Misalnya, Bianca Argimon, seorang seniman Belgia yang tinggal di perusahaan induk tekstil Herms di wilayah Lyon, tertarik untuk mencetak pada kain muslin sutra, bahan yang sangat halus. Dengan dukungan dari Yayasan Herms, ia menghasilkan cetakan sutra yang menggambarkan ekses masyarakat konsumen, terinspirasi oleh lukisan terkenal Hieronymus Bosch.
Intinya adalah jika produsen barang mewah ingin memenangkan reputasi dan nilai etika, mereka perlu melakukan lebih dari sekadar "menghijaukan" produk dalam operasional mereka. Mereka perlu mengomunikasikan semangat dan komitmen orang-orang mereka terhadap seni mereka. Pelanggan perusahaan harus disadarkan tentang seberapa besar perhatian dan perasaan telah tertanam dalam proses manufaktur yang panjang dan kompleks yang masuk ke setiap produk atau layanan mewah yang dipasok perusahaan. Itulah yang nilai etis yang sangat penting dan bisa kita pelajari agar brand-brand Indonesia juga memiliki kesempatan memiliki posisi tawar yang tinggi seperti brand-brand mode dunia.
Sumber Referensi: IESEG School of Management Paris; Harvard Business Review, Boston dan artikel relevan yang terkait.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H