Mohon tunggu...
Irvan Kurniawan
Irvan Kurniawan Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk perubahan

Pemabuk Kata

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Detik-Detik Menentukan, Benarkah Pak Jokowi Berkhianat?

16 Oktober 2023   10:02 Diperbarui: 16 Oktober 2023   11:08 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

....

Tapi persoalan besarnya bukan itu. Soalnya adalah Jokowi sebenarnya mendukung siapa? Mengapa ia masih mempertimbangkan Prabowo dan terkesan belum tegak lurus ke Megawati?

Ada dua analisis yang saya kemukakan di sini. Pertama analisis positif bahwa Jokowi ingin mempertahankan stabilitas politik hingga akhir masa jabatannya. Ia sengaja bermain dua kaki, agar program-program strategis nasional yang sekarang sedang dikerjakan tidak terganggu hingga masa jabatannya berakhir.  Jika ia menyatakan dukungan ke salah satu calon, maka polarisasi akan semakin tajam dan mengganggu pembangunan nasional.

Kedua adalah analisis negatif. Ada satu ketakutan besar bahwa Jokowi sedang masuk dalam jebak emosional yang dilakukan Prabowo. Ada pendapat yang mengatakan, kalau Prabowo memainkan strategi kuda troya. Ia masuk ke dalam istana dan mengobrak abrik pendukung Jokowi. 

Caranya adalah dengan terus menunjukan loyalitas dan kedekatannya dengan Jokowi sehingga para pendukung merasa Jokowi memilih Prabowo. Hal ini diperkuat dengan fakta Prabowo yang selalu mengekor langkah Jokowi. Adik Prabowo bahkan menyebut 99,9 persen program Prabowo nantinya mengikuti program Jokowi.

Alhasil Jokowi masuk dalam jebakan perasaan. Ia tak tega menyatakan dukungan ke Ganjar karena tidak enak dengan perasaan Prabowo. Mungkin juga Jokowi merasa kasihan dengan Prabowo yang selalu gagal menjadi Presiden padahal usianya makin renta dan menua. Karena itu Jokowi berpikir, ya sudahlah kali ini giliran dikasih ke Prabowo saja. Jika pertimbangan emosional ini yang dipakai Jokowi maka bahaya tercipta.

Di tengah situasi politik dan ekonomi global yang tak menentu, Kita sebenarnya membutuhkan pemimpin yang tak hanya berani mengambil keputusan tetapi juga punya energi yang besar untuk menjalankan keputusan. 

Ya kurang lebih seperti pak Jokowi sendiri yang dalam sehari bisa blusukan ke tiga propinsi sekaligus. Pemimpin energik seperti memang harus didukung usia yang relatif muda mengingat usia harapan hidup laki-laki Indonesia hanya 70 tahun. Selebihnya adalah bonus umur. Apa bisa Pak Prabowo seperti Jokowi?

Semua analisis maupun kecurigaan ini memang hanya tinggal menunggu waktu untuk mendapat kepastian. Jika pada Senin, 19 Oktober 2023, keputusan MK menurunkan usia cawapres dari 40 tahun, maka Gibran dipastikan lolos menjadi cawapres Prabowo. Jika Gibran menjadi cawapres Prabowo, maka ketakutan Denny Siregar menjadi semakin nyata: Jokowi bakal mengkhianati Megawati. Selanjutnya bisa ditebak, pilpres bakal menjadi panas membara.

Namun rasa-rasanya tidak mungkin Pak Jokowi melakukan hal itu. Kita percaya bahwa Jokowi akan mengambil keputusan yang tepat dan bijak. Lebih baik, Jokowi tetap mempertahankan dualisme dukungan sampai presiden baru terpilih dan membiarkan ketiga capres bertarung bebas secara fair play. Bagaimana menurut teman-teman? Silakan berbagai pendapat di kolom komentar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun