Dalam hal ini ketimpangan gender adalah suatu ketidakadilan antara  perempuan dan laki-laki dari hak dan kewajibannya dalam masayarkat. Untuk lebih jelasnya mengenai faktor-faktor ketimpangan gender.
A. Budaya Patriarki
Patriarki adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan sistem sosial dimana kaum laki-laki sebagai suatu kelompok mengendalikan kekuasaan atas kaum perempuan[4]. Budaya Patriarki ini merupakan budaya dari zaman dahulu yang dimana memandang lelaki kedudukannya lebih tinggi dibanding perempuan. Â
B. Tindak Kekerasan kepada Perempuan
Dalam bermasyarakat, keluarga, dll perempuan selalu dianggap yang lemah secara fisik disbanding laki-laki. Perempuan seringkali mengalami kekerasan dalam bentuk pelecehan seksual, pemerkosaan, pemukulan, dll. Dalam masalah ini seharusnya laki-laki bisa berbicara dengan perempuan mengenai permasalahan pada saat itu, karena jika keduanya besar kepala semua, maka adanya konflik antar laki-laki dan perempuan. Jika konflik berlangsung maka adanya pertekaran, pemukulan, pemerkosaan,dll. Â Mengenai cara mengatasi ketimpangan gender antara lain; sering berkomunikasi dengan baik antara laki-laki dan perempuan, sadar diri dalam berbicara dengan orang, stop streotip.
2. Relasi Kuasa
Relasi kuasa (power relation) adalah hubungan antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya berdasarkan ideologi tertentu. Kekuasaan (power) adalah konsep yang kompleks dan abstrak, yang secara nyata mempengaruhi kehidupan mereka. Selain itu, kekuasaan juga dapat didefinisikan sebagai kemampuan pemangku kepentingan, untuk menentang atau mendukung individu atau kelompok lainnya (Thomas, 2004:10).[5] Relasi kekuasaan adalah hubungan yang terbentuk antar manusia dengan manusia tertentu yang memiliki suatu kepentingan dengan tingkat kekuasaan yang berbeda. Â Didalam relasi kekuasaan mempunyai hubungan sosial yakni seorang manusia memiliki kemampuan untuk mengubah perilaku aktor lainnya. Dalam hal ini kekuasaan memiliki pengaruh dalam membentuk sebuah kegiatan sesuai kepentingan seseorang.
3. Pelecehan Seksual
Farley (1978) mendefinisikan pelecehan seksual sebagai rayuan seksual yang tidak dikehendaki penerimanya, di mana rayuan tersebut muncul dalam beragam bentuk baik yang halus, kasar, terbuka, fisik maupun verbal  dan bersifat searah. Meyer dkk. (1987) menyatakan secara umum ada tiga aspek penting dalam mendefinisikan pelecehan seksual yaitu aspek perilaku (apakah hal itu merupakan proposisi seksual), aspek situasional (apakah ada perbedaan di mana atau kapan  perilaku tersebut muncul) dan aspek lega litas (dalam keadaan bagaimana perilaku  tersebut dinyatakan ilegal).[6] aktor akan mengubah perilakunya karena memperhitungkan akibat-akibat tertentu kalau tingkah laku tersebut dilanjutkan. Reaksi-reaksi yang timbul baik positif maupun negatif ataupun netral pada lingkungan sosial atau fisik akan mempengaruni tingkah laku aktor berikutnya. [7]
Pelecehan seksual ini kebanyakan yang terjadi dimaskyarakat dari adanya verbal dan godaan secara fisik kepada korban. Verbal disini adalah suatu bujukan seksual kepada korban yang tidak diharapkan , pesan seksual, mengajak korban untuk kencan tetapi selalu di tolak. Sedangkan pelecehan seksual dalam bentuk godaan fisik ialah suatu tatapan pelaku kepada korban melihat area intim (payudara, pinggul, area vagina) secara terus menurus. Selain itu bentuk fisik dari pelcehan seksual ialah menyentuh daerah yang merangsang seperti payudara, pinggul, area vagina. Selain itu endusan kepada area sensitive juga sangat berpengaruh kepada pelecehan seksual. Misalnya bagian  leher, telinga, dll. Selain itu pengaruh media massa pada pelecehan seksual ini sangat berpengaruh,misalnya melihat video porno dan orang tersebut akan mencoba kepada seseorang yang dia kenal bahkan yang dia tidak kenal. Melalui aplikasi komunikasi juga sangat banyak terjadi pelecehan seksual. Misalnya meminta foto yang seksi, mengomentar bodynya bagus, video call mengarahkan ke area intim, dll. Cara mengatasi hal tersebut ialah:
A, berpakaian jangan berlebihan