"Ini semua bukan mimpi kan, Bang?"
"Ini nyata. Ini nyata Chelsea. Ini semua berkat Sang Pencipta untuk kamu nikmati dan syukuri. Sang Pencipta ingin menghibur dan menyenangkan hatimu karena telah sekian lama kamu teruji tabah menderita karena ulah perbuatan orang jahat tak bertanggung jawab di peristiwa kerusuhan itu. Bersyukurlah. Ok? Ok sayanggg ... ?"
Chelsea pun tak kuasa menahan air mata harunya, gadis itu memeluk erat tubuh gue. "Thank's, Bang untuk semua ini."
Beberapa saat dengan pelan Chelsea melepaskan pelukannya. Lalu dengan cepat gue ambil saputangan sutera dari saku. Untuk menghapus air matanya. "Sudah, jangan menangis lagi. Jangan menangis lagi, ya Celsea sayang. Ok? Jangan menangis lagi ya?"
"OK." katanya masih terisak sambil memengangi saputangan sutera itu.
Lalu gue melanjutkan menunjukkan salah satu ruang favorit gue.
"Ini ruang kerja gue. Ini sekaligus perpustakaan pribadi gue. Lihat ada ribuan buku yang gue koleksi sejak SD. Semua gue simpan rapi berdasarkan kategorinya, di rak-rak kaca itu. Di sinilah, tempat dimana gue menghabiskan sebagian besar waktu gue."
"Membaca, menulis, menuangkan semua ide dalam bentuk novel-novel yang mungkin beberapa diantaranya sudah kamu baca."
"Jika kamu ingin bertemu gue, kapanpun, 24 jam, carilah gue di sini. 90 persen pasti ketemu. Kecuali gue baru mandi. He3x. Jika kamu cari gue disini pasti tak bakalan ketemu. Masa gue mandi di perpustakaan, apa kata dunia? He3x."
"Iiih bang All bisa saja, saya serius malah bercanda." Chelsea gemas, sebuah cubitan melayang ke lengan gue.
"Nah gitu doonnnnggg ceria. Kamu makin manis kalau ceria begini." gue acungkan jempol dan mencubit lirih kedua pipinya.