Mohon tunggu...
Vinofiyo
Vinofiyo Mohon Tunggu... Lainnya - Buruh negara

Pria

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mungkin 10 Tahun Lagi Tak Ada PNS

11 Oktober 2020   20:52 Diperbarui: 11 Oktober 2020   21:01 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru-baru ini, tepatnya beberapa hari yang lalu, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang nama lengkapnya Dr. Ir. Bima Haria Wibisana, MSIS atau singkatnya kita panggil Pak Bima menyinggung nasib profesi Pegawai NegeriSipil (PNS). Menurutnya, 10 tahun kedepan mungkin PNS tidak dibutuhkan lagi. Memang Pak Bima tidak mengatakan secara langsung kepada saya alias face to face karena beliau memang tidak kenal, namun dimuat di beberapa media yang kemudian saya baca.

Sebagai pembaca yang baik, saya akan membaca berita secara lengkap dan tuntas dalam arti tidak lupa membaca kolom komentar. Seperti biasa pastilah ada pro dan kontra diantara para pembaca, yang kadang isinya bikin ck..ck..ck..saking beraninya karena di dunia maya. Coba ketemu langsung, masih berani gak ya ?

Sebagian ada yang mendukung ucapan Pak Bima, bahkan saking mendukungnya diantara mereka tak lupa menyertakan caci maki pada profesi PNS. 

Saya tidak tahu apakah mereka dari kelompok idealis atau para pemikir meski tidak tertutup kemungkinan bisa juga berasal dari pengangguran yang dapat kuota internet dari hasil  menanduk orang tuanya dan merasa iri bin dengki terhadap PNS. 

Namun tidak bisa dipungkiri juga kalau stigma korup, malas, lamban dan tidak kreatif terlanjur melekat dalam masyarakat kita terhadap para abdi negara ini.

Sebagian lagi bersikap kontra dan dan saking kontranya tak segan-segan menghujat Pak Bima. Bisa jadi mereka ini berasal dari PNS yang tak ingin zona nyamannya terganggu dan pingin profesinya diwariskan ke anak sampai cucu, kalau bisa sampai ke buyut. 

Mungkin juga dari mereka yang berpandangan bahwa apapun yang disampaikan pemerintah melalui pejabatnya adalah salah, keliru, gagal paham atau apalah itu yang lainnya. Entahlah.

Pak Bima tentu bukan orang yang tiba-tiba dapat wangsit untuk melemparkan statementnya. Beliau pastinya tidak lagi ngelindur seperti saya dulu (saat SDSB masih ada) yang begitu bangun langsung mencari buku tafsir mimpi supaya dapat angka paten. Sudah tentu ada sebabnya kenapa keluar perkataan yang bisa bikin para pecinta profesi PNS panas dingin dibuatnya. 

Sekarang juga hal tersebut sebenarnya sudah mulai terjadi dan penyebabnya tak lain dan tak bukan adalah pandemi Covid-19. Gara-gara si covid ini tiba-tiba saja para PNS (swasta juga) merubah cara kerja dari sehari-harinya di kantor menjadi bekerja dari rumah (Work From Home). 

Rapat-rapat atau pelatihan yang dulu kerap diadakan (atau diada-adakan?) di hotel mau tidak mau harus diganti menjadi rapat daring. Artinya, apa yang beliau kemukakan kenyataannya sudah terjadi. Secara jelas, beliau menyukai WFH dan inovasi teknologi yang dihasilkan dari pola kerja baru ini.

Namun tahukah Pak Bima kalau WFH ini juga memiliki kerugian ? Saya kasih tahu ya, gara-gara WFH para peserta rapat terpaksa hanya mengikuti dari rumah dan tidak bisa pergi ke hotel. Mereka juga tak dapat uang saku yang kegunaannya antara lain untuk makan minum tapi tak bisa digunakan karena panitia sudah menanggungnya. 

Mau tidak mau terpaksa juga uangnya masuk kantong karena sayang rasanya dikembalikan pada negara. Tak hanya peserta rapat yang rugi loh pak. Para PNS yang selama ini jadi panitia juga ikut rugi karena tak lagi memperoleh fee atau potongan harga kamar maupun ruangan dari pihak hotel. 

Belum lagi keuntungan dari mark up alat tulis atau paling tidak mark up foto copy, yang sekarang tak perlu lagi karena bahan rapat dikirimnya melalui file. Siapa yang harus mengganti kerugian ini ?

Hilangnya profesi tertentu termasuk PNS sebenarnya adalah sebuah keniscayaan seiring perkembangan teknologi. Tanpa adanya faktor pandemi, dimasa yang akan datang, mungkin saja hanya hanya dalam hitungan tahun hal ini akan terjadi karena cepatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. 

Yuval Noah Harari dalam buku Homo Deus telah menjelaskan bagaimana kemajuan teknologi dimasa depan akan menggantikan peran mamusia. Jadi secara ide, apa yang dikemukakan Pak Bima bukan hal baru, sehingga para PNS bahkan juga Presiden dan menteri-menterinya tak perlu terkaget-kaget.

Jusuf Kalla, sewaktu masih menjadi Wakil Presiden pernah mengatakan kalau ingin negara maju maka yang harus diperbanyak adalah jumlah pengusaha dan bukan jumlah PNS. 

Bayangkan saja, seperempat anggaran APBN habis hanya untuk membayar gaji dan tunjangan birokrat. Bahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menemukan daerah yang anggaran APBD diperuntukkan untuk belanja pegawai sebesar tujuh puluh persen. Apa nggak edan itu namanya ?. 

Kapan negara mau maju kalau belanja pemerintah kebanyakan habis buat gaji birokrat. Seolah-olah anggaran negara yang susah payah disediakan jika perlu dari ngutang justru hanya menyisihkan porsi kecil untuk belanja modal. Belum lagi kelakuan korup sejumlah PNS yang lupa kalau dirinya adalah pelayan masyarakat dan menganggap kantornya adalah perusahaan pribadi warisan turun temurun. 

Pandemi adalah musibah namun dibalik musibah tentu ada hikmahnya. Karena ada wabah justru kita tahu ternyata tak perlu menumpuk PNS sebanyak-banyaknya. Karena itu mulai sekarang, terutama buat yang masih kuliah, berhentilah berharap jadi PNS. Mari jadi pengusaha yang bisa menciptakan lapangan kerja dan membawa kemajuan pada negara seperti kata Pak Jeka.

Btw, apa sih profesi saya kok setuju-setuju wae sama Pak Bima ? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun