Namun, pada sebuah penelitian terbaru menemukan bukti bahwa meningkatnya screen time juga menjadi kontributor yang signifikan.Â
Untuk membuktikannya, pada ahli endokrin di Universitas Gazi dan Universitas Ankara City di Turki melakukan penelitian terhadap 18 ekor tikus betina yang belum dewasa. Mereka disinari dengan blue light dan sinar alami (putih).
Blue light berasal dari layar LED dari telepon genggam, tablet, dan komputer. Efek dari blue light itu diperiksa tiap enam dan 12 jam.
Tikus yang disinari blue light menunjukkan tanda-tanda pubertas lebih awal dibanding yang disinari sinar biasa. Semakin lama durasi penyinaran, semakin cepat pubertas terjadi.
Tikus dengan blue light memiliki level melatonin yang rendah. Melatonin adalah hormon penting untuk mengatur tidur. Tikus-tikus itu juga mengalami perubahan pada indung telur.
Dari penelitian itu ditemukan bahwa blue light bisa mengubah level melatonin, juga bisa mengubah level hormon reproduksi dan menyebabkan pubertas lebih awal.
Sebagai tambahan, blue light menghambat produksi melatonin, sehingga kita menjadi sulit tidur setelah berjam-jam bekerja di depan monitor komputer atau layar hape.
Meski masih harus dilakukan peneltian lanjutan, para ahli tersebut menyarankan agar penggunaan gawai-gawai yang mengeluarkan blue light sebaiknya dikurangi pada anak-anak yang belum mengalami pubertas, terutama pada sore hari, saat efek paparan paling banyak mengubah level hormon.
Sekarang, pandemi hampir berlalu. Sekolah-sekolah telah menerima kembali murid-muridnya. Sekolah dan belajar melalui komputer mulai jarang dilakukan, atau kembali ke frekuensi sebelum pandemi.Â
Semoga saja jumlah anak perempuan yang mengalami pubertas lebih awal juga akan berkurang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H