Kepada generasi muda Sulut itu, kiranya terus diingatkan adanya elan bahwa masa depan sebagai generasi gemilang Sulut dan Indonesia harus ditaklukkan dan dimenangkan dengan keberanian, juga disertai doa, ketekunan dan kesabaran. Maka teringatlah saya pada penggalan puisi ini:
"Berpetualanglah sejauh mata memandang
Mengayuhlah sejauh lautan terbentang
Bergurulah sejauh alam terkembang"
Kalimat puitis diatas sengaja saya ambil dari salah satu bukunya Ahmad Fuady, penulis Novel Trilogi "5 Menara, Ranah 3 Warna dan Rantau 1 Muara" yang best-seller itu.
Saya kira pesannya tetap sama bagi kita yakni bahwa JSN "budaya ilmiah" sama sekali tidak mengenal batas-batas wilayah, genealogis, ruang, waktu, kesempatan, usia dan sebagainya, sama seperti para tetua kita dahulu telah mengajarkan semangat ini dan mereka telah berhasil.
Sudah tentu dengan mematri semangat atau menjaga tradisi kejuangan dan intelektual dari para pendahulu kita itu tentu akan memperkokoh peran peradaban, memperkuat peran kewargaan, memperbanyak peran kebangsaaan dan kenegaraannya dari generasi muda Sulut serta menjadikan mereka sejatinya bisa bersaing di setiap era.
"Brenti jo bagate!!!, Stop jo ba Panah Wayer!!!, Jang Ba Pake Narkoba!!!"
Ini tentu ancaman nyata dan paling serius yang akan menghambat kemajuan generasi muda Sulut untuk bersaing dipentas nasional dan internasional. Maka mari jo kitorang Ganti deng semangat babaca buku (rajin membaca), batulis (rajin menulis), bateliti (rajin meneliti), badiskusi (aktif berdiskusi), baorganisasi (aktif berorganisasai),--"Budaya Ilmiah". Budaya ilmiah ini harus kembali digelorakan, karena dengan itu keluarannya diharapkan Sulut itu kembali mencetak kader-kader berjiwa 'besar', bukan dalam arti pangkat atau kedudukan, tetapi besar dalam arti 'nilai', 'isi', 'kualitas'.
Mereka nanti akan menjadi Manusia keras (teguh pada pendirian), berakal (intelektual), baik (beradab), dan kemudian menjadi teladan atau inspirasi bagi manusia-manusia yang lain, karena memang ada falsafah hidup bagi mereka yaitu "Manusia hidup untuk menghidupi sesama manusia yang lain"---Si Tou Timou Tumou Tou.
Sebelum menutup tulisan ini, tentu tak lupa kita harus mengucapkan terima kasih kepada DPP GPPMP 14 Februari 1946 periode 2015-2020 yang telah memberikan waktu dan kesempatan kepada Laksdya TNI Dr Desi Albert Mamahit untuk menyebarkan inspirasi dan provokasinya (pesan) dengan kembali mengingatkan kita semua untuk membuka kembali catatan-catatan sejarah "Semangat Belajar" para tokoh-tokoh pejuang pemikir-pemikir pejuang dari Sulawesi Utara itu.
Selain Laksamana Desi Albert, kita juga harus berterima kasih atas nasehat-nasehat atau petuah yang serupa dari Bung Drs Theo L Sambuaga, MIPP yang saat ini dipercayakan oleh Lippo Group sebagai Presiden Direktur, juga kepada Bung Remy Sylado (Yapi PA Tambayong) seorang Sastrawan Indonesia, Bung Laksamana Pertama TNI M Faisal sebagai Direktur Bela Negara Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan yang datang ke acara pengukuhan DPP GPPMP mewakili Menteri Pertahanan RI, juga Bung Ir Roy Roring, MSi saat itu Kepala Bappeda Pemprov Sulut yang datang mewakili Gubernur Sulawesi Utara (kini penjabat Walikota Manado), dan Bung Captain DR Albert Lapian, MMar sebagai Ketua Dewan Pembina GPPMP, anak dari salah satu pelaku sejarah peristiwa heroik Merah Putih 14 Februari 1946 "Bernard Wilhelm Lapian" yang pada 10 November 2015 lalu telah dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.
Maka teringatlah saya pada sebuah lagu kanak-kanak di Minahasa yang berjudul "Sumikola"