Akhirnya, ada satu cerita tentang seorang yang sudah punya posisi di kantor tempat saya bekerja. Sebut saya namanya pak R, yang sebetulnya secara penampilan terlihat normal. Apalagi beliau sudah punya dua anak dari seorang istri yang juga eksekutif di sebuah perusahaan.
Awalnya saya tidak percaya ketika ada yang bercerita bahwa pak R adalah pelaku LGBT. Cerita ini makin lama makin bergema, karena banyak anak buah pak R yang laki-laki muda pada tidak betah dan minta dipindahkan ke unit kerja lain. Sopir dan pembantu laki-laki di rumah pak R pun tidak ada yang tahan lama, baru bekerja satu atau dua minggu, langsung minta berhenti.
Pihak perusahaan tidak menggubris masalah yang dianggap domain pribadi tersebut. Makanya karir pak R tetap baik-baik saja. Sampai suatu saat ada korban yang mengirim surat secara resmi pada atasannya pak R, dan meminta manajemen menindak atau memberikan hukuman, karena paling tidak telah menimbulkan keresahan bagi anak buah pak R.
Saya tidak tahu seperti apa proses penyelidikan dari pihak internal auditor, yang jelas akhirnya jabatan pak R dicopot, dan di-non-job-kan. Dugaan saya, pak R dihukum bukan karena perbuatan LGBT-nya (itupun jika terbukti), tapi lebih karena perbuatan "tidak menyenangkan" bagi pihak lain.
Saya yakin, apa yang saya tuliskan adalah kisah yang sangat biasa, yang di manapun sangat mungkin ada. Makanya saya beri judul "LGBT di Sekitar Kita". Maksud saya, diributkan atau tidak, LGBT itu ada sejak dahulu, dan mereka bisa bekerja, bahkan karirnya banyak yang moncreng, tanpa terhambat dengan LGBT-nya.
LGBT jangan hanya dilihat dari mereka yang tampil menor di pinggir jalan saat malam hari. Banyak yang penampilannya biasa saja, wanita biasa atau pria biasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H