Saat acara pengukuhan pengurus Dewan Pimpinan Pusat Generasi Penerus Pejuang Merah Putih 14 Februari 1946 (DPP GPPMP) periode 2015-2020, hari Sabtu (18/4/2015) silam di Aula Gedung Badan Search And Rescue Nasional (Basarnas) Kemayoran, Jakarta Pusat, mantan Rektor Universitas Pertahanan (UNHAN) Laksamana Madya TNI Dr Desi Albert Mamahit, MSc, menggugah lagi semangat berjuang kita sebagai generasi muda Sulawesi Utara (Sulut) saat ini.
Diberi kesempatan menyampaikan sambutan, sosok perwira tinggi TNI Angkatan Laut dengan pembawaan tenang dan rendah hati itu angkat bicara tentang perlunya merawat Api "SUMIKOLAH" yang mulai meredut di kalangan generasi muda Sulut.
Waktu itu, Pak Desi Albert menyentil sejarah peran penting para tokoh-tokoh dari Sulawesi Utara di jaman sebelum Indonesia merdeka dan tiga dekade setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Beliau menyitir lagi mereka yang pernah berjasa bagi bangsa, negara dan daerah, dan tentu telah dicatat oleh tinta emas sejarah perjuangan Indonesia, seraya meminta kepada kita semua untuk terus mewarisi jiwa, semangat dan nilai-nilai (JSN) kejuangan dan tradisi intelektual dari para pejuang pemikir-pemikir pejuang dari Sulut di masa lalu itu.
Mantan Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Republik Indonesia itu juga kembali mengingatkan kita bahwa nilai-nilai tradisi semangat "Sumikolah" (bahasa Minahasa) atau "Kembali Bersekolah", sebagai harta tak ternilai dari para tetua orang Minahasa, untuk terus dijaga dari generasi ke generasi. Kita semua diajak untuk menghidupkan kembali gairah belajar, memantik nyala budaya pembelajar masyarakat Sulut (Bolaang-Mongondow, Sangihe, Talaud, Siau, Tagulandang, Biaro, dan Minahasa)--terutama generasi mudanya, menjadi "Api Semangat Sumikolah".
Tentu saja perwira bintang tiga itu punya keinginan yang sangat besar agar setiap generasi muda Sulut, kembali terlibat, berperan aktif bagi negara dan bangsa Indonesia, dan agar kedepan terus mengambil posisi penting dalam prospek cerah masa depan bangsa dan negara Indonesia.
Bagi saya, pesan dari perwira tinggi bintang tiga di TNI Angkatan Laut yang memiliki sederet prestasi dan penghargaan saat memberikan sambutan di acara pengukuhan itu, sesungguhnya memberikan motivasi segar kepada kita generasi muda Sulut untuk mau giat belajar dan terus-menerus belajar, mengukir prestasi, menunaikan cita-cita, mewujudkan impian sebagai generasi gemilang.
Saya kira, ini hadiah inspirasi yang masih sangat aktual dibincangkan, kontekstual dengan pergulatan di era Masyarakat Ekonomi ASEAN saat ini, dan strategis sebagai gagasan masa depan, serta mengena sebagai 'provokasi positif' masa kini untuk meningkatkan indeks pembangunan manusia Sulut dengan kembali menjunjung setinggi-tingginya JSN "Baku Beking Pande", karena dengan "Baku beking pande" diharapkan generasinya nanti menuju masyarakat yang maju dan terpelajar, untuk menggapai cita-cita menjadi manusia yang berilmu tinggi demi membangkitkan kembali jati diri orang Sulut.
Hal ini sebagaimana dahulu telah dilakukan oleh para tokoh-tokoh dari Sulut yang kita kenal sebagai manusia-manusia di panggung Sumikolah Indonesia, yang jauh sebelum program-program seperti Indonesia Mengajar, Sarjana Mengajar, Sarjana Membangun Desa itu dilakukan oleh pemerintah dan tokoh pendidikan saat ini.
Meski setiap generasi memiliki tantangan jamannya, namun 'api membara' dari JSN "Baku Beking Pande" Sumikolah memang harus tetap dikipasi, dijaga, dilestarikan "dirawat" ke setiap lintasan generasi ke generasi, sehingga sedapat mungkin para tokoh-tokoh masyarakat Sulut yang saat ini menduduki jabatan atau posisi penting di republik ini harus urunan, turun (terlibat aktif), membimbing, dan terus meyakini bahwa betapa pentingnya sekolah-sekolah dan kampus-kampus di Sulut didukung sebagai "kawah candradimuka" bagi para calon kader-kader pejuang pemikir-pemikir pejuang Sulut di masa depan. Tokoh-tokoh seperti para pemberi sambutan di acara pengukuhan pengurus DPP GPPMP waktu itu harus terus berperan menjadi penyantun bagi sekolah-sekolah, kampus-kampus di Sulut.
Kepada mereka yang masih calon kader penerus gelombang pemikir dan pejuang, diwajibkan lulus sekolah menengah atas atau sederajatnya, dan didorong untuk menjadi jebolan perguruan tinggi di dalam negeri maupun di luar negeri, baik S1, S2 maupun S3, kemudian berperan aktif dalam dinamika pemerintahan, politik, militer, ekonomi dalam wujud investasi swasta, wiraswasta atau usaha kreatif atau kerja-kerja strategis di seluruh wilayah NKRI atau bidang-bidang keahlian dan profesi, olahraga, seni dan sebagainya.
Ini sejatinya untuk menjaga agar jangan sampai di kemudian hari generasi Sulut dikenal sebagai generasi yang kurang memiliki kemampuan untuk bersaing dan berkontribusi dalam berbagai bidang secara nasional di Indonesia terutama di era globalisasi yang tanpa sekat-sekat (batas) bernegara itu.
Kepada generasi muda Sulut itu, kiranya terus diingatkan adanya elan bahwa masa depan sebagai generasi gemilang Sulut dan Indonesia harus ditaklukkan dan dimenangkan dengan keberanian, juga disertai doa, ketekunan dan kesabaran. Maka teringatlah saya pada penggalan puisi ini:
"Berpetualanglah sejauh mata memandang
Mengayuhlah sejauh lautan terbentang
Bergurulah sejauh alam terkembang"
Kalimat puitis diatas sengaja saya ambil dari salah satu bukunya Ahmad Fuady, penulis Novel Trilogi "5 Menara, Ranah 3 Warna dan Rantau 1 Muara" yang best-seller itu.
Saya kira pesannya tetap sama bagi kita yakni bahwa JSN "budaya ilmiah" sama sekali tidak mengenal batas-batas wilayah, genealogis, ruang, waktu, kesempatan, usia dan sebagainya, sama seperti para tetua kita dahulu telah mengajarkan semangat ini dan mereka telah berhasil.
Sudah tentu dengan mematri semangat atau menjaga tradisi kejuangan dan intelektual dari para pendahulu kita itu tentu akan memperkokoh peran peradaban, memperkuat peran kewargaan, memperbanyak peran kebangsaaan dan kenegaraannya dari generasi muda Sulut serta menjadikan mereka sejatinya bisa bersaing di setiap era.
"Brenti jo bagate!!!, Stop jo ba Panah Wayer!!!, Jang Ba Pake Narkoba!!!"
Ini tentu ancaman nyata dan paling serius yang akan menghambat kemajuan generasi muda Sulut untuk bersaing dipentas nasional dan internasional. Maka mari jo kitorang Ganti deng semangat babaca buku (rajin membaca), batulis (rajin menulis), bateliti (rajin meneliti), badiskusi (aktif berdiskusi), baorganisasi (aktif berorganisasai),--"Budaya Ilmiah". Budaya ilmiah ini harus kembali digelorakan, karena dengan itu keluarannya diharapkan Sulut itu kembali mencetak kader-kader berjiwa 'besar', bukan dalam arti pangkat atau kedudukan, tetapi besar dalam arti 'nilai', 'isi', 'kualitas'.
Mereka nanti akan menjadi Manusia keras (teguh pada pendirian), berakal (intelektual), baik (beradab), dan kemudian menjadi teladan atau inspirasi bagi manusia-manusia yang lain, karena memang ada falsafah hidup bagi mereka yaitu "Manusia hidup untuk menghidupi sesama manusia yang lain"---Si Tou Timou Tumou Tou.
Sebelum menutup tulisan ini, tentu tak lupa kita harus mengucapkan terima kasih kepada DPP GPPMP 14 Februari 1946 periode 2015-2020 yang telah memberikan waktu dan kesempatan kepada Laksdya TNI Dr Desi Albert Mamahit untuk menyebarkan inspirasi dan provokasinya (pesan) dengan kembali mengingatkan kita semua untuk membuka kembali catatan-catatan sejarah "Semangat Belajar" para tokoh-tokoh pejuang pemikir-pemikir pejuang dari Sulawesi Utara itu.
Selain Laksamana Desi Albert, kita juga harus berterima kasih atas nasehat-nasehat atau petuah yang serupa dari Bung Drs Theo L Sambuaga, MIPP yang saat ini dipercayakan oleh Lippo Group sebagai Presiden Direktur, juga kepada Bung Remy Sylado (Yapi PA Tambayong) seorang Sastrawan Indonesia, Bung Laksamana Pertama TNI M Faisal sebagai Direktur Bela Negara Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan yang datang ke acara pengukuhan DPP GPPMP mewakili Menteri Pertahanan RI, juga Bung Ir Roy Roring, MSi saat itu Kepala Bappeda Pemprov Sulut yang datang mewakili Gubernur Sulawesi Utara (kini penjabat Walikota Manado), dan Bung Captain DR Albert Lapian, MMar sebagai Ketua Dewan Pembina GPPMP, anak dari salah satu pelaku sejarah peristiwa heroik Merah Putih 14 Februari 1946 "Bernard Wilhelm Lapian" yang pada 10 November 2015 lalu telah dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.
Maka teringatlah saya pada sebuah lagu kanak-kanak di Minahasa yang berjudul "Sumikola"
O Ma endomo ghenang-ku ndo'on
Mangele-ngelek se karia-ku ndo'on
Ndo'on, ndo'on nisera e
(ma wadia-wadian lako)
(mange sumikola e)
O Mamaku, O Papaku
Sa toro ma'an niaku, sumikola
Kerengan man iwuriku endo wia muri
U rendem wo leos niu mama wia niaku
Si rinte miu.
Yang artinya kurang-lebih seperti ini:
Oh, Hatiku terenyuh
Melihat teman-temanku
Itu mereka!
(berjalan bersama)
(pergi ke sekolah)
Oh Ibuku, Oh Ayahku
Kalau bisa, saya juga (ingin pergi ke) sekolah
Karena kelak di hari kemudian kan ku balas
Cinta dan kebaikan kalian, Mama (dan Papa)
Pada diriku anak kalian.
Semoga pesan untuk "selalu merawat Api Sumekola agar tidak redup" dari Laksamana Madya Dr TNI Desi Albert Mamahit, MSc, dapat menjadi "Catatan Pengingat" bagi kita semua, sebagai modal peradaban nanti.
Foto diambil dari sini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI