Mohon tunggu...
Wahyu Irvan
Wahyu Irvan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Full Day School dan Madin di Sekolahan

11 Agustus 2017   16:38 Diperbarui: 12 Agustus 2017   13:29 1106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua Hari Libur Sekolah

Masalah lain yang digaungkan adalah bagaimana jika lima hari sekolah dengan dua hari libur sekolah, maka siswa akan lebih leluasa untuk menyia-nyiakan waktu, jalan-jalan, bermalas-malas dan ada kekhawatiran melakukan tindakan yang tidak baik karena banyaknya waktu libur? Seperti yang dikatakan banyak pakar, bahwa keluarga adalah pendidikan utama bagi anak-anak, sehingga dengan dua hari libur sekolah, keluarga dapat memaksimalkan waktu lebih panjang dengan anak-anaknya. Pendidikan yang baik bukan hanya kewajiban sekolah dan guru. Pendidikan yang baik adalah kewajiban semua komponen bangsa, utamanya keluarga.

Dua hari libur ini, jika diambil sisi positifnya, juga memberikan ruang gerak lebih luas kepada anak-anak untuk mengembangkan bakat dan minatnya, misalnya di sanggar kesenian atau organisasi kepelajaran, IPNU-IPPNU contohnya. Banyak agenda yang dapat dilaksanakan karena dua hari libur sekolah.

Keputusan Tanpa Juknis Detail

Banyak pihak yang memiliki kepedulian dengan madrasah diniyah menolak keputusan alias Permendikbud ini, salah satunya karena tidak dibarengi sosialisasi dan petunjuk teknis yang detail dan jelas. Ujug-ujug ada keputusan lima hari sekolah. Sehingga banyak pihak turun ke jalan maupun mendesak pemerintah untuk mencabut keputusan ini. Masih ingat, penolakan banyak pihak tentang penerapan Kurikulum 2013? Sekarang K-13 telah dilaksanakan di mayoritas sekolah, penolakan dahulu telah dilupakan. Masih ingat juga penolakan terhadap UN dan UN Berbasis Komputer? Sekarang suara-suara itu telah reda. Salah satu yang meredakan penolakan-penolakan tersebut adalah dengan sosialisasi terus-menerus serta duduk bersama seluruh komponen pendidikan untuk merumuskan yang terbaik, salah satunya pendidikan pesantren dan madrasah diniyah.

Lantas apakah Permendikbud ini benar-benar akan mematikan madrasah diniyah? Setahu saya, dulu ada madrasah diniyah tanpa bantuan dana sepeserpun dari negara tetap dapat dilaksanakan, apalagi hanya dengan keputusan semacam ini.

Duduk Bersama dan Bekerja Sama

Memang diakui bahwa Permendikbud ini terkesan tergesa-gesa. Seharusnya sebelum mengeluarkan keputusan berskala nasional ini, Pak Menteri mengajak semua komponen terutama dari pondok pesantren dan madrasah diniyah untuk duduk bersama dan merumuskan jalan terbaik. Diakui atau tidak, negara ini kuat, salah satunya karena peran santri dan pesantren, peran Kiai dan madrasah diniyah, jadi tidak ujug-ujug mengeluarkan keputusan berskala nasional. Kemudian juga perlu adanya survei yang akurat untuk lembaga-lembaga pendidikan formal dan lembaga-lembaga madrasah diniyah untuk dirumuskan jalan terbaik, jika lima hari sekolah tetap ingin diterapkan.

Salah satu yang mungkin dapat dilakukan adalah adanya MoU antar sekolah-sekolah umum dengan madrasah diniyah bekerja sama seperti pasal 6 Permendikbud ini. Misalkan ada kesepakatan nasional bahwa ada jam-jam tertentu yang harus dialokasikan untuk madrasah diniyah dengan guru-guru asli tamatan pesantren. Di satu sisi siswa terbekali dengan ilmu keagamaan yang cukup banyak, di sisi lain MADIN tetap eksis, bahkan dengan jumlah murid yang lebih banyak, karena semua siswa di sekolah kemudian tercakup dengan MADIN. Ada hal positif lain yakni organisasi keterpelajaran akan lebih berkembang. Tentunya semua ini harus dibarengi inovasi dan terobosan yang apikdari masing-masing sekolah.

Ada lagi, petunjuk teknis yang jelas yang mengayomi berbagai pihak, menyasar kepentingan semua komponen pendidikan harus segera dibuat secara detail. Selain itu, madrasah diniyah yang sudah berdiri lama perlu terus didukung baik untuk melanjutkan pembelajaran madrasah diniyah secara mandiri maupun kerja sama dengan sekolah/madrasah formal,Kemendikbud dan Kemenag harus mengawal total hal ini . Lantas bagaimana dengan masalah fasilitas?? Semua keputusan baru bidang pendidikan itu selalu dilaksanakan secara bertahap. Dalam hal ini, pejabat yang berwenang untuk pengadaan fasilitas yang mendukung Permendikbud ini perlu segera mengalokasikan dana secara efektif dan tepat sasaran dengan 20% APBN untuk pendidikan. Saya pribadi tetap menolak Permendikbud yang tidak disertai Juknis yang jelas. Saya menolak FDS yang tidak mengakumulasi kepentingan pesantren dan madrasah diniyah, juga menolak keputusan berskala nasional yang arogan dan tergesa-gesa.

Terakhir, apapun yang tertulis di sini, saya selalu menghormati para ulama, takdzim para Kiai dan ngalap barokah dari beliau-beliau. Semoga saya selalu diakui sebagai santri beliau, aamiin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun