Ketiga, lemahnya jaringan Internet. Kabar baiknya, ini tidak dialami oleh kita di Kota Makassar. Kendala ini banyak rasakan oleh teman-teman guru yang kebetulan mengajar di pelosok. Karena kurang---bahkan tidak ada jaringan internet, sehingga mereka harus mengunjungi murid-muridnya satu-persatu di rumah masing-masing.
Keempat; biaya internet. Agar terus bisa mengakses internet guru dan siswa harus merogoh kocek untuk beli kuota. Jika pembelajarannya hanya menggunakan aplikasi WhatsApp, mungkin tidak terlalu banyak menghabiskan kuota. Tetapi bagaimana jika ada bahan belajar yang harus dilihat dengan mengakses video youtube?
Alhamdulillah, kami di KOSAMJA telah dibekali oleh sekolah pulsa senilai Rp.100.000 untuk daftar paket kuota internet. Masih kurang? Mungkin ya. Tapi masih lebih baik kurang dari pada tidak ada sama sekali kan?
Pada bagian akhir tulisan ini, penulis hanya ingin mengatakan bahwa jika ingin mengintip kejayaan masa depan sebuah Negara, lihat dan perhatikanlah dinamika lembaga pendidikannya. Â
Jika pernyataan ini benar, maka itu berarti bahwa gerak langkah pendidikan dalam sebuah Negara-bangsa tidak boleh melemah. Bagaimana pun tantangan yang merintangi, pendidikan harus tetap berjalan. Jangankan hanya korona, bahkan Nenek Buyutnya Korona pun tidak boleh menjadi perintang gerak laju pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H