Entah sudah berapa kali saya lewat ke Parapat, sebuah kota kecil di pinggir Danau Toba. Kalau dulu saat masih kecil sampai remaja lewatnya selalu naik bus. Tapi ketika sudah berkeluarga dan mampu memiliki mobil sendiri, maka tak hanya sekedar lewat, tapi sesekali masuk ke kotanya dan menginap disana.
Tao Toba, demikian orang sana menyebutnya, bukan sesuatu yang asing. Setiap tahun wara wiri, dalam perjalanan dari Padang ke Langsa (935 km) pulang pergi, mudik atau non mudik, menyebabkan saya akrab dengan kawasan Heritage of Toba tersebut.Â
Biasanya, kalau sampai disana menjelang sore, maka saya akan menginap di Parapat. Tapi kalau hotel-hotel favorit penuh, maka saya akan terus ke Balige sekitar 60 km lagi dan menginap disana. Meski lumayan jauh, Balige masih berada di pinggiran danau Toba.Â
Banyak danau alami yang pernah saya singgahi. Kesannya semua indah dan  punya daya tarik khas masing-masing. Namun Danau Toba tak sekedar indah. Ia tampil dengan megahnya. Sejarah geologis maupun kisah mistis ikut menjadi penambah daya tariknya. Namun diatas itu semua, secara visual keindahan Toba menyatu dengan kemegahannya. Tidak berlebihan jika menjadikannya salah satu keajaiban wisata. Danau Toba ikut membuat slogan Wonderfull Indonesia jadi nyata, bukan sekedar jargon iklan wisata.
Seperti diketahui, Danau Toba terbentuk dari letusan dahsyat yang terjadi kira-kira 70.000 tahun lalu. Supereruption Toba diakui sebagai letusan gunung berapi paling dahsyat yang pernah terjadi di bumi. Menurut penelitian, terjadi perubahan iklim dan topografi serta penyusutan terhadap evolusi manusia.Â
Bagi masyarakat sekitar, Danau Toba terbentuk berdasarkan legenda tentang putri cantik berwujud ikan mas yang kawin dengan seorang pria bernama Toba. Dari perkawinan tersebut lahirlah seorang anak bernama Samosir. Suatu hari, karena marah Toba mengungkit asal usul sang anak yang merupakan anak ikan. Akibatnya muncullah mata air yang terus menggenangi hingga menyebabkan terbentuknya Danau Toba.Â
Bayangkan jika suatu ketika anda berada di danau Toba dan mengingat betapa hebat letusan yang terjadi puluhan ribu tahun lalu. Dan pastinya anda akan bergidik ngeri jika tahu bahwa potensi letusan besar masih mungkin terjadi, tersembunyi di bawah airnya yang biru.
Namun tak usah takut, menurut penelitian para ahli letusan belum akan terjadi dalam waktu dekat ini. Masih butuh puluhan atau ratusan ribu tahun untuk menghasilkan konsentrasi magma yang sanggup menimbulkan super volcano seperti dahulu. Karena itu jangan ragu untuk datang kesana, paling tidak sekali seumur hidup. Rugi loh, kalau anda, terutama wisatawan lokal tak datang kesana. Tak usah jauh-jauh ke luar negeri, tanah air kita lebih indah dari negeri orang.
Pepatah mengatakan, tak satu jalan ke Roma. Hal itu juga berlaku untuk Destinasi Super Prioritas atau DSP Toba. Selain jalan darat yang terhubung dengan provinsi tetangga, jalur udara juga tersedia untuk yang ingin pergi kesana.
Anda bisa naik pesawat ke Bandara Sisingamangaraja XII di Silangit Kabupaten Tapanuli Utara. Selain itu bisa juga dari Bandara Internasional Kuala Namu Medan untuk selanjutnya disambung dengan jalan darat.
Tadi telah saya utarakan bahwa danau Toba tak hanya indah tapi juga megah. Keindahan yang megah itu akan ditemui saat anda yang sudah mendarat di Bandara Sisingamangaraja XII meneruskan perjalanan lewar darat.Â
Setelah keluar dari Kabupaten Tapanuli Utara dan masuk ke Kabupaten Humbang Hasundutan, anda akan mulai melihat danau Toba dari ketinggian. Kadang ia menghilang dari pandangan dan kemudian muncul lagi di kejauhan. Danau semakin terlihat jelas saat melewati Kota Balige ibu kota Kabupaten Toba Samosir yang berada di pinggir danau. Begitulah seterusnya hingga sampai ke Parapat, yang hingga sekarang masih jadi persinggahan paling favorit bagi sebagian besar traveler.
Jika dari Medan, setelah jalan mendaki melewati hutan, anda akan disuguhi panorama danau saat mobil melewati jalan turun yang berkelok-kelok. Dari sinilah kemegahan Danau Toba terlihat makin jelas. Begitu juga saat kembali dari Parapat menuju Medan.Â
Air yang berwarna biru pekat seolah menjelaskan betapa dalam danau Toba. Di kedalamannya misteri geologis berupa magma maupun kisah mistis tentang ikan mas raksasa yang sampai sekarang diyakini masih ada. Di pinggirnya, bukit yang tinggi dan terjal menghujam seolah menancapkan diri ke dalam danau. Bukit-bukit di seputaran danau umumnya berupa bukit batu terjal yang lebih mirip sabana ketimbang hutan tropis. Warna hijau semak dan pohon-pohonnya bagaikan permadani yang terhampar dari atas dan turun hingga mendekati bibir danau.
Belum cukup sampai disitu, danau Toba masih bisa disusuri lewat rute lain yaitu dari Siborong-borong menuju ke Dolok Sanggul, ibukota Kabupaten Humbang Hasundutan. Lepas dari sini, perjalanan berlanjut ke Pangururan dan sampailah kita di jembatan Tano Pomggol. Jembatan ini merupakan akses untuk memasuki Pulau Samosir. Jika berminat silahkan telusuri tempat-tempat menarik disana.
Jika anda tidak ke Samosir, perjalanan dapat dilanjutkan menuju Kabupaten Karo. Disini ada destinasi Tongging, yang menyuguhkan keindahan dari sisi lain danau. Selepas Tongging, maka anda akan menemui kota wisata Berastagi yang tak kalah populernya dari Parapat.
Banyaknya pilihan yang dapat ditempuh tak lain karena skala danau yang besar yaitu  100 km x 30 km, terbesar di Asia Tenggara. Uniknya lagi, danau ini memiliki pulau dan di pulaunya terdapat danau. Karena itu sangatlah tepat kalau di kawasan ini bisa digalakkan industri pariwisata MICE (Meeting, Incentive, Conference, and Exhibition). Diharapkan dengan adanya kegiatan ini akan menarik lebih banyak wisatawan dalam dan luar negeri untuk stay lebih lama diluar musim libur.Â
Kegiatan ini bisa dilakukan di satu tempat, Â atau jika mau lebih seru, silahkan berputar di sekeliling danau Toba. Hari ini di Parapat, besok ke Balige, lusa ke Samosir maupun di Tongging. Semua menawarkan kelebihan masing-masing. Karena itu MICE di Indonesia Aja ya.
Untuk mencapai tujuan itu, Danau Toba perlu dikelola dengan baik, bijak dan cerdas. Jangan sampai permata pariwisata Indonesia ini digunakan tanpa arah sehingga menurunkan mutu alam serta daya jualnya.
Sebagai bentuk kecintaan kepada DSP Toba beberapa masukan yang perlu untuk pengelolaan ke depannya adalah :
Jagalah keaslian dan keasrian Danau Toba.
Hasrat manusia tidak terkira sedangkan alam punya batasnya. DSP Toba merupakan magnet yang menarik orang untuk datang berwisata maupun bertempat tinggal dan berusaha disana. Mengembalikan Danau Toba kepada keadaan saat saya masih kecil dahulu tidak mungkin. Karena itu dimasa sekarang dan yang akan datang janganlah ia diberi beban terlalu banyak.
Sebagai tempat wisata, sudah jamak jika sarana dan prasarana disediakan untuk mendukung pengembangannya. Namun jangan sampai pembangunan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan justru merusak keasliannya. Biarkan keasriannya dinikmati tanpa harus membuat sarana yang tidak perlu.Â
Bayangkan saja kalau disana dibangun wahana permainan besar atau di pinggang bukitnya didirikan bangunan spot foto. Bagus untuk yang berselfie, tapi merusak bagi alam dan pandangan mata kita.
Untuk itu, dari sekarang perlu mengatur arah pengembangan sarana dan prasarana wisata. Perlu kontrol dan izin ketat untuk pelaku usaha wisata sehingga danau Toba tetap terjaga dan dapat dinikmati sampai kapanpun.
Cerdaslah dalam menarik penghasilan untuk daerah.
Salah satu manfaat pariwisata adalah mendatangkan pemasukan bagi daerah. Tapi kebanyakan daerah lebih mementingkan pendapatan yang sifatnya recehan dan kurang serius mencari sumber pemasukan yang lebih besar.
Salah satu contohnya adalah retribusi masuk kota Parapat yang besarnya dua ribu rupiah per individu. Jika satu keluarga dengan dua anak masuk Parapat maka pendapatan yang diterima adalah 4 x Rp. 2000,- = Rp. 8000,-. Kebanyakan reaksi yang timbul adalah merasa kesal karena tidak wajar rasanya masuk kota saja dipungut biaya. Belum lagi jika terjadi pungli oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Mood yang tak baik menyebabkan mereka tidak betah atau enggan singgah ke kota. Coba kalau pemerintah mengelola pajak restoran dengan baik, maka retribusi ini tidak perlu dilakukan.Â
Orang yang masuk Parapat untuk berwisata atau sekedar mencari makan, hatinya akan senang jika dibebaskan dari retribusi yang tidak pantas ini. Kesan yang baik ini membuat mereka tidak segan-segan membayar sedikit mahal untuk makan di restoran. Jika pajak restoran besarnya 10 persen dan keluarga tadi membayar makanan sebesar Rp. 200.000,- maka pendapatan yang akan diterima daerah adalah Rp. 20.000,-. Jumlahnya lebih besar dan caranya lebih terhormat.
Untuk itu berhentilah mencari pendapatan yang tidak akan memberi hasil signifikan bagi daerah. Pemerintah pusat sangat serius dalam mengembangkan DSP Toba dan tidak sepantasnya dirusak oleh hal-hal seperti ini.
Lakukan pembinaan kepada pelaku usaha kuliner khas Batak
Kuliner khas Batak yang pada umumnya non-halal, sebenarnya merupakan daya tarik tersendiri. Wisatawan dari dalam maupun luar negeri (non muslim), pasti ingin mencicipi kuliner khas Batak dengan ragam menu dan bumbu yang tiada duanya di dunia.Â
Namun sayang, kebanyakan pelaku usaha kuliner khas ini masih tampil apa adanya. Untuk itu perlu dilakukan pembinaan pada mereka agar rumah makan khas ini dapat tampil lebih menarik, terlihat eksotis dan tentu saja menampilkan kesan bersih. Tidak perlu mewah namun harus menarik. Alangkah sayangnya jika kuliner khas ini tersingkir oleh merek global yang mungkin suatu saat akan datang.
Demikianlah sedikit saran yang bisa diberikan. Di akhir tulisan, izinkan saya menyelipkan sebuah pantun :
Jangan dicampur rumput dan kenari,
Kalau hendak memberi makan domba,
Jangan berlibur ke luar negeri,
Kalau tidak pernah ke Danau Toba.
Salam...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H