Mohon tunggu...
Dian S. Hendroyono
Dian S. Hendroyono Mohon Tunggu... Freelancer - Life is a turning wheel

Freelance Editor dan Penerjemah Kepustakaan Populer Gramedia | Eks Redaktur Tabloid BOLA | Eks Redaktur Pelaksana Tabloid Gaya Hidup Sehat | Eks Redaktur Pelaksana Majalah BOLAVAGANZA | Bekerja di Tabloid BOLA Juli 1995 hingga Tabloid BOLA berhenti terbit November 2018

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Mengintip Cara Orang Denmark Mendidik Anaknya

30 Januari 2023   13:46 Diperbarui: 30 Januari 2023   14:07 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi keluarga dengan anak-anak yang bahagia. (Sumber: Uwe Krejci/Getty Images)

Anak di sini terutama adalah remaja, berusia 11-19 tahun, yang merupakan "periode galau", kalau memakai istilah anak zaman sekarang. Lalu, mengapa Denmark? Menurut The Times, Denmark adalah salah satu negara di dunia yang penduduknya paling bahagia. Apakah itu juga termasuk para remajanya?

Iben Dissing Sandahl, seorang ahli parenting Denmark yang terlatih sebagai guru dan juga berprofesi sebagai psikoterapis, membagi beberapa saran bagaimana orangtua di Denmark membesarkan orang-orang yang bahagia.

Tidak ada remaja, di manapun di dunia, yang kebal terhadap kesulitan untuk menjaga kesehatan mental. Filosofi utama parenting di Denmark adalah memberi kebebasan kepada anak remajanya, disertai dengan tanggung jawab serta mau berbicara terbuka.

"The Danish Way of Raising Teens" adalah buku teranyar Sandahl. Di buku itu, Sandahl, memberi penjelasan tentang peraturan kunci parenting di Denmark dan juga memberi petunjuk bagaimana caranya mendukung anak-anak remajanya menjadi pribadi yang bahagia, percaya diri, dan mampu melakukan apapun.

Barangkali saja ada beberapa cara yang bisa ditiru oleh para orangtua di Indonesia. Tentu saja, para remaja dan orangtuanya harus siap untuk bicara blak-blakan dan melupakan yang namanya tabu.

Berbicara bebas tentang seks

Orang Denmark tahu, jika mereka menutup diri untuk berterus terang soal seks, maka itu akan menular ke anak-anaknya. "Jika kita merasa canggung untuk membicarakannya, anak-anak akan merasakannya dan mereka akan merasa tidak aman untuk berdiskusi tentang itu," kata Sandahl.

Orangtua Denmark membicarakan seks sejak anaknya berusia enam tahun, tentunya pembicaraan disesuaikan dengan tahapan usia. Dan, orangtua harus ingat bahwa anak-anak tidak berpikir seperti orang dewasa. Seks adalah sesuatu yang benar-benar baru untuk anak-anak. "Kita tidak hanya bicara soal berhubungan seks, namun juga semua aturannya dan implikasinya secara sosial," kata Sandahl lagi.

Prinsip orangtua Denmark adalah mereka harus berbicara terbuka dengan anak-anaknya, ketimbang sang anak hanya didiamkan dan malah mencari informasi soal seks secara online.

Selain itu, agar tak kikuk, sebaiknya anak laki-laki berdiskusi dengan ayahnya, dan anak perempuan dengan ibunya. Soalnya, kalau anak laki-laki bicara dengan ibunya misalnya, maka mereka akan "ngeri".

Satu hal lagi, orangtua tidak boleh mendiskusikan seks berdasarkan pengalaman mereka.

Beri banyak kepercayaan, tidak menggurui

Orangtua yang ingin menggurui anak-anaknya ketika memberi nasihat, lupakan saja bahwa usaha mereka akan berhasil. Sandahl mengatakan jika ingin anak-anak percaya, maka lupakan cara menggurui itu. Anak harus diyakinkan bahwa mereka boleh bicara kapan saja untuk bicara tentang segala hal yang ada di benak mereka.

"Yang penting, orangtua harus tenang, jangan menertawakan atau mempermalukan. Jika kedua hal itu dilakukan, jangan harap anak akan merasa aman," kata Sandahl.

Ketika orangtua memberi kepercayaan penuh, rasa ragu pada anak akan berkurang, membuat mereka bisa melihat perspektif berbeda dan menaikkan kepercayaan diri. Pertanyaan ditanggapi dengan jawaban yang netral, dan mereka akan menjadi orangtua sebagai tempat mengadu dan bertanya.

Hubungan saling percaya itu akan memudahkan ketika membicarakan hal-hal menantang, seperti narkoba. Anak-anak akan ingin bicara soal betapa mudahnya mendapatkan narkoba. Orangtua harus meyakinkan bahwa mengonsumsi narkoba adalah terlarang, tapi pada saat bersamaan anak remaja bisa datang ke orangtuanya jika butuh bantuan.

Jadi, orangtua bisa mengatakan seperti ini: "Jika kamu melakukan X, maka kamu membuat kami tak percaya lagi. Saya percaya padamu dan rasa percaya itu membuat hubungan kita istimewa."

Biarkan para remaja itu memberontak

Orangtua Denmark punya reputasi sebagai orang yang mudah memberi izin. Pendekatan mereka adalah jika terlalu banyak dikekang, maka anak-anak akan semakin berontak. Penolakan anak remaja terhadap cara dan nilai-nilai orangtua adalah cara mereka untuk menemukan identitas mereka.

Sandahl mengatakan anak-anak remaja kadang harus menjauhkan diri dari orangtuanya untuk mendapatkan visi yang jelas tentang apa yang mereka pikir dan inginkan.

Tahu kapan harus mengucapkan "never mind!"

Remaja berada di usia yang canggung. Masih mencari jati diri. Mereka sangat khawatir tentang segala hal. Orangtua harus mengajari mereka untuk meninggalkan segala kekhawatiran untuk hal-hal yang tak penting.

Jadi, remaja harus diberi tahu bahwa mereka tidak akan merusak segala hal jika, misalnya, ada jerawat di wajah atau tidak memiliki baju yang sedang tren. "Ah, never mind! Tak mengapa, itu tak begitu penting."

Ketika seorang remaja sedang terlihat sedih, maka orangtua harus menemukan penyebabnya. Sebab, bisa saja apa yang membuatnya sedih tidak masuk kategori "never mind!".

Orangtua akan sangat membantu jika bertanya apa yang terjadi, seberapa parah. Jika ternyata tak parah, maka si remaja ditanya apakah bisa memasukkan masalah ke dalam kategori "never mind!".

Ayah yang menangani anak laki-laki, bukan ibu

Anak laki-laki juga punya rasa tak aman seperti halnya anak perempuan. Namun, beda dengan anak perempuan, anak laki-laki jarang mengungkapkannya, sehingga orangtua menganggap mereka baik-baik saja. Padahal, pendekatan seperti itu bisa membuat anak laki-laki memiliki rasa kepercayaan diri yang rendah dan memutuskan untuk mencari jawaban di tempat yang salah.

Jika mereka tak mau berbicara dengan ibu, maka ayah yang harus mengambil alih. Ayah harus mengerti pentingnya peran mereka terhadap perkembangan emosional anak laki-lakinya.

Kepada ayah, anak laki-laki akan lebih mudah untuk berbicara soal seks, perasaan, batasan-batasan, dan soal tubuh, tanpa harus merasa takut atau malu.

Di Denmark, ayah semakin banyak terlibat dalam perkembangan emosi anak-anaknya, berkat istrinya. "Kesadaran diri perempuan telah terjadi selama bertahun-tahun, tergantung pada laki-laki, mau atau tidak untuk bergabung," kata Sandahl.

Kadang anak membutuhkan perhatian, walau hanya beberapa menit

Sudah lazim jika kedua orangtua bekerja. Di mana-mana, termasuk di Denmark. Namun, meski sangat sibuk dan stres, mereka harus menyediakan waktu setiap hari untuk anak-anaknya. Sandahl menyarankan untuk melupakan semua pekerjaan kantor dan segala jenis gawai dalam setidaknya tiga menit pertama setiba di rumah, dan sapalah anak-anak untuk mendengarkan apakah ada yang terjadi pada mereka hari itu.

Beri anak waktu untuk mengekspresikan diri

Ketika anak sedang marah atau melakukan kesalahan, mereka harus diberi waktu untuk mengekspresikan diri mereka. Orangtua hadir sebagai faktor penenang dalam atmosfer yang mendukung. Ketika harus berdebat, jangan lantas si anak diminta untuk meninggalkan ruangan.

Kadang mereka tak mengerti mengapa mereka tak boleh bicara. Dengan diminta untuk keluar dari ruangan, mereka akan merasa sendiri dan terisolasi.

Nah, demikianlah beberapa saran dari ahli parenting Denmark, Iben Dissing Sandahl. Masih ada beberapa cara lain, namun yang saya tuliskan rasanya sudah mewakili. Barangkali ada yang cocok untuk Anda.

Terus terang, saya tidak pernah menjadi orangtua dan terus terang juga, orangtua saya tidak pernah mendidik saya dengan cara-cara yang saya tulis di artikel ini. Namun, jika suatu hari, saya masih diberi kesempatan untuk menjadi orangtua, maka saya akan memakai cara-cara yang ada di artikel ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun