Jokowi dalam dentuman dinamika politik yang demikian brutal itu, berhasil lolos sebagai pemenang. Ia lolos dalam permainan isu radikalis vs Pancasilais, nasionalis vs teroris serta isu SARA yang nyaris membakar Indonesia beberapa waktu lalu.
Hemat saya jalan panjang dan terjal ini adalah pertaruhan panjang bagi PDIP dan partai pendukungnya. Mengapa? Karena peristiwa politik tersebut selalu membekas dalam ingatan dan sejarah.
Itulah alasannya mengapa pertimbangan isu radikalisme juga dibawa-bawa dalam pemilihan menteri Jokowi. Jenderal tentara dan polisi masuk kabinet untuk siap menangkal radikalisme dan pengganggu Pancasila.
Dengan demikian, masa depan Jokowi Effect masih sangat panjang selama tidak ada dentuman politik lain yang mampu mengalahkan dua branding isu di atas. Bahkan sampai Jokowi menghabiskan periodenya yang kedua sekalipun, persepsi-persepsi itu masih melekat.
Ya, politik adalah perang menguasai persepsi publik. Siapa yang berhasil menguasai persepsi, ia keluar sebagai pemenang.
Jadi, mumpung persepsinya masih kuat dan isu sebagai bahan bakarnya masih 'dihidup-hidupkan' terus, mengapa harus mencari orang lain? Bukankah anak Jokowi adalah pilihan yang paling tepat sehingga narasinya akan selalu nyambung?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H