Pubertas merupakan periode paling hiruk-pikuk pada hidup seseorang, masa mereka menjadi dewasa secara seksual dilihat dari sudut pandang fisik.Â
Secara normal, pubertas pada anak perempuan terjadi pada usia 10 hingga 14 tahun dan 12 hingga 16 tahun pada anak laki-laki.
Selama proses itu, anak perempuan dan laki-laki mengalami perubahan pada badan mereka, yang pengaruhnya berbeda pada tiap orang. Anak laki-laki akan mengalami pembesaran alat vital, sementara anak perempuan akan mulai tumbuh buah dada dan mulai mengalami menstruasi.
Pubertas yang terjadi pada usia normal saja sudah membuat si anak stres, apalagi ketika terjadi pada usia yang jauh lebih muda.
Pubertas terhitung dini jika terjadi pada anak perempuan berusia 8 tahun ke bawah dan pada anak laki-laki pada usia 9 tahun ke bawah.Â
Pubertas dini bisa terjadi karena berbagai faktor, termasuk sindrom yang berkaitan dengan genetika, masalah di syaraf pusat, atau bahkan karena tumor di indung telur, kelenjar adrenalin, atau otak.
Pubertas dini terjadi pada 1 dari 5.000 dan 1 dari 10.000 anak-anak, dengan anak perempuan mengalami lebih banyak dibanding anak laki-laki dengan rasio 10 berbanding satu.
Selama pandemi, para peneliti melaporkan peningkatan pubertas dini di berbagai negara, termasuk AS, India, Italia, dan Turki.Â
Sebagai contoh, lima klinik endokrinologi anak-anak di Italia melaporkan adanya 300 anak perempuan dengan pubertas dini antara Maret dan September 2020. Pada periode yang sama pada 2019, kasusnya hanya 140.
Lain lagi di Turki. Sebuah klinik endokrinologi anak-anak melaporkan 58 kasus hanya pada 2020, itu jauh lebih banyak dibandingkan 66 kasus yang terjadi selama 2017 hingga 2019.
Banyak ahli endokrinologi (ilmu yang berkaitan dengan hormon) berpikir bahwa stres yang disebabkan karena lockdown menjadi penyebab pubertas dini pada anak-anak perempuan selama pandemi.