Apakah kuliah itu mahal? Apakah kuliah mampu mengembalikan pengeluaran pendidikan? Pertanyaan ini masih menjadi misteri bagi masyarakat Indonesia yang saat ini dilema akan mahal nya biaya pendidikan dan biaya hidup. Isu ini tidak menjadi hambatan apabila berada pada masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi atau masyarakat yang memperoleh bantuan finansial dari pemerintah. Lantas bagaimana nasib dari masyarakat menengah ketika akan melanjutkan pendidikan tinggi?
Memutuskan untuk melanjutkan pendidikan tinggi merupakan keputusan yang besar dan sulit. Hal ini menyangkut pengorbanan finansial, kesiapan mental, dan konsistensi disiplin akademik. Satu hal yang sering dianggap sebagai beban berat dalam perkuliahan adalah finansial yang tentunya sangat besar. Ini tidak hanya menyangkut biaya pendidikan namun juga biaya yang dikeluarkan untuk kehidupan sehari-sehari. Di era sekarang ini, jenjang perkuliahan diduduki oleh Generasi Z atau kerap disebut sebagai Gen-Z. Generasi ini hadir di tengah kemajuan teknologi dan kecerdasan buatan. Tidak heran jika situasi emosional dari generasi ini cenderung ingin mendapatkan hasil yang cepat dalam suatu pekerjaan.
Keberadaan teknologi yang kian pesat juga membutuhkan pengeluaran dana yang tinggi termasuk dalam ranah pendidikan. Mahasiswa yang kini membutuhkan ranah teknologi sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas diri mau tidak mau harus mengorbankan dana finansial yang tidak bisa dibilang kecil. Ini menjadi polemik tersendiri bagi mahasiswa untuk harus mengatur keuangan sebaik mungkin. Mahasiswa harus mampu memilah antara pengeluaran utama dan pengeluaran sampingan. Mahasiswa juga harus mampu memilah pengeluaran sekarang dan masa yang akan datang.
Sebagian besar dari jumlah mahasiswa Gen-Z yang sedang menempuh pendidikan masih dibiayai oleh orang tua atau pun wali. Tidak sedikit juga mahasiswa harus mengambil kerja paruh waktu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bahkan hal yang paling memilukan adalah keputusan untuk berhenti melanjutkan perkuliahan karena keterbatasan dana finansial. Lantas bagaimana menyelamatkan keuangan mahasiswa Gen-Z di era modern ini?
Â
 Penting vs Tidak PentingÂ
Memilih hal yang urgent dan penting haruslah dilakukan dibandingkan memilih suatu hal yang sebenarnya tidak terlalu penting. Mahasiswa harus tahu di mana batas penting atau tidaknya kebutuhan yang dimiliki supaya tidak melebur menjadi satu pembiayaan. Pada hal ini, mahasiswa dapat membuat to-do-list kebutuhan menggunakan sistem skala prioritas. Selain itu, keberadaan dompet digital dapat membantu untuk mengatur keuangan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi hal di mana pengeluaran lebih besar dibandingkan dengan pemasukan. Kuantitas yang harus dikeluarkan untuk pengeluaran sampingan seperti nongkrong di cafe ataupun kualitas barang bermerek harus di bawah angka yang diperlukan untuk kebutuhan primer dan sekunder. Bukan berarti hal tersebut tidak boleh dilakukan namun tetap harus sesuai batasan pengeluaran.
Memilah penting atau tidaknya kebutuhan merupakan salah satu alat bagi mahasiswa untuk mengatur rencana keuangan di masa yang akan datang. Ini menjadi reminder yang memberikan informasi dalam kategori mana tingkat pengeluaran tertinggi. Selain itu, kemampuan untuk mengatur anggaran pribadi merupakan kebiasaan yang sangat baik bagi mahasiswa sebagai bekal kemampuan diri untuk dunia pekerjaan dalam lingkup mikro dan makro.
Apakah ikut-ikutan orang biar keren? Atau tetap kekeh pada fashion diri sendiri?
      Fenomena ikut-ikut pada orang lain supaya tidak ketinggalan disebut sebagai istilah fomo. Fomo yang menjadi bahasa unik pada mahasiswa Gen-Z sebenarnya bukan tindakan yang salah. Ini mengidentifikasi bahwa individu yang ikut-ikutan menjadi pribadi yang tidak tertinggal pada kemajuan zaman. Seyogyanya setiap insan pada mahasiswa harus mampu mengikuti perkembangan zaman yang kian lama kian maju. Namun, fomo pada orang lain harus memiliki batasan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Tingkat pendapatan setiap mahasiswa pasti berbeda-beda mulai dari jenjang bawah, menengah, hingga jenjang atas.
      Tidak sedikit mahasiswa nekat meminjam uang secara online atau yang sering dikatakan sebagai pinjol hanya untuk ikut gaya hidup lingkungan pergaulan demi pengakuan. Ini menjadi masalah besar apabila mahasiswa tidak mampu membayar tagihan uang pinjaman yang tentunya tidak kecil. Hal ini diperkuat dengan data dari Otoritas Jasa Keuangan pada bulan April yang lalu bahwa pertumbuhan rekening pinjol yang berusia 19-34 tahun mengalami tren kenaikan. Dari sebelumnya hanya 7,7 juta rekening per Februari 2024 menjadi 8 juta rekening pada April 2024. Ini artinya bahwa Gen-Z mendominasi jumlah total outstanding pinjaman online perseorangan yakni sebesar Rp 28,86 triliun.
Memilih pergaulan juga menjadi tindakan untuk menjaga masa depan keuangan setiap mahasiswa. Mengapa? Pergaulan dan lingkungan menjadi salah satu alat sosialiasi untuk menjalin hubungan. Namun, memilih pergaulan yang tepat haruslah diputuskan sedemikian rupa supaya mahasiswa tidak terlena dengan istilah fomo yang terkadang menyesatkan kantong mahasiswa itu sendiri. Pahami diri sendiri mulai dari kualitas, kuantitas, hingga hasil yang mampu untuk digapai.
Tabungan dan Investasi Untuk Masa DepanÂ
      Menyisihkan sebagian dari pemasukan sebagai dana simpanan untuk masa depan merupakan satu tindakan yang saat ini sulit untuk dilakukan oleh mahasiswa. Istilah tanggal tua menjadi persoalan tersendiri bagi mahasiswa karena tidak mempunyai dana simpanan yang baik dari waktu sebelumnya. Inilah mengapa perlunya literasi keuangan yang baik bagi mahasiswa. Perencanaan keuangan yang tadinya sudah terstruktur harus sejalan dengan literasi keuangan yang baik juga. Tabungan dan investasi adalah langkah yang tepat untuk mempersiapkan keuangan yang baik bagi mahasiswa itu sendiri.
      Menabung dan berinvestasi juga merupakan tindakan siap siaga untuk masa depan. Dalam perencanaan keuangan yang baik, pengeluaran didistribusikan dalam 50 persen kebutuhan, 30 persen keinginan, dan 20 persen tabungan. Investasi yang dilakukan oleh mahasiswa seyogyanya berorientasi pada kebutuhan kelimuan masing-masing. Mengapa demikian? Biaya pendidikan menjadi semakin mahal ketika para pegiat pendidikan itu sendiri tidak menyisihkan dana yang ia miliki terhadap bidang pendidikan yang ditempuh. Ini sewaktu-waktu menjadi bias kekurangan tabungan untuk masa yang akan datang.
"Menabung tidaklah sulit, hanya tekad dan kemauan yang bisa mempermudah langkah untuk menabung."
Mencoba Beasiswa dan Tambahan Pendapatan LainnyaÂ
Tidak dipungkiri bahwa beasiswa yang asalnya dari orang tua atau kiriman tiap bulan sebagian besar tidak cukup untuk memenuhi biaya pendidikan dan biaya hidup. Biaya kebutuhan yang kian lama kian tinggi menjadi penyebab mahasiswa kesulitan mengatur keuangan yang sumbernya dari orang tua. Langkah yang tepat untuk mengatasi hal tersebut adalah mencari tambahan pendapatan melalui beasiswa atau penghasilan lainnya.
      Pemerintah telah menyediakan berbagai beasiswa yang menjadi wadah bagi mahasiswa untuk menempuh pendidikan. Beasiswa yang umum contohnya adalah Beasiswa Bidik Misi, Beasiswa Unggulan, Beasiswa Pendidikan Indonesia, Beasiswa Indonesia Bangkit dan masih banyak lainnya. Selain sumbernya dari pemerintah, lembaga swasta juga memberikan bantuan finansial kepada mahasiswa. Contohnya adalah Tanoto Foundation, Salemba Empat, dsb. Beasiswa juga tidak sebatas memberikan bantuan finansial namun terkadang juga memberikan bantuan pelatihan, seminar, atau bahkan rekomendasi karir.
      Seleksi yang harus ditempuh menjadi penerima beasiswa juga tidaklah mudah. Ada kerja keras dan usaha untuk meraihnya. Inilah peran Gen-Z untuk terus berusaha demi menyelamatkan masa depan keuangan. Tidak hanya itu, kemampuan untuk mendapatkan pendapatan sendiri adalah hal yang patut untuk dicoba. Memanfaatkan teknologi guna mendapatkan penghasilan adalah langkah yang bisa dimulai di era ini.
      Tidak ada kata terlambat bagi mahasiswa Gen-Z untuk menyusun keuangan. Dengan tindakan sedini mungkin, keterbatasan dana dapat dimanfaatkan untuk pengeluaran yang tidak terbatas. Kerja keras mahasiswa itu sendiri haruslah dipupuk sejak dini. Keluar dari zona nyaman, beraksi tanpa batas, dan pantang menyerah adalah tindakan yang harus dijunjung tinggi. Dengan ini, mahasiswa Gen Z  yang sekarang menopang beban finansial pendidikan mampu menyelamatkan masa depan keuangan untuk hidup yang hebat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H