Misalnya, memilih untuk membeli barang-barang berkualitas rendah atau menghindari pengalaman dan kegiatan sosial karena pertimbangan biaya dapat mengurangi kebahagiaan dan kesejahteraan secara keseluruhan.
Sementara itu, beberapa orang mengalami kesulitan dalam membedakan antara frugalitas dan ketidakmampuan keuangan.
Bagi sebagian individu, gaya hidup frugal mungkin merupakan respons terhadap keterbatasan keuangan yang sebenarnya. Mereka mungkin terjebak dalam siklus penghematan karena terpaksa, bukan sebagai pilihan yang disengaja.
Pertanyaan tentang apakah frugal living bijaksana atau pelit juga terkait dengan konteks sosial dan ekonomi seseorang.
Di beberapa negara atau komunitas, frugal living mungkin dianggap sebagai kebijaksanaan yang bijak dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi dan mengatasi tekanan keuangan.
Akan tetapi, di lingkungan yang lebih makmur, frugal living mungkin dianggap sebagai tindakan yang tidak perlu atau bahkan merugikan.
Selain itu, pandemi global beberapa tahun kebelakang ini telah memperkuat minat terhadap frugal living.
Ketidakpastian ekonomi yang disebabkan oleh pandemi telah mendorong banyak orang untuk mengevaluasi ulang kebiasaan pengeluaran mereka dan memprioritaskan keuangan mereka dengan lebih cermat.
Banyak yang mulai mengadopsi gaya hidup frugal sebagai respons terhadap ketidakpastian ekonomi dan kebutuhan mendesak untuk mengamankan masa depan keuangan mereka.
Namun, dalam mengadopsi frugal living, penting untuk mempertimbangkan keseimbangan antara penghematan dan kualitas hidup.
Sementara frugal living dapat membantu seseorang mencapai tujuan keuangan mereka dengan lebih cepat, itu juga harus dilakukan dengan hati-hati untuk tidak mengorbankan kebahagiaan dan kesejahteraan secara keseluruhan.