Mohon tunggu...
Good Words
Good Words Mohon Tunggu... Penulis - Put Right Man on the Right Place

Pemerhati Bangsa

Selanjutnya

Tutup

Money

Quo Vadis Kedaulatan Pakan Ternak Kita

8 September 2021   13:52 Diperbarui: 8 September 2021   14:45 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulog harus belajar dari pengalaman, belajar dari permasalahan yang ada selama ini agar bisa semakin meningkatkan kecepatan pelayanan, sehingga pesanan jagung dari peternak bisa segera dilayani, dan distribusi jagung ke peternaknya pun semakin lancar. Di samping itu, peternak juga harus memiliki komitmen, jagung yang sudah dipesan harus segera diambil, supaya tidak merugikan Bulog.

Khusus untuk jagung produksi lokal, pemerintah perlu menyediakan data yang akurat, terbagi dengan jelas antara produksi jagung untuk konsumsi manusia dan jagung untuk pakan ternak. Hal ini sangat penting, karena di lapangan data yang ada bias. Data jagung yang dicatat Kementerian Pertanian, data BPS (Badan Pusat Statistik), data USDA (United State Department of Agriculture), semua berbeda. Swasembada jagung yang didengung-dengungkan selama ini tidak tercermin dari ketersediaan di lapangan dan harga yang jauh di atas harga acuan Permendag No. 27/M-DAG/PER/5/2017 tentang Penetapan Harga acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen halaman 7, yaitu sebesar Rp 4.000 per kg untuk jagung dengan kadar air 15 %.

Secara empiris, masalah jagung untuk pakan dari tahun ke tahun pada hakekatnya tidak pernah berubah, yaitu disebabkan adanya mismatch antara karakteristik budidaya jagung di Indonesia dengan karakteristik industri pakan. Jadi, itulah akar masalahnya. Bukan persoalan jumlah produksi atau industri pakan tidak mau membeli jagung petani, atau industri pakan lebih suka jagung impor, tetapi karena impor lebih mudah dan bisa "ngutang" seperti yang ada dibenak para pengambil kebijakan selama ini. Buktinya, walaupun produksi jagung secara nasional terus meningkat dari tahun ke tahun, dan kebutuhan jagung untuk industri pakan tidak lebih dari separuhnya, masalah jagung tetap muncul setiap tahun, sehingga harga selalu fluktuatif dan bergerak tak menentu.

Sementara pemerintah masih percaya diri akan menyetop impor jagung karena produksinya cukup.Tetapi kenyataannya tidak pernah menyelesaikan masalah jagung. Walaupun yang boleh impor jagung saat ini hanya Bulog, tetapi hakekatnya jagung tetap impor untuk memenuhi kebutuhan industri pakan. Bahkan berdampak langsung terhadap terjadinya peningkatan impor gandum, sebagai substitusi jagung untuk pakan. Dimana masalahnya? Masalahnya adalah pemerintah tidak mau mendengar dan memahami masalah sebenarnya tentang jagung ini. Disamping itu, rekomendasi hasil rapat, diskusi,dan seminar masalah jagung selama ini, tidak pernah secara serius ditindak-lanjuti oleh Kementerian Pertanian, kecuali aspek produksinya.

Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, pemerintah perlu melakukan bauran kebijakan untuk menyelamatkan industri pakan

  • Perlu kebijakan Industrialisasi Susbstitusi Impor (ISI) untuk mengurangi ketergantungan impor bahan baku pakan yang dari tahun ke tahun terus meningkat.
  • Pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) pada beberapa bahan pakan ternak dinilai sangat berpengaruh terhadap harga pakan, industri pakan mengharapkan jenis bahan pakan yang dibebaskan dari PPN ditambah lagi.
  • Pemerintah perlu meningkatkan insentif fiskal melalui beberapa fasilitas dengan harapan besar industri pakan ternak akan pulih dengan cepat. Mengingat kementerian dan lembaga yang membina industri pakan ini memang banyak, lintas sektoral. Bahkan bisa dikatakan mengandung hajat hidup industri lain dan masyarakat konsumen.
  • Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 142/2017 dinilai sangat berpengaruh terhadap harga pakan di Tanah Air. Pasalnya, dalam aturan itu menyebutkan hanya ada 15 jenis bahan pakan ternak yang dibebaskan dari pengenaan PPN. Oleh sebab itu dalam RUU PPN pemerintah perlu menambah jenis bahan pakan ternak untuk pembebasan PPN terhadap bahan baku impor.
  • Hal ini sangat membantu peternak jika harga pakan melonjak dan disaat yang sama harga jual produk turunan mengalami penurunan, seperti telur dan susu, sehingga keberlangusngan sektor peternakan akan terus tumbuh. Hendaknya kita bercermin industri pakan dari Malaysia yang tidak mengenakan PPN pada impor bahan baku pakan untuk menjaga stabilitas harga. Mereka juga tidak mengenakan dan bea masuk (impor duty). Cukup membayar biaya logistik berupa custom clearence, forwarding, dan handling.

Sumber Referensi: Badan Pusat Statistik, Kementerian Pertanian RI, Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) , Institut Pertanian Bogor, dan berbagai sumber bacaan yang relevan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun