Mohon tunggu...
Irvan Kurniawan
Irvan Kurniawan Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk perubahan

Pemabuk Kata

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Revisi UU KPK: Setelah Rakyat Dicebongkan dan Dikampretkan

7 September 2019   21:45 Diperbarui: 7 September 2019   22:02 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: twitter @KPK_RI

Jika tidak, kita patut bersyukur bahwa presiden Jokowi masih pro terhadap suara rakyat, sebagaimana ungkapannya yang tersohor "Demokrasi itu Mendengarkan".

Namun jika iya inilah waktunya merevisi UU KPK, rakyat bisa berpandangan bahwa keputusan penundaan Presiden Jokowi hanyalah usaha untuk menarik simpatik rakyat.

Bahwa Jokowi dan orang-orang di sekelilingnya memang menginginkan UU KPK direvisi di periode kedua. Periode yang mereka sebut sebagai periode 'tanpa beban'. Periode di mana presiden bisa berbuat apa saja tanpa takut akan terpilih lagi atau tidak.

Harapan rakyat memang lebih banyak disodorkan kepada presiden Jokowi. Sebabnya kita sudah tahu bersama bahwa, DPR telah sekian lama menjadi bagian dari sistem korupsi. Itulah sebabnya mengapa saya tidak heran mengapa usulan revisi UU KPK selalu datang dari DPR.

Data ICW bahkan menyebutkan, 22 anggota dewan pilihan rakyat menjadi tersangka korupsi sepanjang 2014-2019.

Keputusan DPR membahas revisi UU KPK di akhir masa tugas ini semakin membenarkan anggapan bahwa parpol hanya membutuhkan suara rakyat menjelang pemilu. Setelahnya, suara rakyat dibuang ke selokan sampah.

Jika presiden Jokowi meng-iya-kan revisi UU KPK kali ini, artinya presiden adalah sahabat DPR yang telah sekian lama menjadi bagian dari sistem korupsi. Bukan sahabat rakyat.

Permainkan Suara Rakyat

Lebih miris lagi ketika kembali mengingat hawa panas Pemilu serentak 2019 lalu. Tentu masih teringat jelas di benak publik, bagaimana seteru keras antara kecebong dan kampret.

Mereka tak hanya berselisih di dunia nyata, tetapi juga tonjok-tonjokan keras di dunia maya.

Kedua kubu berusaha membela secara membabibuta kandidat jagoannya dan mengabaikan narasi lain yang lebih benilai bagi masa depan bangsa.

Hasrat kebencian menjadi ciri paling dominan dari kedua kubu. Dari berita kita mendengar perkelahian sesama saudara gara-gara beda pilihan, rusaknya keharmonisan antara tetangga, penolakan terhadap orang yang berbeda latar belakang agama, dan membias ke urusan makam orang mati seperti yang terjadi Yogyakarta dan Gorontalo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun