Mohon tunggu...
Irwan E. Siregar
Irwan E. Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Bebas Berkreasi

Wartawan freelance, pemerhati sosial dan kemasyarakatan.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Deru Mesin Perang Masih Menggelegar di Siantar

10 Agustus 2023   17:08 Diperbarui: 10 Agustus 2023   17:24 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Becak sebagai ikon Kota Pematangsiantar. (Foto: irwan e siregar)

SOSOK tugu berdiri kokoh di seberang kantor walikota. Di ketinggian sekitar lima meter tampak bertengger satu becak.

Menjadi pemadangan yang menarik. Betapa tidak, di berbagai kota angkutan yang biasa digunakan rakyat kebanyakan sebagai sarana transportasi ini sering menjadi 'musuh' bagi aparat karena dituding menambah kesemrawutan lalulintas. Sebaliknya, di Kota Pematangsiantar, becak justru dijadikan sebagai ikon kota.

Langkah yang dilakukan pemerintah kota setempat memang wajar. Bahkan, mungkin menjadi suatu keharusan. Maklum saja, becak di sini memiliki keunikan sendiri yang boleh jadi tak ada di tempat lain di jagad ini.

Di mana-mana becak dikayuh manusia atau digerakkan sepedamotor. Tapi di sini sepedamotor yang digunakan lebih khas lagi. Yakni kendaraan antik peninggalan masa perang dunia ke-2. Deru suaranya menggelegar, dan mampu mengangkut beban dalam jumlah banyak.

Sepedamotor yang digunakan umumnya bermerk BSA. Yakni singkatan dari Birmingham Small Army. Dibuat di kota Birmingham, Inggris, pada tahun 40 sampai 50-an, kendaraan ini memang waktu itu dikhususkan untuk beperang. Sosoknya yang kokoh dengan kapasitas mesin antara 350 sampai 500 CC, membuat BSA mampu menjelajahi medan berat.

Pada masa perang dunia ke-2 dulu BSA banyak dibawa masuk ke Indonesia. Kegunaannya mungkin lebih banyak untuk menjelajahi daerah pedalaman yang masih sulit dilewati, ketimbang untuk berperang melawan inlander yang waktu itu hanya bermodal nekad cuma pakai senjata bambu runcing.

Pada masa setelah kemerdekaan kendaraan ini kemudian digunakan sebagai becak di Siantar. Soalnya, di kota yang berada di ketinggian 400 meter dari permukaan laut ini jalannya banyak yang menaik-menurun. Kalau dengan becak dayung mungkin akan sangat sulit dilalui.

Untuk menambah jumlah becak, sebenarnya sempat dipakai kendaraan merek lain. Seperti Norton, Triumph, Ariel, dan sebagainya. Mungkin karena sukucadang kurang, kendaraan ini berangsur-angsur hilang dari peredaran.

BSA sendiri mampu bertahan karena memakai sistem kanibalisme. Sengaja ada satu unit yang dikorbankan untuk dipereteli. Selain itu, montir-montirnya yang piawai pun mampu mempadukan dengan komponen kendaraan lain yang cocok. Piston, misalnya, bisa diadaptasi dari sukucadang mobil. Karburator umumnya sudah digabungkan dari komponen buatan Jepang.  

Pada masa kejayaan becak Siantar, sebagian pemilik becak mencari sepedamotor tambahan dari pulau Jawa. Bahkan, langkah mereka kemudian diikuti para inang-inang (wanita pedagang). Tak cuma sepedamotor saja, komponen-komponen BSA yang sudah dipereteli pun ikut mereka bawa.

Saat itu sempat ada seribuan unit becak BSA di Siantar. Sayangnya, karena bujuk rayu dari kolektor barang antik dari Jawa dan mancanegara, banyak pembecak yang kemudian menjual becaknya. Hal itu terus berlanjut hingga jumlahnya kini hanya tinggal 250-an lagi.

Beruntunglah, di kota ini lahir Kusma Erizal Ginting, yang kebetulan memang maniak sepedamotor antik. Mencegah semakin hilangnya becak kebanggaan warga Siantar itu, Erizal yang kini menjabat sebagai Presiden BSA Owner Motorcylce Siantar (BOMS) ini lalu mendekati para abang becak. Ia membujuk dengan berbagai rayuan, sehingga pemilik becak tak tergiur lagi dengan tawaran dari mana pun. Padahal, ada yang berani membeli sepedamotor tua itu seharga ratusan juta rupiah.

Kini becak-becak Siantar itu tampak lebih tertata rapi. Meskipun sukucadang kendaraannya sudah semakin mahal dan kian sulit dicari.

Sayangnya, kini bermunculan pula becak yang digerakkan dengan sepedamotor baru. Hal ini tentu saja akan merusak citra becak Siantar yang telah mendunia.

Sebenarnya pemerintah Kota Pematangsiantar harus menghentikan praktek seperti ini. Sebab, persaingan akan menyebabkan mereka akan semakin keteteran. Maklum operasional mereka untuk BBM dan sukucadang lebih besar. Karena itu, biarlah hanya becak-becak legendaris ini yang menjelajahi kota Siantar. (irwan e siregar)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun