Setelah penyergapan, tentara Belanda plus Belanda hitam-nya kembali ke Payakumbuh. Serangan itu menewaskan sebanyak 69 orang pejuang antara lain Chatib Sulaeman (Ketua MPRD), Arisun St. Alamsyah (Bupati 50 Kota), Letkol Munir Latif (Komandan Militet Painan), Mayor Zainuddin(Komandan Batalyon Singa Harau), Kapten Thantawi dan Letnan Azinar dari Batalyon Merapi.Â
***
Setelah peristiwa tersebut, muncullah pertanyaan kenapa Belanda bisa mengetahui rapat yang direncanakan secara rahasia tersebut. Dugaan mulai muncul dan desas-desus kemudian berkembang tentang adanya mata-mata. Komandan militer yang bertanggung jawab atas keamanan menuduh Letnan Kamaluddin alias Tambiluak.Â
Letnan Kamaluddin dikenal di kampungnya dengan julukan Tambiluak, sejenis serangga berwarna hitam kekuningan yang terbangnya kencang. Ia adalah pemain sepak bola dan larinya memang kencang sehingga ia dijuluki demikian.
Ia dituduh membocorkan tempat rahasia rapat kepada pihak Belanda. Komandan Militer Sumatera Barat, Letkol Dahlan Ibrahim kemudian memerintahkan untuk menangkap Letnan Kamaluddin dan memvonisnya dengan hukuman mati.Â
Beberapa perwira bersama masyarakat kemudian mencarinya dan suasana hukum zaman revolusi yang sifatnya tumpas kelor pun berlaku. Anak istri, ipar dan saudaranya Letnan Muda Djalaluddin ikut dibunuh atas tuduhan pengkhianat yang ditempelkan kepadanya.Â
Letnan Kamaluddin sendiri ditangkap di Gadut, sekira 30 km dari Situjuh Batur. Ia dibawa ke sebuah rumah kosong dan saat diinterogasi, karena sudah ada niat untuk membunuhnya, maka salah seorang kemudian menebaskan parang yang mengenai kepalanya tapi tidak tepat sasaran.Â
Ia melawan dan berhasil lari ke daerah Ibuh (sekarang merupakan pasar tradisional Kota Payakumbuh), yang merupakan garis demarkasi antara Belanda dengan Republik.
Meski terluka parah, ia tidak pernah berobat dan hanya melilitkan handuk kumal di kepalanya, karena khawatir akan keselamatan jiwanya. Karena sangat menderita, akhirnya ia tidak tahan juga dan keluar dari persembunyian menemui Mayor Nurmatias di nagari Koto Nan Ampek, untuk meminta perlindungan.Â
Oleh Mayor Nurmatias ia disarankan untuk berobat ke rumah sakit di Kota Payakumbuh. Akan tetapi ia menolaknya mentah-mentah dan bersumpah bersedia mati dalam keadaan apa saja asal tidak pergi ke kota, karena hal itu akan memperkuat tuduhan orang bahwa ia adalah mata-mata Belanda.Â
Merasa tidak mendapat perlindungan, maka Letnan Kamaluddin kemudian pergi menuju daerah Kamang (sekitar 15 km dari Kota Bukittinggi), untuk menemui Kolonel Dahlan Djambek, perwira paling senior di Sumatera Barat. Namun ditengah jalan tepatnya di Padang Tarok, ia dicegat oleh anak buahnya sendiri dan kemudian dibunuh.