Menurut pandangan beberapa orang maupun kelompok, pasal ini justru mendistorsi Pancasila karena kembali lagi ke Pancasila 1 Juni saat Bung Karno menyampaikan pendapatnya tentang ideologi negara di hadapan BPUPKI. Â Ada pula yang menyoalkan term 'ketuhanan yang berkebudayaan' berpotensi mensekulariasikan Indonesia.
Selain itu, beberapa organisasi keagamaan juga menyoroti ketiadaan Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966 dalam konsideran yang menyatakan Partai Komunis Indonesia sebagai organisasi terlarang dan larangan menyebarkan ajaran Komunisme, Marxisme, dan Leninisme di Indonesia. Ketiadaan TAP MPRS inilah yang kemudian berkembang wacana akan lahir kembalinya Komunisme di Indonesia.
Tanggapan
Hemat saya, riak-riak protes terhadap RUU HIP sesungguhnya menggambarkan paranoid berlebihan tanpa didukungi oleh fakta-fakta sejarah. Pertama anggapan bahwa RUU ini bakal mendistorsi Pancasila sungguh tak berdasar. Kehadiran RUU HIP justru akan memperkuat penanaman  nilai-nilai Pancasila di tengah kemerosotan nilai dan amnesia sejarah yang sedang melanda bangsa Indonesia.Â
Maraknya prilaku korupsi, kesenjangan sosial yang menganga, perilaku amoral, dan gaya hidup hedonis serta individualistik, perlu dijawabi dalam kerangka UU yang menguatkan posisi Pancasila. Ketika belum dinyatakan dalam undang-undang khusus, keberadaan Pancasila serta implementasinya selama ini terkesan hanyalah pemanis bibir dan sangat normatif.Â
Untuk itulah mengapa Bab tentang Masyarakat Pancasila dibahas dalam RUU ini. Pasal 8 termaktub penjelasan tentang  tata Masyarakat Pancasila dan pasal 9 terkait Unsur Pokok Tata Masyarakat Pancasila. Selain itu terdapat Bab khusus yang mengatur tentang Pancasila sebagai Pedoman Pembangunan Nasional.
Demikian pun dalam pembangunan demokrasi, terdapat dua substansi penting yang dijelaskan di sana yakni demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Paham ini memang buah gagasan Bung Karno. Bung Karno menyebutnya sosio-demokrasi.Â
"Dengan demokrasi politik dan demokrasi ekonomi itu, maka nanti di seberangnya jembatan emas masyarakat Indonesia bisa diatur oleh rakyat sendiri. Demokrasi politik dan demokrasi ekonomi akan menjadikan suatu masyarakat tanpa kapitalisme dan imperialisme," tegasnya.Â
Singkat kata, sosio-demokrasi adalah demokrasi massa rakyat yang dikontrol oleh rakyat dan menjamin hak-hak warga negara. Dengan demikian, sosio-demokrasi berusaha menggabungkan demokrasi politik dan demokrasi ekonomi demi terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur.
Jika merefleksikan kehidupan berdemokrasi Indonesia saat ini, sesungguhnya penerapan nyata konsep ini dalam bentuk UU, sangat relevan di tengah kehilangan arah dan kekaburan substansi demokrasi Indonesia. Akar persoalannya  yakni demokrasi politik yang sebatas prosedural (as if democracy) dan demokrasi ekonomi yang mengangkangi prinsip keadilan sosial sehingga terjadi kesenjangan sosial yang sangat akut di negeri ini.Â
Di tengah kemiskinan, praktek demokrasi justru melahirkan demokrasi-oligarki. Kemiskinan rakyat malah menjadi berkah bagi politisi opurtunis untuk membeli suara rakyat. Roda demokrasi pun dikuasai oleh segelintir orang serta luput dari partisipasi dan kontrol rakyat.