Mohon tunggu...
Dian S. Hendroyono
Dian S. Hendroyono Mohon Tunggu... Freelancer - Life is a turning wheel

Freelance Editor dan Penerjemah Kepustakaan Populer Gramedia | Eks Redaktur Tabloid BOLA | Eks Redaktur Pelaksana Tabloid Gaya Hidup Sehat | Eks Redaktur Pelaksana Majalah BOLAVAGANZA | Bekerja di Tabloid BOLA Juli 1995 hingga Tabloid BOLA berhenti terbit November 2018

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Kenangan Siaran bersama Benny Dollo di TV7

20 Februari 2023   10:44 Diperbarui: 21 Februari 2023   13:56 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang bikin saya rada minder adalah ketika itu Pak Benny datang dengan melenggang, tak ada selembar kertas pun di tangannya, sementara contekan saya banyak banget.

Yah, apa mau dikata. Pak Benny adalah praktisi. Mestinya, semua formasi ada di benaknya, tinggal dipraktikkan saja. Karena itu, dia tak perlu contekan. Saya? Saya bahkan bukan pemain sepak bola, apalagi pelatih. Formasi 4-4-2 yang saya kenal adalah hasil pengamatan dan dari bahan bacaan.

Ketika syuting dimulai, saya agak gemetar, karena itu akan menjadi pertama kalinya saya muncul di sebuah acara talkshow. Untung saja bukan siaran langsung. Andai itu siaran langsung, bisa bubar!

Alhamdulillah, saya bisa ngoceh dengan lancar, seingat saya. Tak perlu sering-sering melihat ke kertas contekan. Katanya menyontek itu tidak baik. Selain itu, saya sudah nyaris hapal bahan-bahan yang saya kumpulkan.

Pak Benny sih tenang-tenang saja, dia hanya menggali ingatan tentang semua yang telah dilakukannya dengan formasi 4-4-2.

Saya senang syuting berjalan lancar. Pak Benny juga senang. Meski, ada beberapa ulangan take yang harus dilakukan. Saya sudah tulis di atas, andai itu siaran langsung, maka acaranya bisa bubar.

Pak Benny kemudian menyalami saya ketika kami pamitan. Dia mengucapkan: "Terima kasih banyak, Mbak Dian". Eh, bukannya terbalik ya? Seharusnya saya yang mengucapkan terima kasih kepadanya, karena saya mendapat ilmu.

Nah, balik ke riasan wajah. Oleh si Mbak petugas rias, Pak Benny ditanya apakah bedaknya akan dihapus. Pak Benny langsung mengiyakan. Dia tertawa ketika melihat saya menolak si Mbak untuk menghapus riasan di wajah saya. Sayang bangetlah kalau dihapus. Riasannya bagus.

Sejak acara itu, saya tak pernah lagi bertemu Pak Benny. Oh, pernah satu kali, saya lupa pada event apa, yang pasti sih event Tabloid BOLA, Pak Benny hadir dan dia masih ingat saya.

Jadi, saya benar-benar tak tahu ketika Pak Benny sakit sebelum wafat. Kaget mendengar berita kematiannya. Selamat jalan, Pak Benny. Terima kasih sudah pernah memberi saya ilmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun