Chelsea pun mendekatkan telinganya.
-------
"Bagaimana kalau kita besok pagi berenang di kolam renang lantai 3?" bisik gue lirih.
"Mau bangetttt ...... Em .... ta .. ta .. pi ... ."
"Tapi apa?" tanya gue penasaran karena Chelsea terlihat sangat ketakutan.
"Tapi saya takut. Karena tidak bisa berenang." jawab Chelsea dengan raut muka sedih.
"Tenang saja ... nggak ada yang perlu ditakutkan! Ntar abang ajarin. Mudah sekali berenang itu."
"Ok ... Chelsea mau diajarin. Sebab memang dari dulu Chelsea ingin sekali bisa berenang, tetapi Papa Chelsea tidak sempat ajarin. Hingga beliau ... telah meninggalkan Chelsea untuk selamanya." air mata menetes dari mata sipit Chelsea. Chelsea terlihat sedih sekali mengenang papanya.
"Dulu Papa atlet renang, Bang. Tetapi ... kini papa sudah tiada."
"Papa Chelsea hebat ya. Chelsea harus bangga dong punya papa yang hebat." gue menyanjung kehebatan papanya agar Chelsea tidak terlarut dalam kesedihannya.
"Ok, abang tahu, hati Chelsea sedih saat ini. Tetapi Chelsea harus bisa menyenangkan papa. Chelsea harus bisa buktikan bahwa Chelsea juga hebat seperti papa Chelsea. Chelsea harus pintar berenang separti papa Chelsea. Ok, sayang? Senyum dong?"