bola legendaris Indonesia, Benny Dollo, wafat. Lahir di Manado pada 22 September 1950, Benny meninggal di Tangerang pada usia 72 tahun.
Pada 1 Februari 2023, salah satu pelatih sepakSepanjang kariernya sebagai pelatih, Benny pernah dua kali menangani tim nasional Indonesia, yakni pada 2000-2001 dan 2008-2009. Satu-satunya trofi yang diraih Benny Dollo bersama tim nasional Indonesia adalah Piala Kemerdekaan 2008.
Saya sempat bertemu dengan Benny, ketika menjadi teman siaran sebuah acara bincang sepak bola di TV7. Televisi itu, kini bernama Trans7, dimiliki oleh Kompas Gramedia dan mengudara pada 2001 hingga 2006.
Saya sungguh tidak ingat kapan saya manggung di TV7Â bersama Pak Benny, demikian saya memanggilnya. Mungkin saja ketika beliau masih melatih Persita Tangerang, yang berarti antara 2001 hingga 2003. Sebab, ketika TV7 masih ada, setelah Persita, Pak Benny lantas melatih Arema Malang. Rasanya akan sulit untuk Pak Benny datang ke Jakarta hanya untuk syuting acara itu, karena ia pastinya tinggal di Malang selama melatih Arema.
Nama acara bincang itu adalah "Ulas Taktik Liga Inggris". Asli, semula saya juga tak ingat nama acaranya. Saya harus bertanya, melalui DM, kepada Anton Sanjoyo, eks jurnalis Kompas yang dikenal dengan nama Mas Joy. Dia yang memberi tahu nama acaranya.
Presenter acara "Ulas Taktik Liga Inggris" adalah Gusti Randa, yang sekarang menjadi politikus. Waktu itu, dia masih tampak muda. Saya juga masih muda. Haha
Anyway, saya diberi kabar bahwa bahasan pekan itu adalah tentang formasi 4-4-2. Taktis banget kedengarannya. Terus terang, saya tak terlalu menyukai yang berbau taktik jika berurusan dengan sepak bola. Saya lebih suka membahas apa yang ada di balik lapangan.
Namun, karena sudah diputuskan, ya tak apa. Saya lantas mencari literatur tentang 4-4-2. Karena acaranya saja mengandung kata-kata "Liga Inggris", maka tidak akan jauh-jauh dari sana. Seingat saya, formasi itu masih menjadi formasi favorit di Liga Inggris saat itu. Sekarang, nyaris tak ada yang memakainya. Formasi sudah sangat beragam, sejalan dengan semakin banyaknya manajer asing yang datang.
So, pada hari yang telah dijadwalkan untuk syuting, karena memang acara itu bukan siaran langsung, saya hadir di studio berbekal banyak kertas yang isinya full tentang formasi 4-4-2. Ketika saya tiba, Gusti belum tampak. Dia datang sejenak kemudian. Tinggal menanti kedatangan Pak Benny.
Oh iya, ada hal yang lucu. Jamaknya, sebelum muncul di layar TV, wajah harus dipermak sedikitlah ya, supaya pantas disorot kamera. Saya sih senang-senang saja ketika wajah dirias. Jujur, wajah saya sama sekali tidak pantas nampang di TV.
Pak Benny? Dibedaki saja dia nyaris tak mau, apalagi ketika bibirnya akan diberi lipstik. Saya cuma nyengir melihatnya. Akhirnya mau juga sih dibedaki. Tak tebal tentunya.
Yang bikin saya rada minder adalah ketika itu Pak Benny datang dengan melenggang, tak ada selembar kertas pun di tangannya, sementara contekan saya banyak banget.
Yah, apa mau dikata. Pak Benny adalah praktisi. Mestinya, semua formasi ada di benaknya, tinggal dipraktikkan saja. Karena itu, dia tak perlu contekan. Saya? Saya bahkan bukan pemain sepak bola, apalagi pelatih. Formasi 4-4-2 yang saya kenal adalah hasil pengamatan dan dari bahan bacaan.
Ketika syuting dimulai, saya agak gemetar, karena itu akan menjadi pertama kalinya saya muncul di sebuah acara talkshow. Untung saja bukan siaran langsung. Andai itu siaran langsung, bisa bubar!
Alhamdulillah, saya bisa ngoceh dengan lancar, seingat saya. Tak perlu sering-sering melihat ke kertas contekan. Katanya menyontek itu tidak baik. Selain itu, saya sudah nyaris hapal bahan-bahan yang saya kumpulkan.
Pak Benny sih tenang-tenang saja, dia hanya menggali ingatan tentang semua yang telah dilakukannya dengan formasi 4-4-2.
Saya senang syuting berjalan lancar. Pak Benny juga senang. Meski, ada beberapa ulangan take yang harus dilakukan. Saya sudah tulis di atas, andai itu siaran langsung, maka acaranya bisa bubar.
Pak Benny kemudian menyalami saya ketika kami pamitan. Dia mengucapkan: "Terima kasih banyak, Mbak Dian". Eh, bukannya terbalik ya? Seharusnya saya yang mengucapkan terima kasih kepadanya, karena saya mendapat ilmu.
Nah, balik ke riasan wajah. Oleh si Mbak petugas rias, Pak Benny ditanya apakah bedaknya akan dihapus. Pak Benny langsung mengiyakan. Dia tertawa ketika melihat saya menolak si Mbak untuk menghapus riasan di wajah saya. Sayang bangetlah kalau dihapus. Riasannya bagus.
Sejak acara itu, saya tak pernah lagi bertemu Pak Benny. Oh, pernah satu kali, saya lupa pada event apa, yang pasti sih event Tabloid BOLA, Pak Benny hadir dan dia masih ingat saya.
Jadi, saya benar-benar tak tahu ketika Pak Benny sakit sebelum wafat. Kaget mendengar berita kematiannya. Selamat jalan, Pak Benny. Terima kasih sudah pernah memberi saya ilmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H