Mohon tunggu...
Dian S. Hendroyono
Dian S. Hendroyono Mohon Tunggu... Freelancer - Life is a turning wheel

Freelance Editor dan Penerjemah Kepustakaan Populer Gramedia | Eks Redaktur Tabloid BOLA | Eks Redaktur Pelaksana Tabloid Gaya Hidup Sehat | Eks Redaktur Pelaksana Majalah BOLAVAGANZA | Bekerja di Tabloid BOLA Juli 1995 hingga Tabloid BOLA berhenti terbit November 2018

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sopan Santun Ketika Menelepon

5 Januari 2023   07:53 Diperbarui: 5 Januari 2023   07:52 865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedang sibuk-sibuknya memberi makan para kucing, kemarin siang, tiba-tiba telepon seluler berdering. Bukan berdering sih sebenarnya, melainkan lagu tema serial The Falcon and the Winter Soldier yang saya jadikan ringtone. Anyway, Anda tahu maksud saya.

Ingin saya diamkan saja, tapi khawatir itu kurir pengirim paket meminta keterangan alamat. Kalau harus diterima, saya harus memberi tahu kucing-kucing bahwa saya harus terima telepon, lalu harus cuci tangan juga.

Kemudian, saya lihat ponsel, hanya ada nomor, tidak ada nama, berarti penelepon tidak ada dalam kontak. Juga tidak ada tanda “suspected spam”, berarti aman. Kemudian, terjadilah percakapan berikut:

“Halo....”

“Hai! Ini Dian, ya?”

“Iya, saya Dian. Saya bicara dengan siapa?”

Penelepon adalah laki-laki dan saya MUNGKIN pernah mendengar suaranya, tapi entah kapan dan di mana.

“Tebak, siapa saya.”

Eh, dia yang menelepon, bukannya memberi tahu identitasnya, malah main tebak-tebakan.

Ah, ayolah. Masak tidak tahu suara saya?”

Wah, ge-er sekali ini orang. Memangnya saya punya kapasitas khusus di otak untuk menyimpan memori suara orang? Saya memang bisa mengingat suara beberapa teman dekat. Tapi, yang satu ini tidak masuk kategori.

“Dian?”

Yes!”

“Kita berteman di SMP. Sekarang saya bertugas di kepolisian. Masak masih belum tahu siapa saya?”

Saya pernah bersekolah di Jayapura, Papua. Selama tiga tahun saya menyelesaikan sekolah menengah pertama di sana. Namun, ada hampir 400 orang di angkatan saya. Mana mungkin saya ingat? Lagipula, itu sudah puluhan tahun lalu. Saya juga bukan tipe orang yang peduli dengan pekerjaan apa yang dilakukan orang lain. Yang penting, orang itu baik. Tapi, tidak dengan yang satu ini.

“Saya sungguh tidak ingat. Maaf.”

Ah, kamu ini bagaimana sih? Kita ‘kan pernah juga ketemu saat reuni…”

Nah, berarti saya pernah bertemu dengannya pada salah satu reuni, tapi saya tak pernah bertanya kepada yang datang apa pekerjaan mereka.

Ah, kamu payah!”

Lantas sambungan telepon pun berhenti. Saya hanya bengong. Sungguh, kami sudah sama-sama berusia. Semestinya, tahu sopan santun bertelepon, bukan?

Telepon itu memang hanya beberapa menit, tidak sampai dua menit, tapi untuk saya, sama sekali tak ada gunanya. Hanya buang-buang waktu dan membuat kucing-kucing makin kelaparan.

Selain itu, si penelepon menghubungi saat makan siang. Saya selalu makan siang lebih cepat, sehingga bisa memberi makan kucing lebih awal juga. Tapi, kemarin siang, telepon itu datang sebelum pukul 13.00. Jadi, masih waktu makan siang.

Lalu, saya juga pernah menerima telepon melalui landline, bertahun lalu, ketika telepon rumah masih digunakan secara rutin. Sekarang sih, sudah teronggok begitu saja, meski masih membayar tagihan tiap bulan.

Ketika itu, saya ingat, sore hari, sekitar pukul 5. Tiba-tiba telepon berdering. Sesuai dengan etika bertelepon yang pernah saya baca, saya biarkan dering berbunyi tiga kali, barulah gagang telepon saya angkat.

“Halo, selamat sore…”

Eh, itu beresin kerjaan dulu. Seenaknya ngacir ke rumah orang!”

WOW! Siapa pula ini? Tidak menjawab salam, tidak memperkenalkan diri, langsung nyolot.

“Mau bicara dengan siapa?”

Seketika itu juga, si penelepon, seorang ibu, menghentikan bicaranya.

“Ini rumah X?”

Terus terang, saya tak peduli dengan siapa dia ingin bicara.

