Mohon tunggu...
Good Words
Good Words Mohon Tunggu... Penulis - Put Right Man on the Right Place

Pemerhati Bangsa

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Gastronasionalisme Mi Instan

10 Desember 2022   17:05 Diperbarui: 10 Desember 2022   17:09 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Mi Instan | Sumber : pexel/thngocbich

Konflik Rusia dengan Ukraina yang berdampak pada persediaan gandum bisa menjadi momentum bagi kebangkitan mi instan berbahan lokal guna mendukung kedaulatan pangan.

Sejak tahun 2001, pemerintah Indonesia telah mencoba mengembangkan agribisnis gandum dalam negeri; namun keberhasilannya terbatas. Pemerintah tak tinggal diam dan saat ini mencari alternatif pengganti gandum.

Kita harus tetap fokus pada filosofi dasar produksi mi instan lokal, yaitu mengombinasikan tepung terigu dengan aneka tepung lokal. Tepung terigu menjadi layaknya lokomotif yang mengandeng gerbong aneka tepung lokal yang melimpah di Indonesia tetap menggunakan komponen tepung terigu, bukan menggantinya seratus persen. Perlu beberapa karakteristik penguat mi seperti kandungan gizi, elastisitas, dan kelenturan. Pastinya akan muncul aneka karakter mi berbahan lokal, saling melengkapi agar menjadi dasar pemilihan uji preferensi masyarakat.

Mi berbahan lokal sejak pangan mi diterima secara lidah dan budaya masyarakat Indonesia, aneka upaya modifikasi dilakukan. Keberlimpahan ragam sumber karbohidrat patut dicoba. Penepungan menjadi langkah awal perakitan teknologi mi di Nusantara. Substitusi sebagian tepung terigu tak hanya berasal dari sorgum, tetapi juga dengan tepung ubi kayu/singkong, ketela rambat, jagung, waluh atau labu hingga talas. Bahkan banyak mi instan berbahan baku lokal sudah mulai diproduksi. Mi mocaf ataupun mikong, misalnya, mewakili mi instan berbahan campuran terigu dan tepung ubi kayu. Sumber daya singkong yang melimpah dan teknologi tepung Mocaf (Modified Cassava Flour) menyediakan bahan dasarnya.

Hal yang perlu ditekankan, upaya subsitusi bahan baku mi instan bukanlah taktik meraup keuntungan berlebihan (greedflation). Efisiensi industri perlu dikedepankan agar harga mi instan lokan mampu bersaing dengan mi instan berbahan baku gandum impor. Selain itu, yang perlu dipertimbangkan, subsitusi bahan baku mi instan akan berpengaruh pada perubahan tampilan, rasa, dan tekstur. Produsen harus memastikan mi instan lokal tetap menjadi representasi selera nusantara dan mampu bersaing rasa dengan mi instan gandum.

Semua itu bisa dikembangkan UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) dengan dukungan pendekatan ABGC (Academician, Business, Government, Community). Akademisi, pelaku bisnis, pemerintah dan masyarakat bersinergi merakit teknologi, mendukung dan memfasilitasi iklim usaha. Masyarakat mengawalnya hingga produk menjadi milik bangsa dan bangga mengonsumsinya dalam keseharian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun