Mohon tunggu...
Dian S. Hendroyono
Dian S. Hendroyono Mohon Tunggu... Freelancer - Life is a turning wheel

Freelance Editor dan Penerjemah Kepustakaan Populer Gramedia | Eks Redaktur Tabloid BOLA | Eks Redaktur Pelaksana Tabloid Gaya Hidup Sehat | Eks Redaktur Pelaksana Majalah BOLAVAGANZA | Bekerja di Tabloid BOLA Juli 1995 hingga Tabloid BOLA berhenti terbit November 2018

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Ekspedisi Berawak ke Mars Tidak Semudah di Film "The Martian"

22 September 2022   07:31 Diperbarui: 22 September 2022   07:49 1271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambaran artis tentang habitat di Mars. (NASA via Science Alert)

Masih ingat film “The Martian”? Film arahan Ridley Scott dengan Matt Damon sebagai pemeran utama, mengisahkan tentang seorang astronaut yang ditinggalkan oleh rekan-rekannya. Mereka semua menganggap karakter yang diperankan Damon, Mark Watney, sudah mati akibat badai besar yang melanda markas mereka di Mars.

Menyadari teman-temannya sudah meninggalkan dirinya, maka Watney hanya berharap pada pesawat luar angkasa berikut yang akan datang ke Planet Mars empat tahun mendatang. Pikiran pertama Watney adalah bagaimana dirinya mendapatkan makanan dan minum.

Kebetulan, salah satu pasokan makanan yang mereka bawa adalah kentang. Sebagai ahli botani, Watney lantas berpikir bagaimana caranya memanfaatkan kentang mentah itu agar bisa awet selama empat tahun. Satu-satunya jalan adalah menanamnya.

Merupakan pengetahuan umum bahwa Mars tidak punya lahan yang subur untuk menanam. Karena itu, untuk menyuburkan tanah kering Mars, Watney mengolah limbah manusia sebagai pupuk. Untuk air, ia mendapatkannya dari bahan bakar roket.

Kalau dipikir-pikir, film yang didasarkan dari novel berjudul sama karya novelis Andy Weir itu rada-rada tidak masuk akal, meski menarik. Sebab, tidaklah semudah itu mengirim sebuah tim astronaut ke Planet Mars, meski planet itu adalah tetangga dekat Bumi.

NASA berencana mengirim pesawat luar angkasa berawak ke Red Planet itu, tepatnya pada 2033. Demikian pula dengan Cina. Tentu saja untuk pertama kalinya dalam sejarah, jika kejadian. Selama ini, sudah banyak negara yang mengirim wahan tanpa awak demi mempelajari Mars, yang jarak terdekat dari Bumi adalah lebih dari 62 juta kilometer, menurut NASA.

Rencana mengirim pesawat berawak menimbulkan banyak tantangan, mulai dari masalah logistik hingga masalah berbau teknis. Semuanya untuk memastikan bahwa para astronaut bisa mengurus sampah dan memiliki cukup makanan dan air selama berbulan-bulan perjalanan ke dan dari Mars.

Masih ada hal lain lagi yang tak kalah penting, yaitu kesehatan dan keamanan. Karena selama berbulan-bulan perjalanan menuju Mars, para astronaut akan terpapar radiasi kosmik dan kondisi tanpa bobot akibat microgravitygravitasi yang sangat kecil, meski tak sampai nol.

Malah ada yang lebih mengkhawatirkan. Setelah berbulan-bulan selalu melayang di dalam pesawat luar angkasa akibat microgravity, astronaut bakal kesulitan beradaptasi dengan gravitasi Mars.

Untuk memastikan bahwa semua kekhawatiran itu memang pantas muncul, sebuah tim berisi ahli medis luar angkasa dari Australian National University (ANU) mengembangkan sebuah model matematika untuk memprediksi apakah astronaut bisa dengan aman pergi ke Mars dan melakukan tugas mereka sesampainya di sana.

Menurut artikel di Science Alert, model itu juga akan sangat penting sebagai pendamping semua persiapan yang dilakukan sebelum astronaut mendarat di Mars.

Makalah yang menggambarkan model matematika dan kesimpulannya sudah dimuat di npj Microgravity, sebuah jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Nature.

Tim peneliti dipimpin oleh Dr. Lex van Loon, dari ANU College of Health and Medicine (CHM). Tim itu memberi catatan pada satu hal, potensi bahasa misi ke Mars memang banyak, namun ancaman terbesar adalah lamanya astronaut akan menghabiskan waktu di lingkungan microgravity.

Ditambah dengan bahaya radiasi dari Matahari dan kosmik, perjalanan itu bisa menyebabkan perubahan mendasar pada tubuh para astronaut itu.

Didasarkan pada penelitian yang dilakukan di International Space Station (ISS), microgravity dapat menyebabkan hilangnya kepadatan otot dan tulang dan memengaruhi fungsi organ, penglihatan, dan sistem cardiopulmonary – jantung dan kemampuannya untuk memompa darah ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah arteri dan vena.

“Perjalanan ke Mars akan membutuhkan waktu enam hingga tujuh hulan dan itu bisa menyebabkan perubahan struktur pembuluh darah atau kekuatan jantung berkat adanya kondisi tanpa bobot sebagai hasil dari microgravity,” kata Dr Van Loon.

Van Loon juga menyoroti tentang penerbangan ke luar angkasa yang bersifat komersial, seperti yang dipromosikan oleh perusahaan Space X dan Blue Origin. Agen-agen luar angkasa komersial itu akan mengirim orang-orang kaya yang bisa membayar biaya tak murah untuk bisa jalan-jalan ke luar angkasa. Akan tetapi, orang-otang itu belum tentu memiliki tubuh yang fit untuk bisa terbang ke Mars.

Bisa Dehidrasi Parah

Semua itu masih berhubungan dengan kondisi microgravity. Di jurnal itu juga disebutkan bahwa ketika berada di Bumi, gravitasi menarik cairan ke bagian badan sebelah bawah. Itu menyebabkan banyak orang yang mengalami kaki bengkak saat hari makin malam.

Namun, ketika berada di luar angkasa, tarikan gravitasi itu hilang. Artinya, cairan tubuh berada di bagian atas tubuh dan itu memicu respons yang mengelabui tubuh untuk berpikir ada terlalu banyak cairan di tubuh.

Sebagai hasilnya, astronaut akan semakin sering buang air kecil, membuang cairan ekstra, juga tak merasa haus, dan akibatnya tidak cukup minum. Pada akhirnya, akan mengalami dehidrasi ketika berada di luar angkasa.

Semua proses itu menyebabkan banyak astronaut yang pingsan ketika kembali menginjakkan di Bumi atau harus dibantu dengan kursi roda.

Semakin lama berada di luar angkasa, semakin besar mereka akan kolaps ketika kembali ke Bumi, dan semakin sulit proses yang dijalani untuk beradaptasi kembali dengan gravitasi Bumi.

Dalam hal misi ke Mars, masih ada tambahan komplikasi, yaitu adanya delay pada komunikasi antara Bumi dan Mars. Tergantung dari posisi Matahari, Bumi, dan Mars. Delay itu bisa berlangsung selama 20 menit.

Dengan adanya delay komunikasi itu, artinya astronaut harus bisa melakukan sendiri tugasnya tanpa bantuan segera dari pengendali misi di Bumi atau kru pendukung di Bumi, termasuk bantuan medis dan kondisi darurat.

Dr Van Loon menambahkan jika seorang astronaut pingsan saat keluar pertama kali dari pesawat di Mars, maka tidak ada bantuan  untuk membantu mereka. Tidak ada jaminan juga bahwa astronaut yang lain masih sehat walafiat ketika tiba di Mars.

Karena itu, harus dipastikan bahwa mereka yang dikirim ke Mars harus dalam kondisi benar-benar sehat dan bisa beradaptasi dengan medan gravitasi Mars. Mereka harus bisa melakukan tugas dengan efektif dan efisien dengan dukungan minim dalam beberapa menit pertama yang krusial.

Model yang dibuat oleh tim itu bergantung pada sebuah mesin berbasis algoritma yang memakai semua data dari astronaut yang bertugas di ekspedisi-ekspedisi di ISS dan juga misi Apollo. Sebuah simulasi dibuat untuk menghitung risiko yang berkenaan dengan ekspedisi ke Mars.

Hasil uji menunjukkan mesin itu bisa mensimulasikan perubahan penting pada hemodinamika kardiovaskular setelah perjalanan panjang di dalam pesawat luar angkasa, juga pada berbagai gravitasi yang berbeda dan berbagai kondisi fluid loading ke dalam tubuh. 

Hasilnya sangat membesarkan hati, model itu mengindikasikan bahwa para astronaut bisa bekerja setelah berbulan-bulan berada di kondisi microgravity.

Untuk jangka panjang, mereka punya rencana untuk membuat model untuk mensimulasikan pengaruh pada perjalanan panjang di luar angkasa untuk orang-orang yang tak sehat, mereka yang memiliki penyakit jantung (dengan kata lain, orang-orang sipil yang tak pernah dilatih sebagai astronaut).

Mereka berharap model tersebut bisa menggambarkan secara gamblang apa yang akan terjadi pada “orang biasa” saat dikirim ke luar angkasa. Selanjutnya, usia juga akan dimasukkan dalam perhitungan. Sebab, sejauh ini banyak orang yang tergolong lansia yang sudah dikirim ke luar angkasa, seperti aktor William Shatner, pemeran James Kirk di serial Star Trek, atau Richard Branson, orang kaya Inggris pemilik Virgin.

Tapi, ya mungkin prosesnya masih lama dalam hal membuat perhitungan untuk orang-orang sipil. Mungkin harus diperhitungkan juga kemungkinan untuk menanam kentang atau tanaman lain di Mars.

Gambaran artis tentang habitat di Mars. (NASA via Science Alert)
Gambaran artis tentang habitat di Mars. (NASA via Science Alert)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun