Mohon tunggu...
Irfan Abu Musa
Irfan Abu Musa Mohon Tunggu... Guru - Ayah seorang anak adopsi dan pengasuh rumah tahfidz

Agen pulsa dahulu, pernah jadi jurnalis, sekarang jadi agen perubahan mengasuh rumah tahfidz. Menyukai internet marketing, copy writing, dan kopi hitam.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Guntur di Antara Mega dan KPK

29 Januari 2015   01:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:11 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1422443352617024745

Sukarno melonjak gembira. Saat itu, dia mendengar tangis pertama bayi yang dilahirkan Fatmawati. Maklum saja, Sukarno sudah lama menantikan kehadiran anak.

Setelah sebelumnya dia merajut rumah tangga bersama Oetari Tjokroaminoto dan Inggit Garnasih, baru Fatmawati lah yang bisa memberinya putra.

Fatmawati, gadis Bengkulu itu merebut cintanya saat Sukarno masih berstatus suami Inggit. Ramadhan KH menggambarkan peristiwa rebutan cinta itu dengan indah dalam 'Kuantar ke Gerbang'.

Alasan Sukarno berpaling dari Inggit yang berperan besar dalam hidupnya itu secara jelas diungkapkan karena dia ingin punya anak, dari darah dagingnya sendiri.

Sukarno seorang yang flamboyan, penyuka seni, dan simbol-simbol alam. Menamai putra pertamanya Guntur. Guntur berarti petir yang menyambar-nyambar. (kelak setelah itu, Sukarno menamai putranya Guruh dan Taufan).

Guntur lahir tiga tahun lebih dulu dari Megawati. Mega berarti awan. Kita kenal sekarang sebagai Ketua Partai Moncong Putih.

Namun, Guntur juga adalah nama sebuah gunung di Garut, Jawa Barat.

Nama-nama gunung itu kemudian menjadi nama jalan di pinggiran Menteng, Jakarta. Selain Guntur, ada Halimun, Galunggung, Bromo, Wilis, Kelud, dll.

Di Jalan Guntur itulah, sebuah bui berdiri. Bui ini awalnya dipakai untuk menghukum kaum militer desersi dan pelanggar aturan. Pernah juga pada Orde Baru dipakai untuk menginterogasi tahanan politik (tapol). Belakangan, rumah tahanan milik Pomdam Jaya itu juga dipakai untuk menahan para pelaku tindak pidana korupsi.

KPK memanfaatkan Guntur untuk menahan para narapidana korupsi yang masih dalam proses diadili di Pengadilan Tipikor, yang terletak tak jauh di Rasuna Said, Kuningan.

Saat KPK dan Partai Moncong Putih berselisih, saya teringat nama Guntur itu. Guntur seakan menjadi korelasi antara trah Sukarno dan KPK.

Guntur sang kakak tertua. Selalu ada di pihak Mega. Pasalnya dia menitipkan Puti, putrinya yang cantik menjadi petugas partai. Guntur tak seperti adik-adiknya, Sukmawati dan Rachmawati yang selalu berseberangan dengan Mega.

Namun ada Guntur yang lain. Yang bisa menghardik, dijadikan ancaman bagi Mega dan kroninya. Seorang Abraham Samad dengan cekatan memanfaatkan kekuatan Guntur itu untuk menekan.

Saya belum bisa meneropong ujung cerita ini seperti apa. Namun satu yang perlu dipastikan. Pemberantasan korupsi tetap harus didukung. Ada atau tiada Samad dan KPK.

Foto: Jalan Guntur saya ambil saat berhenti di lampu merah. Sebelokan dari kantor tempat saya bekerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun