Ketiga adalah keterikatan atas kesepakatan-kesepakatan politik praktis yang jelas membatasi ruang gerak organisasi untuk lebih bekembang. Program-program yang akan dijalankan menjadi program yang berkutat dengan kesepakatan-kesepakatan sebelumnya, sehingga gagasan-gagasan yang independen cenderung tersandera dan tidak berkembang.
Keempat adalah usia pelajar yang notabene masih perlu banyak belajar di berbagai hal menjadi berkurang karena kegiatan-kegiatan yang berafiliasi dengan politik praktis. Usia-usia pelajar seyogyanya digunakan secara maksimal untuk menimba berbagai bekal kehidupan yang nantinya akan menjadi senjata ampuh sebagai pemimpin di masa depan.
Kelima adalah kecenderungan untuk bersikap materialistis, untung rugi serta hilangnya keikhlasan untuk belajar dan berjuang, utamanya menegakkan kalimat Allah dan syiar NU yang memang butuh keikhlasan dan pengorbanan. Sikap-sikap ikhlas, rela berkorban, berjuang tanpa pamrih serta ghiroh yang tinggi cepat atau lambat akan pupus, terganti dengan untung dan rugi, sebab usia IPNU-IPPNU bisa dikatakan masih kurang matang dalam prinsip hidup dan politik.
Pembelajaran politik praktis tidak bisa diartikan harus terjun langsung di dalamnya. Banyak hal yang bisa dilakukan oleh rekan dan rekanita pelajar yang keren ini, misalnya melaksanakan penelitian tentang persepsi masyarakat atas pemilu, mengadakan seminar dengan narasumber dari KPU atau Bawaslu, bahkan dapat dilakukan dengan menyebarkan ajakan-ajakan positif untuk tidak golput dan sebagainya. Sejatinya ketika seseorang sudah mulai masuk sebagai pengurus IPNU-IPPNU, di situlah dia sudah mulai berlajar berpolitik, belajar bersiasat, misalnya bagaimana mensukseskan acara dengan sumber daya terbatas, bagaimana mengembangkan kader dan banyak lagi hal yang dipelajari, politik juga dipelajari di IPNU-IPPNU, namun sekali lagi, bukan politik praktis ala Pilkada dan sejenisnya.
Kemudian juga sesuai peraturan yang berlaku bahwa pengurus IPNU dilarang untuk melibatkan diri (atas nama perseorangan) dan/atau organisasi (atas nama jabatan) dalam kegiatan politk praktis (lihat PRT IPNU). Larangan di atas tentu tidak boleh dilanggar selama yang bersangkutan masih berposisi sebagai pengurus, lain halnya jika sudah menjadi alumni atau bukan pengurus. Imbasnya adalah sanksi organisasi dapat diterapkan karena melanggar hal yang urgen dalam peraturan yang telah disepakati (lihat PO IPNU). Pengurus IPNU-IPPNU perlu sadar sebenar-benarnya bahwa masa IPNU-IPPNU merupakan masa yang belum tepat untuk berkecimpung di dunia politik praktis.
Salah satu tantangan (yang juga pembelajaran politik) bagi pengurus IPNU-IPPNU adalah bagaimana menjaga kader-kader IPNU-IPPNU agar tetap "netral" saat Pilkada dan sejenisnya. Biarlah IPNU-IPPNU tetap menjadi pelajar NU yang keren, pelajar NU yang bersemangat kelimuan, pelajar NU yang "unyu-unyu", pelajar NU yang hormat kepada Kiai-nya serta pelajar NU yang kreatif dan inovatif. IPNU-IPPNU belum saatnya dijejali dengan peliknya dunia politik praktis, belum saatnya untuk terjun dalam pemenangan-pemenangan kekuasaan. Biarlah IPNU-IPPNU belajar banyak hal lain dan biarlah IPNU-IPPNU tetap imut dan siap berjuang untuk NU kita semua, semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H