Sukarno melonjak gembira. Saat itu, dia mendengar tangis pertama bayi yang dilahirkan Fatmawati. Maklum saja, Sukarno sudah lama menantikan kehadiran anak.
Setelah sebelumnya dia merajut rumah tangga bersama Oetari Tjokroaminoto dan Inggit Garnasih, baru Fatmawati lah yang bisa memberinya putra.
Fatmawati, gadis Bengkulu itu merebut cintanya saat Sukarno masih berstatus suami Inggit. Ramadhan KH menggambarkan peristiwa rebutan cinta itu dengan indah dalam 'Kuantar ke Gerbang'.
Alasan Sukarno berpaling dari Inggit yang berperan besar dalam hidupnya itu secara jelas diungkapkan karena dia ingin punya anak, dari darah dagingnya sendiri.
Sukarno seorang yang flamboyan, penyuka seni, dan simbol-simbol alam. Menamai putra pertamanya Guntur. Guntur berarti petir yang menyambar-nyambar. (kelak setelah itu, Sukarno menamai putranya Guruh dan Taufan).
Guntur lahir tiga tahun lebih dulu dari Megawati. Mega berarti awan. Kita kenal sekarang sebagai Ketua Partai Moncong Putih.
Namun, Guntur juga adalah nama sebuah gunung di Garut, Jawa Barat.
Nama-nama gunung itu kemudian menjadi nama jalan di pinggiran Menteng, Jakarta. Selain Guntur, ada Halimun, Galunggung, Bromo, Wilis, Kelud, dll.
Di Jalan Guntur itulah, sebuah bui berdiri. Bui ini awalnya dipakai untuk menghukum kaum militer desersi dan pelanggar aturan. Pernah juga pada Orde Baru dipakai untuk menginterogasi tahanan politik (tapol). Belakangan, rumah tahanan milik Pomdam Jaya itu juga dipakai untuk menahan para pelaku tindak pidana korupsi.
KPK memanfaatkan Guntur untuk menahan para narapidana korupsi yang masih dalam proses diadili di Pengadilan Tipikor, yang terletak tak jauh di Rasuna Said, Kuningan.