Berbagai prediksi dilontarkan oleh berbagai sumber untuk 2023. Mulai dari resesi yang tak ayal lagi akan berlangsung hingga keinginan untuk selalu hidup sehat dengan berbagai cara. Namun, ada satu yang menarik perhatian saya.
The Economist menulis bahwa Persatuan Bangsa-bangsa memprediksi India akan menjadi negara dengan penduduk terbanyak sedunia pada 2023, mengalahkan Cina. Benarkah? Kalau dilihat penjelasannya, mungkin saja.
Majalah mingguan versi online keluaran Inggris itu juga menulis bahwa pada 14 April 2023, jumlah penduduk India adalah 1,428 miliar jiwa. Sementara jumlah penduduk Cina pada saat yang sama adalah 1,426 miliar jiwa.
Lalu, jika India akan terus bertambah penduduknya setelah tanggal itu, maka tidak demikian dengan Cina.
Mereka akan mengalami penurunan jumlah penduduk, sampai akhirnya pada 2100, jumlah penduduk Cina mirip dengan jumlah pada 1950, yaitu mendekati 500 juta jiwa. Sementara pada 2100, jumlah penduduk India mencapai lebih dari 1,5 miliar jiwa, sebelum akhirnya menurun.
Cina selalu menjadi negara dengan penduduk terpadat selama ratusan tahun. Pada 1750, diperkirakan jumlah penduduk Cina pada saat itu adalah 225 juta jiwa, lebih dari 25 persen jumlah penduduk dunia saat itu.
Pada saat bersamaan, India, yang secara politik belum merupakan negara yang bersatu, memiliki penduduk sekitar 200 juta jiwa, yang berada pada urutan kedua jumlah penduduk saat itu.
Menurut The Economist lagi, saat ini ekonomi Cina masih enam kali lebih besar dibanding India. Namun, dengan bertambahnya populasi, India diprediksi akan bisa mengejar.
India juga diprediksi akan menambah jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) sebanyak seperenam jumlah penduduk dunia, antara saat ini hingga 2050.
Menurut PBB, jumlah penduduk dunia mencapai angka 8 miliar pada 15 November 2022, lalu bisa bertambah menjadi 8,5 miliar pada 2030, dan 10,4 miliar pada 2100.
Sebaliknya, populasi Cina tengah menurun. Jumlah usia produktif di Cina sudah mencapai puncak satu dekade lalu. Pada 2050, negeri itu akan mencapai usia median 51 tahun, 12 tahun lebih tua dibanding saat ini. Dengan demikian, penduduk Cina yang lebih tua harus bekerja lebih keras untuk mempertahankan kekuatan politik dan ekonomi seperti saat ini.
Kedua negara itu berusaha keras untuk membatasi pertumbuhan penduduk selama abad ke-20. Bencana kelaparan pada 1959-1961 membuat Cina harus mengatasi pertumbuhan populasi.
Satu dekade kemudian, Cina meluncurkan kampanye “later, longer, fewer”, atau tak terlalu cepat menikah, jarak usia yang jauh antara anak, dan semakin sedikit anak.
Kampanye itu menghasilkan pengaruh yang lebih besar ketimbang aturan satu anak, yang diperkenalkan pada 1980.
Menurunnya fertilitas, dari lebih dari enam anak per ibu pada akhir 1960-an, menjadi kurang dari tiga anak pada akhir 1970-an, adalah yang tercepat dalam sejarah sebuah negara dengan populasi besar di mana saja.
Hasilnya pun langsung terlihat. Keajaiban ekonomi Cina adalah bagian dari meningkatnya rasio orang dewasa produktif dengan jumlah anak dan orang tua pada 1970-an hingga awal 2000-an.
Dengan lebih sedikit anak yang harus diberi makan, orang tua bisa melakukan investasi yang lebih pada satu anak. Akan tetapi, kini mereka mulai merasakan akibatnya, di mana jumlah orang tua menjadi lebih banyak dibanding yang muda.
Generasi yang meningkatkan ekonomi Cina mulai pensiun dan akhirnya tergantung pada generasi berikut yang jumlahnya jauh lebih sedikit.
Kalau Cina sukses menekan penambahan penduduk, maka tidak demikian dengan India. India adalah negeri pertama yang memperkenalkan program keluarga berencana secara nasional pada 1950-an.
Kampanye sterilisasi massal didengungkan dan dipaksakan pada 1975-77, di mana India diperintah oleh PM Indira Gandhi saat itu.
Dengan arahan putra Gandhi, Sanjay, pemerintah memaksa kaum laki-laki untuk menjalani vasektomi. Ancamannya adalah melakukan vasektomi plus gaji terjamin, atau menolak dan kehilangan kerja.
Polisi mengumpulkan orang-orang miskin di stasiun kereta api dan mengakibatkan kematian 2.000 laki-laki melalui prosedur vasektomi itu.
Sterilisasi paksa itu berakhir ketika Indira Gandhi kalah pemilu. Meski brutal, namun kampanye itu kurang menyeluruh dan gagal mengurangi jumlah kelahiran di India. Memang, ada penurunan fertilitas di India, namun tak secepat Cina.
Dengan median usia pekerja di India saat ini adalah 28 tahun dan semakin bertambahnya populasi usia pekerja, maka India sekarang punya kesempatan untuk mengambil keuntungan untuk melewati Cina.
Ekonomi India baru saja melewati United Kingdom sebagai lima besar di dunia. India akan menduduki peringkat ke-3 pada 2029, demikian menurut prediksi dari State Bank of India.
Selain itu, kemakmuran India juga bergantung pada produktivitas penduduk usia muda, yang tidak sebanyak Cina.
Kurang dari setengah orang dewasa India memiliki kerja, bandingkan dengan dua pertiga di Cina. Orang Cina berusia 25 dan lebih rata-rata memiliki 1,5 tahun masa sekolah lebih lama dibanding orang India berusia sama.
Meski demikian, itu tidak bisa menghindarkan Cina dari penurunan jumlah penduduk yang mereka rancang.
Pemerintah Cina menghentikan kebijakan satu anak pada 2016 dan melepas semua pembatasan jumlah anak pada 2021. Namun, angka kelahiran terus menurun. Kebijakan zero-covid juga membuat orang Cina semakin enggan memiliki anak.
Usia pensiun di Cina adalah 54 tahun dan pemerintah berusaha untuk menaikkan batas itu, namun selalu mendapat pertentangan. Pensiun usia 54 tahun itu adalah yang terendah di dunia. Sebagian besar dana pensiun akan habis pada 2035.
Tapi, tidak ada yang lebih menyebalkan untuk Cina dibanding menyaksikan India bangkit melebihi mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H