Urip Sumoharjo adalah Kepala Staf pertama untuk Tentara Keamanan Rakyat, kemudian hari menjadi Tentara Nasional Indonesia, yang didirikan pada 5 Oktober 1945, dengan Jenderal Sudirman terpilih sebagai Panglima Angkatan Perang pada November 1945.
Oh ya, Urip juga mendirikan Akademi Militer di Yogyakarta.
Dari yang saya baca, Jenderal Urip adalah sosok yang keras kepala. Ia menentang pemerintah Indonesia ketika itu yang menempuh jalan diplomasi ketimbang angkat senjata. Urip Sumoharjo bukan orang yang gemar berdiskusi, ia lebih suka perang melawan Belanda.
Perjanjian Renville, yang disahkan pada 17 Januari 1948, adalah puncak kekecewaaan Urip. Perjanjian itu hanya dianggapnya sebagai cara Belanda untuk mengulur-ulur waktu sembari menyusun pasukan. Sementara, Urip lebih suka serang saja ketika Belanda sedang menyusun pasukan.
Urip menganggap pemerintah Indonesia ketika itu tidak percaya pada kekuatan tentara Indonesia. Untuk itu, Urip mengajukan pengunduran diri sebagai tentara.
Pada 17 November 1948, di Yogyakarta, Urip mengalami serangan jantung dan wafat dan dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Semaki di Yogyakarta dan pangkatnya dijadikan jenderal penuh secara anumerta.
Sungguh, semua yang saya tulis di atas adalah hasil membaca saja. Saya jelas tak pernah bertemu dengan beliau. Bahkan saat Eyang Pakde Urip wafat pada 1948, bapak saya belum berusia 10 tahun. Baru 20 tahun kemudian, dari 1948, bapak menikahi mama saya.
Oh, saya pernah berkunjung ke Monumen Urip Sumoharjo di Purworejo sana, berbelas tahun lalu.
Di depan gedung monumen ada patung dengan pose khas Jenderal Urip menunggang kuda. Saya pernah diberi tahu bahwa kuda yang dipakai sebagai model patung itu langsung mati setelah patungnya jadi. Creepy!Â
Sayangnya, Jenderal Urip dan istrinya, Rohmah, tidak memiliki keturunan. Andai saja kebalikannya, maka undangan temu kangen tadi akan diberikan kepada keturunan Urip Sumoharjo, asalkan mereka tinggal di Jakarta.Â