“Bukan. Salah sambung, Bu.”

Lantas si penelepon memberikan sederet nomor telepon rumah, yang kebetulan memang sama dengan nomor telepon rumah kami. Tapi, saya yakin kalau ibu itu salah sambung.

“Betul itu nomornya. Tapi, tak ada nama itu di rumah ini.”

“Lantas, ini rumah siapa,” si ibu bertanya.

“Rumah bapak saya.”

“Nama bapaknya siapa?”

“Saya tak mau beri tahu.”

“Mengapa tidak? Saya ingin tahu.”

“Bukan urusan saya, situ mau tahu atau tidak,” lha saya mulai sebal.

Lantas si penelepon marah-marah. Saya berharap dia meminta maaf, karena salah sambung, bukannya lantas marah-marah seperti itu. Saya tutup saja teleponnya.

Jangan sekali-kali memberi tahu nama pemilik rumah jika ada telepon salah sambung. Bahkan nama kita sekalipun. Bisa berbahaya. Sebab, si penelepon sudah tahu nomor telepon rumah, ditambah nama. Bisa runyam jika dua data itu dipakai untuk keperluan yang tidak-tidak.

Masih banyak kasus telepon tanpa etika yang pernah saya terima. Ada yang berkali-kali missed call dengan harapan akan ditelepon. Rupanya dia tidak punya pulsa. Paling banyak kejadian melalui telepon landline, karena pada masa lalu, belum ada fasilitas caller ID. Jadi, kita tak bisa tahu nomor telepon yang datang.

Ada beberapa “aturan” yang sebaiknya dilakukan ketika menelepon atau menerima telepon. Yah, jika memang kita ingin disebut sebagai orang yang tahu sopan santun, lho ya.

Pertama, pastikan bahwa orang yang ingin kita hubungi sedang tidak sibuk. Buat konfirmasi terlebih dahulu melalui pesan teks. Bertanya apakah sedang sibuk, sebab kita ingin bicara langsung. Jika memang sedang sibuk, maka tanyakan kapan waktu yang tepat. Lalu, ketika saatnya akan menelepon, ingatkan lagi orang yang ingin kita telpon.

Kedua, perhatikan waktu menelepon. Sebisa mungkin tidak dilakukan pada saat makan, entah sarapan, brunch, makan siang, atau makan malam. Juga tidak pada tengah malam atau waktunya tidur malam hari. Namun, semua tak berlaku ketika kita harus menyampaikan berita duka cita misalnya, atau keperluan darurat lainnya.

Ketiga, ucapkan salam yang sesuai dengan waktu, selamat pagi, siang, sore, malam. Atau jika yang kita hubungi adalah orang Islam, ucapkan Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Lalu, beri kesempatan agar mereka bisa mengucapkan balasannya dengan lengkap. Lalu, jika kita ditelepon, maka biarkan dering berbunyi setidaknya tiga kali. Kalau pakai ringtone, yah tunggu saja selama beberapa detik, jangan langsung dijawab. Jika terlalu cepat dijawab, maka si penelepon tak punya waktu untuk mengatur napas atau mengatur kata-kata, karena kaget.

Keempat, perkenalkan diri kita. Kalau dalam situasi formal, ucapkan dengan baik-baik, nama dan institusi kita jika perlu. Kalau yang kita hubungi adalah teman, maka ucapkan saja nama kita, agar yang kita telepon yakin siapa yang menghubunginya.

Kelima, jika menelepon menggunakan ponsel, speaker tak perlu diaktifkan. Biarkan orang lain mendengar kita berbicara, tapi mereka tak perlu tahu apa yang diucapkan oleh orang di seberang telepon.

Keenam, bicaralah dengan jelas, tapi tak perlu berteriak. Jika Anda menelepon atau menerima telepon di ruang yang ramai, maka keluarlah sejenak dari ruang itu, cari tempat yang tenang. Mestinya itu bisa dilakukan jika Anda menelepon dengan ponsel.

Ketujuh, jika Anda melakukan sambungan yang salah, maka buru-buru minta maaf karena telah mengganggu dan segera akhiri hubungan telepon.

Kedelapan, jangan lupa tersenyum! Meski orang di seberang telepon tak bisa melihat wajah kita, tapi mereka bisa tahu jika kita menerima telepon sambil cemberut. Itu bisa terdengar dari nada suara kita.

Itu beberapa aturan dalam bertelepon yang saya tahu dan sebisa mungkin selalu saya terapkan. Ajarkan anak-anak Anda untuk sopan ketika menelepon orang lain atau ketika menerima telepon. Jangan sampai mereka menjadi seperti dua orang yang saya ceritakan di atas.

Semoga artikel saya ini berguna. Sehat selalu semuanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun