Mohon tunggu...
Irwan Sabaloku
Irwan Sabaloku Mohon Tunggu... Editor - Penulis

"Menulis hari ini, untuk mereka yang datang esok hari"

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Rekonsiliasi Cinta di Tanah Sumba: Kisah Damai Dini dan Jono

26 November 2023   10:21 Diperbarui: 26 November 2023   10:30 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi Tokoh Adat Sumba Dalam Menyelesaikan Konflik Secara Budaya/Adat (Foto: Pos Kupang)

Dini duduk di teras rumahnya, menatap hamparan ladang jagung yang terhampar di depannya. Angin lembut bertiup, membuat daun-daun jagung bergerak perlahan, dan suasana pedesaan Sumba tampak damai. Namun, di dalam hatinya, gelisah atas konflik yang melibatkan keluarga dan Jono masih mengganggu pikirannya.
***


Cerita ini dimulai dari keputusan ibu Jono yang meminta putranya untuk pulang dari Bima ke Sumba. Alasan yang diberikan ibunya adalah adanya perempuan yang akan dijodohkan dengan Jono. Namun, saat Jono tiba di Sumba, dia merasa bingung dan tidak yakin apa yang sebenarnya terjadi. Ia bahkan belum pernah bertemu dengan perempuan yang akan dijodohkannya.

Di sisi lain, ibu Dini juga mendukung gagasan perjodohan ini. Kedua ibu tersebut akhirnya bersepakat untuk menjodohkan anak-anak mereka, meskipun tidak ada benih cinta yang tumbuh di antara Jono dan Dini. Mereka berencana untuk menculik atau melakukan pernikahan paksa terhadap Dini, dengan harapan bahwa Jono dan Dini akan bersatu sebagai suami dan istri.

Rencana tersebut mencapai tahap pelaksanaan, dan pihak laki-laki bersedia untuk menculik Dini. Tempat yang dipilih untuk melaksanakan penculikan adalah pasar, tempat ramai yang diharapkan akan meminimalkan risiko kecurigaan. Namun, mereka tidak menyadari bahwa rencana ini akan memicu kejadian yang tidak terduga.

Ketika berita penculikan Dini tersebar di berbagai media sosial, masyarakat Sumba dan sekitarnya heboh. Kejadian ini mengundang perhatian publik, dan banyak orang yang merasa prihatin dengan nasib Dini. Bahkan keluarga Dini, termasuk Om, Tante, dan Bapaknya, tidak setuju dengan tindakan penculikan tersebut dan memutuskan untuk melaporkannya ke pihak berwajib, yaitu polisi.

Akibat tindakan tersebut, Jono ditangkap dan dikenai pasal sesuai undang-undang yang berlaku. Ia harus mendekam di sel penjara, sementara Dini merasa terbebani oleh konflik yang sedang berkecamuk. Hatinya tertekan saat melihat Jono dan keluarganya terjerat dalam masalah hukum.

Dini mulai merenung dan merasa bahwa konflik ini sebagian besar disebabkan oleh dirinya sendiri. Dia merasa bersalah karena rencana perjodohan yang melibatkan penculikan dan tindakan hukum terhadap Jono. Setiap malam, dia memikirkan keputusannya dan berusaha mencari jalan keluar dari situasi yang rumit ini.

Sementara itu, keluarga Dini, termasuk Om, Tante, dan Bapaknya, memutuskan untuk mencari cara untuk mengakhiri konflik ini tanpa melibatkan pihak berwajib. Mereka tahu bahwa ada hubungan keluarga yang harus dijaga, dan mereka ingin menemukan cara damai untuk menyelesaikan masalah ini.
Setelah berdiskusi dengan para petua adat, keluarga Dini dan Jono memutuskan untuk mencoba menyelesaikan konflik ini melalui jalur adat. 

Mereka ingin memastikan bahwa pernikahan antara Jono dan Dini terjadi secara sah dan aman, tanpa perlu melibatkan pihak berwajib lagi. Itu adalah langkah yang diharapkan dapat mengembalikan kedamaian dan rekonsiliasi antara kedua keluarga.

Dini dan Jono ditempatkan dalam sebuah pertemuan yang dipandu oleh para petua adat. Mereka duduk di samping keluarga mereka masing-masing, tetapi suasana hati terasa tegang. Setelah membuka pertemuan dengan kata-kata bijak dan doa-doa, para petua adat mulai mendengarkan cerita dari kedua belah pihak.

Dini, dengan hati yang berat, menceritakan betapa sulitnya situasi ini baginya. Dia menyadari bahwa perasaan bersalah dan rasa takut telah menyebabkan banyak penderitaan dan kesulitan bagi semua orang. Dia mengakui bahwa dia tidak ingin merusak hubungan keluarganya dengan Jono dan keluarganya.

Jono juga memberikan kesaksiannya. Dia menjelaskan bahwa dia sebenarnya datang ke Sumba dengan ketidakpastian besar, tetapi dia juga menyadari bahwa dia tidak bisa melarikan diri dari tanggung jawabnya. Dia berjanji bahwa jika Dini dan keluarganya menerima dirinya, dia akan berusaha keras untuk menjadikan pernikahan ini bahagia bagi keduanya.

Setelah mendengarkan kedua belah pihak, para petua adat mulai memberikan nasihat mereka. Mereka mengatakan bahwa konflik ini adalah buah dari keputusan yang dibuat oleh dua keluarga yang mencintai anak-anak mereka, meskipun mereka melakukannya dengan cara yang salah. Mereka menekankan pentingnya damai, rekonsiliasi, dan kesepakatan yang dijalani dengan sukarela.

Dini dan Jono diberikan kesempatan untuk berbicara satu sama lain di bawah pengawasan para petua adat. Dini mulai membuka hatinya dan berbicara tentang perasaannya. Dia mengaku bahwa dia merasa tertekan oleh situasi ini, tetapi dia juga menyadari bahwa dia tidak bisa mengubah masa lalu. Dia bertanya kepada Jono apakah dia benar-benar ingin menjadikan Dini sebagai istrinya dan membangun masa depan bersama.

Jono, dengan penuh rasa hormat, menjawab bahwa dia ingin melangkah maju bersama Dini. Dia juga berbicara tentang harapannya untuk bisa memperbaiki hubungan dengan keluarga Dini dan menjadi bagian dari keluarga tersebut.

Dini dan Jono kemudian diizinkan untuk duduk bersama keluarga mereka dan membahas kesepakatan pernikahan secara lebih rinci. Mereka membicarakan tata cara pernikahan adat, upacara, dan peran masing-masing dalam keluarga yang akan segera mereka bentuk.

Setelah berhari-hari berdiskusi dan bernegosiasi, akhirnya mereka mencapai kesepakatan yang disetujui oleh semua pihak. Pernikahan adat akan diadakan untuk merayakan persatuan Dini dan Jono, dengan pengakuan dari kedua keluarga yang menunjukkan dukungan dan persetujuan mereka.

Hari pernikahan akhirnya tiba, dan seluruh desa berkumpul untuk merayakan peristiwa penting ini. Acara diisi dengan tarian, nyanyian, dan upacara adat yang mengikat Dini dan Jono dalam ikatan suci. Keluarga Dini dan keluarga Jono, yang sebelumnya saling berselisih, berkumpul dalam rasa damai dan sukacita untuk merayakan persatuan kedua anak muda ini.

Pernikahan adat ini bukan hanya merayakan cinta antara Dini dan Jono, tetapi juga menggambarkan keselarasan yang bisa dicapai ketika dua keluarga bersatu dan bekerja bersama. Itu adalah pembuktian bahwa bahkan dalam konflik paling rumit sekalipun, rekonsiliasi dan perdamaian selalu mungkin dicapai melalui dialog, pengertian, dan niat baik.

Seiring berjalannya waktu, Dini dan Jono membangun hidup bersama, memahami satu sama lain, dan tumbuh dalam cinta yang dalam. Mereka menjadi teladan bagi banyak orang tentang bagaimana cinta dan kedamaian dapat tumbuh bahkan dalam situasi yang penuh dengan konflik dan kesulitan.

Kisah mereka menginspirasi banyak orang di Sumba dan di seluruh Indonesia untuk mencari cara damai dalam menyelesaikan konflik, menghormati nilai-nilai budaya dan tradisi mereka, serta menghargai pentingnya perdamaian dan rekonsiliasi dalam membangun hubungan yang kuat dan harmonis.

Pesan dari cerita ini adalah bahwa cinta, rekonsiliasi, dan perdamaian adalah lebih kuat daripada konflik dan kebencian. Dini dan Jono membuktikan bahwa dengan niat baik dan kerja sama, bahkan situasi yang paling sulit sekalipun dapat diselesaikan secara damai, dan hubungan yang kuat dapat terbentuk dalam prosesnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun