Mohon tunggu...
Irwan Sabaloku
Irwan Sabaloku Mohon Tunggu... Editor - Penulis

"Menulis hari ini, untuk mereka yang datang esok hari"

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Melampaui Citra: Membedah Baliho Politik dan Substansi Gagasan

28 Januari 2024   21:19 Diperbarui: 29 Januari 2024   08:30 966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap pemilih berhak tahu lebih banyak tentang visi dan rencana konkrit calon daripada sekadar melihat senyum manis di atas baliho.

Tagline-tagline yang sering kali menemani potret besar tersebut sering kali bersifat umum dan tidak memberikan gambaran nyata tentang ideologi atau tujuan konkret calon.

"Moto dan mohon doa restu" menjadi bentuk tagline yang khas, mencerminkan ketidakjelasan dan ketidakkonkretan dalam menyampaikan pesan politik.

Seolah-olah, cukup dengan memiliki wajah yang menarik dan tagline yang simpatik, seorang calon diharapkan bisa memenangkan hati pemilih tanpa harus repot-repot menjelaskan rencana dan ide yang lebih rinci.

Ironisnya, banyak pemilih yang terjebak dalam pesona visual ini. Seiring munculnya media sosial, potret besar para calon tersebar lebih luas dan mencapai pemirsa yang lebih besar.

Pemilih pun cenderung lebih mengenali wajah-wajah para calon daripada memahami pemikiran politik mereka.

Dalam konteks ini, baliho politik tidak hanya menjadi alat kampanye, tetapi juga menjadi instrumen pembentukan opini publik yang tidak selalu didasarkan pada substansi politik.

Namun, apakah semua ini hanya kesalahan para calon ataukah kita juga sebagai pemilih yang harus bertanggung jawab atas pilihan kita? Mungkin sudah saatnya kita mengevaluasi pola pikir kita sebagai pemilih.

Apakah kita puas hanya dengan melihat wajah calon dan membaca tagline seadanya, ataukah kita memiliki tanggung jawab untuk menuntut lebih banyak lagi?

Dalam masyarakat demokratis, pemilih seharusnya bukan hanya konsumen visual, tetapi juga kritis terhadap informasi politik.

Bagaimana kita bisa membangun narasi politik yang lebih substansial dan bermakna? Kita perlu menggeser fokus dari visual semata menuju substansi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun