Mohon tunggu...
Irwan Sabaloku
Irwan Sabaloku Mohon Tunggu... Editor - Penulis

"Menulis hari ini, untuk mereka yang datang esok hari"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mengertilah! Ibu Bukan Hanya Nama di KTP?

22 Desember 2023   18:53 Diperbarui: 22 Desember 2023   19:03 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


Pagi itu, di tengah kebisingan kota yang sedang terbangun, hidup seorang ibu bernama Siti. Dari pagi hingga senja, kehidupannya terasa monoton. Ia adalah sosok perempuan paruh baya yang selalu tersenyum walau kelelahan tergambar di matanya. Nama "Siti" tertera dengan jelas di KTP-nya, tetapi siapa sebenarnya Siti di luar kertas identitas itu?

Kita akan memasuki lorong-lorong kehidupannya, menggali lebih dalam dari sekadar nama di identitas resmi, dan menemukan betapa istimewanya perempuan ini dalam cerita "Mengertilah, Ibu Bukan Hanya Nama di KTP."

Senin pagi, seiring mentari yang mulai mengintip di balik gedung-gedung tinggi, Siti sudah sibuk di dapur. Bau harum nasi hangat dan sambal pedasnya menyapa seluruh sudut rumah. Sejurus kemudian, suara ketukan pintu menyela konsentrasinya. Ia melangkah ke pintu dan tersenyum lebar saat melihat seorang anak muda dengan senyum kikuk di wajahnya.

"Bu, ini kiriman paket buat Bu Siti," ujar pemuda itu sambil menyerahkan sebuah paket cokelat bertuliskan "Selamat Hari Ibu" di atasnya.

Siti menerima paket itu dengan senyum dan terima kasih. Setelah pintu ditutup, matanya terbelalak melihat jam dinding di dapur. "Oh tidak, waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi. Harus segera bangunkan anak-anak," gumamnya sambil menyusuri lorong menuju kamar anak-anaknya.

Di kamar, dua sosok mungil dengan rambut berantakan masih terlelap di atas kasur. Siti tersenyum lembut melihat mereka. Anak-anaknya, Aisyah dan Rafi, dua makhluk kecil yang memberikan warna pada hidupnya. Dia mencium lembut kening mereka, dan dalam hati, dia bersyukur atas anugerah terindahnya.

"Sudah waktunya bangun, Nak," ucapnya seraya menyapu lembut rambut Rafi.

Wajah Rafi langsung berbinar, dan Aisyah menggeliat pelan. Mereka berdua segera bergegas ke kamar mandi, dipandu oleh suara lembut ibu yang memberi semangat pagi. Siti kemudian turun ke dapur, memastikan sarapan mereka siap di meja makan.

Saat keluarganya menikmati sarapan bersama, Siti tidak lupa menyelipkan pesan-pesan kecil yang selalu membuat anak-anaknya tersenyum. Ia percaya bahwa kebahagiaan dalam keluarga tidak hanya tercipta dari hidangan yang enak, tetapi juga dari kasih sayang dan perhatian yang diberikan satu sama lain.

Baca juga: Terbaik Bersama

Setelah sarapan selesai, Siti bergegas menyusun bekal anak-anak, memastikan mereka tidak lupa membawa buku pelajaran. Sesekali, dia menyelipkan kisah-kisah kecil atau nasihat bijak untuk mereka baca di sekolah. Baginya, memberikan bekal tidak hanya berarti memberi makanan, tetapi juga memberi dukungan dan semangat.

Siti sendiri bekerja sebagai karyawan di sebuah toko pakaian. Ia tidak memiliki pekerjaan yang bergengsi, tetapi itu adalah pekerjaan yang memberikan cukup untuk menyambung hidup keluarganya. Setiap pagi, dia berangkat dengan seragam rapi dan senyum di wajahnya. Begitu pintu rumah tertutup, dunia pekerjaannya dimulai.

Sehari-hari, Siti bertemu dengan berbagai tipe pelanggan. Ada yang cerewet, ada yang cuek, namun tak ada satu pun yang tahu betapa Siti harus berjongkok di depan rak-rak pakaian selama berjam-jam. Ia bekerja keras dan penuh dedikasi, bahkan ketika sebagian besar orang mungkin tidak menyadari itu.

Pada suatu hari, Siti mendapat telepon dari sekolah Aisyah. Gadis kecil itu sedang sakit dan perlu dijemput. Tanpa ragu, Siti meninggalkan pekerjaannya, meskipun tumpukan pakaian yang belum teratur menatapnya dari balik meja kasir. Ia tahu bahwa pekerjaannya sebagai ibu jauh lebih penting daripada apapun.

Di rumah, Siti merawat Aisyah dengan penuh kelembutan. Ia membuatkan sup hangat dan duduk di sebelah ranjang Aisyah sembari bercerita agar anaknya merasa lebih nyaman. Meskipun hari itu penuh dengan kekhawatiran, tetapi Siti tahu bahwa ibu adalah obat terbaik bagi sakit anaknya.

Dalam kehidupan sehari-hari, Siti juga menjadi sahabat bagi para tetangganya. Ia selalu siap membantu, memberikan nasihat, atau sekadar menyediakan telinga untuk mendengarkan cerita mereka. Ia mengerti bahwa kehidupan ini tidak selalu mudah, tetapi dengan saling berbagi dan mendukung, setiap tantangan dapat diatasi bersama.

Suatu sore, ketika langit mulai memerah, Siti duduk di teras rumahnya sambil menyaksikan anak-anak bermain di halaman. Sejenak, ia merenung tentang hidupnya. Ia mungkin tidak memiliki pekerjaan megah atau nama besar di dunia luar, tetapi apa yang ia miliki jauh lebih berharga.

Mengertilah, ibu bukan hanya nama di KTP. Ibu adalah peluk hangat di saat dingin, senyum di tengah kesulitan, dan doa yang tak pernah lepas dari bibir. Ibu adalah cinta yang tulus dan tak terukur, yang hadir dalam setiap detik kehidupan seorang anak.

Sebagian matahari mulai tenggelam di ufuk barat, Siti bangkit dari tempat duduknya. Ia yakin bahwa setiap hari adalah kesempatan untuk menjadi ibu yang lebih baik. Membuktikan bahwa meski namanya hanya tertera di KTP, sosok Siti adalah nyata, penuh cinta, dan selalu hadir dalam kehidupan sehari-hari keluarganya.

Dengan langkah mantap, Siti kembali ke dalam rumah, siap menjalani kembali rutinitasnya sebagai ibu yang tak kenal lelah. Ia tahu bahwa meski tak selalu sempurna, setiap usaha dan pengorbanannya memiliki arti yang besar dalam kehidupan orang-orang yang paling berharga baginya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun