Saat pemberlakuan jam malam maka masyarakat tidak keluar lagi untuk nongkrong di warung kopi. Namun bukan kali ini saja jam malam diberlakukan disana. Sebelumnya saat konflik masyarakat juga sudah terbiasa menghadapi aturan jam malam sehingga saat terjadi pandemi saat ini maka mereka tinggal mengulang kembali kebiasaan yang dahulu pernah dilakoni.
Faktor keempat adalah kewenangan khusus pemerintah Aceh. Diantara provinsi lain, bahkan sesama daerah yang menyandang status istimewa, Aceh memiliki kewenangan lebih besar dalam mengatur urusan daerahnya. Pemerintah pusat secara garis besarnya hanya berwenang penuh dalam urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan yustisi, moneter dan fiskal nasional serta urusan tertentu dalam bidang keagamaan. Karena itulah pemerintah dapat segera mengambil langkah pencegahan termasuk menutup perbatasan tanpa perlu tarik ulur dengan pemerintah pusat.
Faktor kelima adalah kepatuhan masyarakat terhadap ulama. Aceh yang juga disebut sebagai "Serambi Mekah" dikenal dengan masyarakatnya yang religius. Â Ulama adalah panutan dan sangat dihormati sehingga peran aktif ulama dalam memberikan bimbingan dan imbauan dalam menghadapi pandemi akan dipatuhi oleh masyarakat.
Demikianlah beberapa faktor krusial yang dapat dijadikan contoh bagi daerah lain, namun tentu dengan kekhasannya masing-masing.
Usaha sudah dilalukan tetapi harus diaadari bahwa jalan masih panjang. Namun setidaknya ada secercah harapan dari ujung Barat Sumatera untuk Indonesia. Semoga Aceh mampu mempertahankannya dan daerah lain juga mampu menekan penyebarannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H