Pak X lantas menghilang, sementara kami menunggu di meja yang telah disediakan. Sekitar 10 menit kemudian, Pak X kembali dari misinya, entah dari mana.
“Aman, saya sudah pesan yang 100 persen halal. Saya bicara dengan manajernya tadi,” kata Pak X ketika itu.
Seratus persen halal, jangan-jangan peralatan masak pun yang masih baru, bukan yang telah dipakai sepanjang malam, yang tak jelas telah dipakai untuk mengolah apa saja.
Kemudian saya memakai waktu menunggu itu untuk menelepon kantor di Jakarta, melalui telepon restoran. Masih pakai landline. Waktu itu 1999, belum ada WhatsApp atau sejenisnya. Saya memakai sambungan collect call, sehingga tak membebani restoran. Saya melaporkan segala hal ke rekan yang deadline malam itu. Mereka yang akan merangkai kata-kata saya menjadi sebuah laporan.
Setelah itu, saya kembali ke meja bertepatan dengan datangnya makanan. Lumayan banyak yang dipesan oleh Pak X. Manajernya ikut datang dan berbicara dengan Pak X, dalam bahasa Mandarin. Okay, saya tak mengerti apa yang mereka bicarakan.
Setelah membungkukkan badan, si manajer berlalu dan kami mulai menyantap semua yang ada di meja. Terus terang, saya sudah lupa apa saja yang saya santap malam itu. Saya hanya ingat satu jenis.
Bentuknya mirip dengan menu yang ada di foto artikel ini. Sejenis cap cai goreng dengan sedikit kuah. Cap cai ayam, bukan seafood seperti di ilustrasi artikel ini. Diletakkan di atas kripik mie goreng yang dibentuk menjadi keranjang bulat. Sangat cantik.
Ketika semua sayuran yang ada di atasnya habis, saya mulai makan keranjang mie itu. Rasanya sangat enak, lembut, renyah, tapi kokoh, karena sama sekali tak hancur terkena kuah cap cai. Saya belum pernah menemukan lagi menu seperti itu. Namanya pun saya tak tahu. Mungkin memang cap cai, tapi mungkin juga jenis lain. Herannya saya tak menanyakan nama menu itu ke Pak X.
Kami mengobrol sejenak setelah makan dan kemudian menuju hotel. Saya ditemani Mas Wing ke resepsionis, barangkali saja ada kamar kosong. Alhamdulillah ternyata memang ada. Kalau tak ada kamar kosong malam itu, saya sudah siap untuk mencari hotel lain. Yang penting, saya bisa menulis artikel, mumpung masih segar di ingatan.
Keesokan pagi, saya bertemu Mas Wing di area sarapan. Saya tanyakan Pak X ke mana, Mas Wing mengatakan ia sudah check-out pagi-pagi buta. Sayang sekali, saya ingin mengucapkan terima kasih sekali lagi untuk traktirannya.