Saat itu sempat ada seribuan unit becak BSA di Siantar. Sayangnya, karena bujuk rayu dari kolektor barang antik dari Jawa dan mancanegara, banyak pembecak yang kemudian menjual becaknya. Hal itu terus berlanjut hingga jumlahnya kini hanya tinggal 250-an lagi.
Beruntunglah, di kota ini lahir Kusma Erizal Ginting, yang kebetulan memang maniak sepedamotor antik. Mencegah semakin hilangnya becak kebanggaan warga Siantar itu, Erizal yang kini menjabat sebagai Presiden BSA Owner Motorcylce Siantar (BOMS) ini lalu mendekati para abang becak. Ia membujuk dengan berbagai rayuan, sehingga pemilik becak tak tergiur lagi dengan tawaran dari mana pun. Padahal, ada yang berani membeli sepedamotor tua itu seharga ratusan juta rupiah.
Kini becak-becak Siantar itu tampak lebih tertata rapi. Meskipun sukucadang kendaraannya sudah semakin mahal dan kian sulit dicari.
Sayangnya, kini bermunculan pula becak yang digerakkan dengan sepedamotor baru. Hal ini tentu saja akan merusak citra becak Siantar yang telah mendunia.
Sebenarnya pemerintah Kota Pematangsiantar harus menghentikan praktek seperti ini. Sebab, persaingan akan menyebabkan mereka akan semakin keteteran. Maklum operasional mereka untuk BBM dan sukucadang lebih besar. Karena itu, biarlah hanya becak-becak legendaris ini yang menjelajahi kota Siantar. (irwan e siregar)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H