidak akan membuka cabangnya di suatu daerah yang minim potensi ekonominya, meski berstatus provinsi. Namun meski hanya menyandang status kecamatan, bahkan kelurahan, bila ada potensi, bank tanpa diminta akan membuka kantornya. Padahal, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah membuat kebijakan mempermudah pembukaan kantor bank di provinsi yang kurang diminati, dengan memperkecil persyaratan modal yang diwajibkan untuk membuka cabang.

Bank yang dijadikan acuan pun adalah bank yang memang beroperasi sampai ke semua pelosok, punya kantor di semua kecamatan, dan baru-baru ini membuat langkah yang luar biasa, menjadi satu-satunya bank di dunia yang mempunyai satelit. Hal ini untuk memudahkan komunikasi, mengingat Indonesia punya keunikan secara geografis, yakni negara yang amat luas tapi tersebar di banyak sekali pulau.

Kalau memakai bank yang hanya menyasar masyarakat perkotaan dengan bermain di segmen menengah ke atas, tentu akan bias. Makanya dengan mengambil bank yang punya produk untuk semua segmen, termasuk tabungan dan pinjaman bagi masyarakat desa, mudah-mudahan lebih akurat bila meminjam kacamata mereka untuk mengukur potensi di setiap provinsi.

Nah, ternyata di bank tersebut saat ini membagi Indonesia dalam 19 wilayah. Ada provinsi yang karena sangat besar potensi bisnisnya dipecah dalam beberapa wilayah. Sebaliknya ada provinsi yang sangat kecil potensinya maka harus digabung dengan provinsi lain dalam satu wilayah operasi.

Selengkapnya pembagian wilayah di bank tersebut adalah sebagai berikut. Dari ujung barat dimulai dari wilayah Aceh yang membawahi semua kantor cabang se-Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Wilayah Medan mencakup Provinsi Sumut. Wilayah Padang untuk Provinsi Sumbar plus Kabupaten Kerinci (bagian dari Provinsi Jambi).

Kemudian ada Wilayah Pekanbaru untuk Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau. Wilayah Palembang melingkupi Sumsel, Jambi (minus Kerinci), dan Bangka Belitung. Wilayah Lampung untuk Provinsi Lampung dan Provinsi Bengkulu.

Nah, sebagai refleksi dari dominasi Jakarta, maka Jakarta dipecah menjadi tiga wilayah. Jakarta 1 melingkupi cabang-cabang yang ada di Jakarta Pusat dan Jakarta Utara. Jakarta 2 mencakup Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Depok, Bogor, Bekasi, Karawang serta Cikampek. Jakarta 3 untuk Jakarta  Barat, Provinsi Banten dan Provinsi Kalbar.

Wilayah Bandung melingkupi Jabar minus beberapa kota yang diambil Jakarta 2. Wilayah Semarang mencakup Jateng bagian utara. Wilayah Yogyakarta mencakup Daerah Istimewa Yogyakarta dan kota-kota di Jateng bagian selatan. 

Jatim terbelah dua, yakni Wilayah Surabaya dan Malang. Cabang-cabang se Surabaya Raya dan kota di jalur Semarang - Surabaya yang menjadi bagian Jatim, serta Pulau Madura, menginduk ke Surabaya. Kota lain di Jatim menginduk ke Wilayah Malang.

Berikutnya Wilayah Banjarmasin membawahi empat provinsi yaitu Kalsel, Kalteng, Kaltim, dan Kalut. Wilayah Makassar juga mencakup empat provinsi yakni Sulsel, Sulbar, Sultra, dan Maluku. Empat provinsi pula yang menginduk ke Manado, yakni Sulut, Sulteng, Gorontalo, dan Maluku Utara. 

Wilayah Denpasar mencakup provinsi Bali, NTB dan NTT. Terakhir adalah Wilayah Jayapura melingkupi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Sebagai catatan, Wilayah Jayapura baru beberapa tahun dibuka sebagai pemekaran dari Wilayah Makassar.

Kelihatannya dengan pembagian seperti di atas, kekuatan ekonomi setiap wilayah menjadi berimbang. Bayangkan di Indonesia bagian timur, satu wilayah untuk 4 propinsi, dan setara dengan sepertiga Jakarta, karena di Jakarta ada tiga wilayah.

Namun kenyataannya tetap belum setara. Di Jakarta, di setiap beberapa puluh meter sudah ditemukan kantor bank. Bahkan di sebuah gedung bisa terdapat lima buah bank. Padahal di sebuah kabupaten pemekaran di Papua, bisa jadi tidak punya satu kantor bank pun.

Makanya di bank yang membagi Indonesia menjadi 19 wilayah tersebut, karir pejabatnya diatur sedemikian rupa. Seorang kepala wilayah yang baru, dicoba dulu di wilayah kecil (Aceh, Jayapura, Padang, Denpasar dan Manado). Jika berhasil baru ditantang di wilayah sedang (wilayah lainnya di luar Jawa). Lalu yang terhebat ditempatkan di wilayah Jawa yang semuanya dihitung sebagai wilayah besar.

Jadi, ditinjau dari nilai ekonomis, begitulah faktanya. Dibagi seperti apapun, ketimpangan tetap ada. Bahkan kalau di bank lain, atau perusahaan bukan bank, cara mereka membagi Indonesia bisa lebih ekstrim lagi. Bila mereka hanya ingin membagi dua Indonesia, bisa dipastikan hanyalah Indonesia Barat dengan Jakarta sebagai pusat, dan Surabaya untuk wilayah timur.

Bila tiga bagian, maka biasanya  yang menjadi pusat adalah Jakarta, Surabaya, dan Makassar atau Medan. Tentu bisa ditebak kota mana lagi yang menjadi hub, bila Indonesia dibagi empat, lima, enam, tujuh, dan seterusnya. 

Ya, provinsi boleh saja 34, sehingga butuh banyak pejabat pemda dan pegawainya, termasuk pembangunan kantor dan rumah dinasnya. Harapannya tentu agar kemajuan secara ekonomi setiap provinsi bisa berimbang. Namun dalam mewujudkannya tidaklah gampang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun