Mohon tunggu...
Vinofiyo
Vinofiyo Mohon Tunggu... Lainnya - Buruh negara

Pria

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Aceh Minim Covid 19, Apa Penyebabnya?

29 Mei 2020   08:30 Diperbarui: 29 Mei 2020   08:33 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : merdeka.com

Sejak ditemukannya kasus positif Covid 19 pertama di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020, maka jumlahnya terus bertambah setiap hari.

Diawali dengan ibu dan anak di Depok yang tertular dari warga negara Jepang, maka penyebarannya kemudian merambah ke daerah sekitarnya. Awalnya masih sebatas daerah di Pulau Jawa, kemudian menyebar ke seluruh Indonesia. Data terakhir menunjukkan seluruh provinsi telah terjangkit.

Pada awalnya, jumlah kasus positif masih dalam hitungan satu dan dua digit. Kalau dibandingkan dengan jumlah penduduk, maka sebenarnya Indonesia boleh bersyukur karena persentase penduduk yang positif dan lonjakan pertambahan pasien positif Covid tidak sebesar negara lain. Hingga saat ini pertambahan kasus positif per hari masih dalam angka ratusan dan mudah-mudahan bisa dipertahankan tidak menyentuh angka ribuan sambil terus berusaha agar kurva penyebaran bisa turun.

Sejauh ini, DKI Jakarta masih menjadi provinsi dengan kasus positif Covid 19 tertinggi di Indonesia. Posisi sebagai ibu kota negara yang padat penduduk dan tingginya mobikitas baik dari luar negeri maupun transmisi lokal menjadi salah satu sebabnya. Berbagai langkah telah diambil baik oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah termasuk salah satunya dengan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Harapan kesembuhan pasien Covid 19 sebetulnya besar karena hanya pasien dengan penyakit bawaan tertentu yang mengalami gejala berat ataupun meninggal. Namun kemampuan penyebaran virus sangat tinggi. Hal inilah yang dikhawatirkan karena kemampuan layanan medis terbatas. Bahkan negara-negara maju seperti Perancis dan Amerika Serikat kewalahan menghadapinya kecepatan penyebaran virus. Sampai ditemukannya vaksin, maka hal yang paling utama adalah menjaga tingkat penyebaran virus dalam batas yang masih dapat ditangani oleh layanan medis, termasuk Indonesia.

Dengah kekhawatiran demikian, satu hal yang cukup fenomenal adalah penyebaran Covid 19 di provinsi Aceh. Bisa dikatakan bahwa sejauh ini Aceh berhasil mengendalikan penyebaran virus dan tercatat sebagai provinsi paling kecil jumlah pasien positif corona. Meski termasuk provinsi yang lebih awal ditemukan kasus positif daripada daerah lain di Sumatera, namun Aceh berhasil menekannya. Kasus pertama ditemukan pada 12 Maret 2020, namun berhasil ditekan menjadi nol pada tanggal 12 April 2020. Meski kemudian terjadi lagi penambahan namun Aceh tetap menjadi daerah paling sedikit pasien positif dengan tingkat kesembuhan tinggi. Praktis jumlah yang dirawat masih dalam hitungan jari sehingga layanan medis di provinsi tersebut tidak keteteran dalam menghadapi pandemi.

Kesuksesan Aceh patut ditiru oleh provinsi lainnya. Namun apa yang menyebabkan mereka mampu memcatatkan hasil yang menggembirakan tersebut. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya dan semua faktor itu saling terkait. Artinya tak mungkin ada keberhasilan jika satu sebab tidak didukung oleh sebab lain seperti langkah pemerintah yang juga harus diikuti oleh kesadaran masyarakat.

Faktor pertama adalah kondisi geografis provinsi Aceh yang merupakan daerah paling ujung barat Indonesia. Aceh bukan daerah perlintasan seperti provinsi lain di Sumatera, namun adalah daerah tujuan. Kondisi sebagai daerah non lintas membuat membuat pengaturan lintas orang atau barang lebih mudah dilakukan. Aceh hanya bertetangga dengan Sumatera Utara dan jalan masuk hanya ada dua yaitu daerah pantai timur dan barat. Jalur tikus praktis tidak ada sehingga penyekatan di gerbang provinsi dapat memberikan hasil maksimal.

Faktor kedua adalah kecepatan Pemerintah Daerah melakukan langkah pencegahan. Saat kasus pertama ditemukan pemerintah langsung bergerak menutup sekolah. Provinsi lain masih membiarkan sekolah buka, bahkan salah satu gubernur ada yang mengeluatkan statemen kalau sekolah belum perlu diliburkan karena belum ada yang meninggal, Aceh justru bergerak cepat.

Para perantau yang pulang kampung, sebahagian besar mahasiswa langsung didatangi dan dipantau. Kegiatan masyarakat kemudian juga dibatasi dengan pemberlakuan jam malam di wilayah tertentu yang ditengarai punya potensi tinggi terjangkit virus.

Faktor ketiga adalah kedisiplinan masyarakat. Meski bertahun-tahun lamanya daerah Aceh dilanda konflik, namun tidak berarti bahwa masyarakatnya adalah warga yang bandel dan tak peduli pada peraturan dan imbauan pemerintah.

Saat pemberlakuan jam malam maka masyarakat tidak keluar lagi untuk nongkrong di warung kopi. Namun bukan kali ini saja jam malam diberlakukan disana. Sebelumnya saat konflik masyarakat juga sudah terbiasa menghadapi aturan jam malam sehingga saat terjadi pandemi saat ini maka mereka tinggal mengulang kembali kebiasaan yang dahulu pernah dilakoni.

Faktor keempat adalah kewenangan khusus pemerintah Aceh. Diantara provinsi lain, bahkan sesama daerah yang menyandang status istimewa, Aceh memiliki kewenangan lebih besar dalam mengatur urusan daerahnya. Pemerintah pusat secara garis besarnya hanya berwenang penuh dalam urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan yustisi, moneter dan fiskal nasional serta urusan tertentu dalam bidang keagamaan. Karena itulah pemerintah dapat segera mengambil langkah pencegahan termasuk menutup perbatasan tanpa perlu tarik ulur dengan pemerintah pusat.

Faktor kelima adalah kepatuhan masyarakat terhadap ulama. Aceh yang juga disebut sebagai "Serambi Mekah" dikenal dengan masyarakatnya yang religius.  Ulama adalah panutan dan sangat dihormati sehingga peran aktif ulama dalam memberikan bimbingan dan imbauan dalam menghadapi pandemi akan dipatuhi oleh masyarakat.

Demikianlah beberapa faktor krusial yang dapat dijadikan contoh bagi daerah lain, namun tentu dengan kekhasannya masing-masing.

Usaha sudah dilalukan tetapi harus diaadari bahwa jalan masih panjang. Namun setidaknya ada secercah harapan dari ujung Barat Sumatera untuk Indonesia. Semoga Aceh mampu mempertahankannya dan daerah lain juga mampu menekan penyebarannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun