Mohon tunggu...
Wahyu Irvan
Wahyu Irvan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

IPNU-IPPNU di Pusaran Politik Praktis

5 Januari 2018   02:21 Diperbarui: 5 Januari 2018   03:35 1281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masa Kesetiaan Anggota IPNU-IPPNU (Dokpri)

Tulisan ini subjektif, tidak mewakili siapapun

Tahun 2018 dan 2019 bisa dikatakan merupakan tahun politik karena akan dilaksanakan Pilkada serentak di tahun 2018 serta Pilpres, Pileg dan sebagainya di tahun 2019. Sebagai warga negara yang baik, tentu berkewajiban untuk mensukseskan jalannya proses demokrasi yang ada di Indonesia, termasuk salah satunya mensukseskan proses pemilihan umum sesuai dengan porsinya masing-masing. Warga negara, termasuk yang ada di IPNU-IPPNU, selama memenuhi syarat yang ditetapkan peraturan yang berlaku, berhak menentukan pilihan sesuai dengan hati nuraninya masing-masing.

Sesuai dengan makna Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa politik adalah kebijakan, siasat, cara bertindak, sehingga politik dapat diartikan dalam lingkup yang luas. Berbeda dengan "politik praktis" yang dimaknai dengan siasat untuk mendapatkan kekuasaan baik di eksekutif pemerintahan maupun legislatif sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, dan proses ini sah serta dilindungi oleh konstitusi.

Bagaimana IPNU-IPPNU di politik praktis?

Seperti yang kita ketahui bahwa pelajar NU memiliki wadah untuk mengembangkan kreatifitas, minat dan keilmuan bernama IPNU dan IPPNU. Sesuai dengan tujuannya, wadah ini berupaya membentuk pelajar bangsa yang bertaqwa kepada Allah swt., berilmu, berakhlak mulia, berwawasan kebangsaan dan kebhinnekaan serta bertanggung jawab atas terlaksananya syariat Islam Ahlussunnah Wal Jamaah yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 demi tegaknya NKRI (lihat PRT IPNU atau IPPNU). Dilihat sekilas, tentu IPNU-IPPNU sama sekali bukan organisasi yang disiapkan atau diarahkan untuk memperoleh kekuasaan di pemerintah maupun parlemen. Namun hiruk pikuk pesta demokrasi baik Pilkada maupun Pilpres dan Pileg sering menyeret pengurus organisasi pelajar NU ini untuk ikut terjun di politik praktis. Bahkan ada beberapa pengurus dengan dalih pembelajaran politik berupaya menggalang massa untuk mendukung calon tertentu baik secara eksplisit maupun implisit.

Apa manfaat terjun di politik praktis untuk IPNU-IPPNU?

Jika mau jujur, tidak banyak manfaat yang diperoleh selain adanya hubungan yang baik dengan jaringan politik serta bantuan-bantuan kecil karena kedekatan dengan pelaku politik praktis. Pembelajaran politik yang kadang dijadikan alasan pun kadang menjadi tidak berarti jika berhadapan dengan kenyataan bahwa lebih banyak "kepentingan-kepentingan tertentu" ketimbang pemantapan para pelajar imut ini untuk siap terjun di dunia politik praktis sesungguhnya.

Jika begitu, bagaimana "madhorot" IPNU-IPPNU terjun di politik praktis?

Jika ada pengurus IPNU-IPPNU terjun di politik praktis, menjadi juru kampanye, mengikuti deklarasi dan dukung-mendukung calon serta menggalang massa untuk pemenangan calon tertentu, maka ada potensi besar terjadi hal-hal berikut,

Pertama adalah persepsi masyarakat bahwa IPNU-IPPNU toh akhirnya adalah wadah untuk menggalang massa dalam rangka pemenangan calon tertentu. IPNU-IPPNU kemudian tidak ada bedanya dengan organisasi kepemudaan sayap partai atau yang serupa, sehingga lambat laun masyarakat enggan untuk menyarankan anak-anaknya yang berusia pelajar untuk aktif di IPNU-IPPNU.

Kedua adalah kebiasaan pengurus IPNU-IPPNU untuk menjadi corong bagi calon tertentu dan kepanjangan tangan untuk mengajak memenangkan calon tertentu. Kebiasaan ini akan turun temurun dan lambat laun menghapus "khittah" awal dari didirikannya IPNU-IPPNU sebagai organisasi kepelajaran dan keilmuan karena kecenderungan untuk berpolitik praktis, padahal IPNU-IPPNU merupakan wadah untuk belajar dan berjuang.

Ketiga adalah keterikatan atas kesepakatan-kesepakatan politik praktis yang jelas membatasi ruang gerak organisasi untuk lebih bekembang. Program-program yang akan dijalankan menjadi program yang berkutat dengan kesepakatan-kesepakatan sebelumnya, sehingga gagasan-gagasan yang independen cenderung tersandera dan tidak berkembang.

Keempat adalah usia pelajar yang notabene masih perlu banyak belajar di berbagai hal menjadi berkurang karena kegiatan-kegiatan yang berafiliasi dengan politik praktis. Usia-usia pelajar seyogyanya digunakan secara maksimal untuk menimba berbagai bekal kehidupan yang nantinya akan menjadi senjata ampuh sebagai pemimpin di masa depan.

Kelima adalah kecenderungan untuk bersikap materialistis, untung rugi serta hilangnya keikhlasan untuk belajar dan berjuang, utamanya menegakkan kalimat Allah dan syiar NU yang memang butuh keikhlasan dan pengorbanan. Sikap-sikap ikhlas, rela berkorban, berjuang tanpa pamrih serta ghiroh yang tinggi cepat atau lambat akan pupus, terganti dengan untung dan rugi, sebab usia IPNU-IPPNU bisa dikatakan masih kurang matang dalam prinsip hidup dan politik.

Pembelajaran politik praktis tidak bisa diartikan harus terjun langsung di dalamnya. Banyak hal yang bisa dilakukan oleh rekan dan rekanita pelajar yang keren ini, misalnya melaksanakan penelitian tentang persepsi masyarakat atas pemilu, mengadakan seminar dengan narasumber dari KPU atau Bawaslu, bahkan dapat dilakukan dengan menyebarkan ajakan-ajakan positif untuk tidak golput dan sebagainya. Sejatinya ketika seseorang sudah mulai masuk sebagai pengurus IPNU-IPPNU, di situlah dia sudah mulai berlajar berpolitik, belajar bersiasat, misalnya bagaimana mensukseskan acara dengan sumber daya terbatas, bagaimana mengembangkan kader dan banyak lagi hal yang dipelajari, politik juga dipelajari di IPNU-IPPNU, namun sekali lagi, bukan politik praktis ala Pilkada dan sejenisnya.

Kemudian juga sesuai peraturan yang berlaku bahwa pengurus IPNU dilarang untuk melibatkan diri (atas nama perseorangan) dan/atau organisasi (atas nama jabatan) dalam kegiatan politk praktis (lihat PRT IPNU). Larangan di atas tentu tidak boleh dilanggar selama yang bersangkutan masih berposisi sebagai pengurus, lain halnya jika sudah menjadi alumni atau bukan pengurus. Imbasnya adalah sanksi organisasi dapat diterapkan karena melanggar hal yang urgen dalam peraturan yang telah disepakati (lihat PO IPNU). Pengurus IPNU-IPPNU perlu sadar sebenar-benarnya bahwa masa IPNU-IPPNU merupakan masa yang belum tepat untuk berkecimpung di dunia politik praktis.

Salah satu tantangan (yang juga pembelajaran politik) bagi pengurus IPNU-IPPNU adalah bagaimana menjaga kader-kader IPNU-IPPNU agar tetap "netral" saat Pilkada dan sejenisnya. Biarlah IPNU-IPPNU tetap menjadi pelajar NU yang keren, pelajar NU yang bersemangat kelimuan, pelajar NU yang "unyu-unyu", pelajar NU yang hormat kepada Kiai-nya serta pelajar NU yang kreatif dan inovatif. IPNU-IPPNU belum saatnya dijejali dengan peliknya dunia politik praktis, belum saatnya untuk terjun dalam pemenangan-pemenangan kekuasaan. Biarlah IPNU-IPPNU belajar banyak hal lain dan biarlah IPNU-IPPNU tetap imut dan siap berjuang untuk NU kita semua, semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun