Mohon tunggu...
Dian S. Hendroyono
Dian S. Hendroyono Mohon Tunggu... Freelancer - Life is a turning wheel

Freelance Editor dan Penerjemah Kepustakaan Populer Gramedia | Eks Redaktur Tabloid BOLA | Eks Redaktur Pelaksana Tabloid Gaya Hidup Sehat | Eks Redaktur Pelaksana Majalah BOLAVAGANZA | Bekerja di Tabloid BOLA Juli 1995 hingga Tabloid BOLA berhenti terbit November 2018

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Undangan dari Gubernur DKI Jakarta sebagai Keluarga Pahlawan

18 Agustus 2022   11:13 Diperbarui: 24 Agustus 2022   16:23 1737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pimpinan TNI, Juni 1947. Barisan depan dari kiri ke kanan: Letjen Oerip Soemohardjo, Jenderal Soedirman, Laksamana Muda Nazir, dan Jenderal Mayor Djoko Eujono. Barisan belakang dari kiri ke kanan: Komodor Suryadharma, Jenderal Mayor Sutomo, dan Jenderal Mayor Ir. Sakirman. (Ipphos via KOMPAS.com)

Bukan Anies Baswedan yang saya maksud dengan Gubernur DKI Jakarta di sini, melainkan pendahulunya, Sutiyoso.

Menjadi gubernur dalam 2 periode, 1997-2002 dan 2002-2007, Gubernur Sutiyoso mengundang para veteran Indonesia dan keluarga pahlawan, yang berdomisili di DKI Jakarta, untuk sebuah acara temu kangen, kalau saya tak salah ingat namanya. Acara itu digelar setiap Agustus, jelang atau setelah 17 Agustus.

Pertama kali mendapat undangan itu, pada awal 2000-an, kami terheran-heran.

Suatu hari datang seorang laki-laki datang membawa amplop bujur sangkar berwarna off-white dan sedikit bingkisan. Kami diundang sebagai kerabat dari Jenderal Urip Sumoharjo.

Yang jadi pertanyaan, mereka tahu dari mana, ya?

Terus terang, kami tak pernah gembar-gembor soal fakta itu. Apalagi sampai menginformasikannya secara formal.

Bukan apa-apa, soalnya keluarga kami, terutama almarhum bapak saya, bukan keturunan langsung dari Jenderal Urip.

Bapak saya adalah keponakan Jenderal Urip, dari pihak ibu, atau eyang mami saya. Jadi, ibunda bapak adalah adik dari Jenderal Urip.

Bapak adalah anak terkecil dari lima bersaudara. Padahal, ada juga sepupu saya yang tinggal di Jakarta, putra kakak bapak saya.

Ya sudah, rezeki tak boleh ditolak, kan ya? Jadilah saya mengantar almarhum bapak dan mama ke gedung tempat pertemuan.

Gedung yang dipakai selalu berbeda selama kami mendapat undangan. Oh iya, saya juga izin ke bos di kantor untuk datang lebih siang dibanding biasanya.

Di acara itu, telah hadir puluhan anggota veteran Indonesia. Sudah sepuh-sepuh. Tiap tahun, mereka selalu datang dengan penuh semangat. Senang sekali melihat mereka bisa saling bertemu.

Dan, tentu saja, kami juga bertemu banyak keluarga pahlawan yang lain. Pernah kami bertemu putri Ahmad Yani, Amelia. Tidak usah saya jelaskan ya siapa Ahmad Yani itu. Saya yakin, orang Indonesia akan tahu siapa beliau.

Terakhir kali saya mengantar bapak dan mama ke acara itu pada Agustus 2004. Pada Oktober 2004, bapak saya wafat. Jadi, 2004 adalah terakhir kali bapak hadir pada acara itu.

Pada tahun berikutnya, adik saya yang mengantar mama. Dan, seingat saya itulah terakhir kali keluarga kami mendapat undangan itu.

Bukan salah Gubernur DKI, melainkan itu adalah keputusan saya untuk memberikan undangan kepada sepupu saya. Giliran keluarga mereka untuk dikenal juga sebagai keluarga pahlawan.

Saya tidak tahu apakah undangan seperti masih ada hingga saat ini. Semoga saja masih. Acara itu sangat bagus, bisa mendengar kiprah para veteran di perang yang sesungguhnya.

Sekarang, apa yang saya tahu tentang Jenderal Urip Sumoharjo?

Profil wajah Urip Sumoharjo. (Sumber: Biografiku Online)
Profil wajah Urip Sumoharjo. (Sumber: Biografiku Online)

Terus terang, saya hanya tahu sedikit, kebanyakan dari bacaan, lalu ada juga dari almarhum bapak. Eyang Urip itu begini, Eyang Urip itu begitu, demikian almarhum bapak ketika menceritakan soal pamannya itu.

Urip Sumoharjo lahir di Sindurjan, Purworejo, pada 22 Februari 1893. Artinya, ia lebih tua ketimbang Manchester United yang berdiri pada 1902, jauh lebih muda tentunya dibanding Newton Heath, cikal bakal Manchester United, yang lahir pada 1878. Lalu, Urip juga lebih tua dibanding Barcelona, yang lahir pada 1899.

Urip Sumoharjo adalah Kepala Staf pertama untuk Tentara Keamanan Rakyat, kemudian hari menjadi Tentara Nasional Indonesia, yang didirikan pada 5 Oktober 1945, dengan Jenderal Sudirman terpilih sebagai Panglima Angkatan Perang pada November 1945.

Oh ya, Urip juga mendirikan Akademi Militer di Yogyakarta.

Dari yang saya baca, Jenderal Urip adalah sosok yang keras kepala. Ia menentang pemerintah Indonesia ketika itu yang menempuh jalan diplomasi ketimbang angkat senjata. Urip Sumoharjo bukan orang yang gemar berdiskusi, ia lebih suka perang melawan Belanda.

Perjanjian Renville, yang disahkan pada 17 Januari 1948, adalah puncak kekecewaaan Urip. Perjanjian itu hanya dianggapnya sebagai cara Belanda untuk mengulur-ulur waktu sembari menyusun pasukan. Sementara, Urip lebih suka serang saja ketika Belanda sedang menyusun pasukan.

Urip menganggap pemerintah Indonesia ketika itu tidak percaya pada kekuatan tentara Indonesia. Untuk itu, Urip mengajukan pengunduran diri sebagai tentara.

Pada 17 November 1948, di Yogyakarta, Urip mengalami serangan jantung dan wafat dan dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Semaki di Yogyakarta dan pangkatnya dijadikan jenderal penuh secara anumerta.

Sungguh, semua yang saya tulis di atas adalah hasil membaca saja. Saya jelas tak pernah bertemu dengan beliau. Bahkan saat Eyang Pakde Urip wafat pada 1948, bapak saya belum berusia 10 tahun. Baru 20 tahun kemudian, dari 1948, bapak menikahi mama saya.

Oh, saya pernah berkunjung ke Monumen Urip Sumoharjo di Purworejo sana, berbelas tahun lalu.

Di depan gedung monumen ada patung dengan pose khas Jenderal Urip menunggang kuda. Saya pernah diberi tahu bahwa kuda yang dipakai sebagai model patung itu langsung mati setelah patungnya jadi. Creepy! 

Patung Urip dengan kudanya di depan monumen di Purworejo. (Berbagifun Blogspot)
Patung Urip dengan kudanya di depan monumen di Purworejo. (Berbagifun Blogspot)

Sayangnya, Jenderal Urip dan istrinya, Rohmah, tidak memiliki keturunan. Andai saja kebalikannya, maka undangan temu kangen tadi akan diberikan kepada keturunan Urip Sumoharjo, asalkan mereka tinggal di Jakarta. 

Satu lagi. Ketika membuat akun di Kompasiana, saya nyaris saja memakai nama Sumoharjo. Bagaimanapun, Jenderal Urip adalah keluarga.

Namun, saya pikir nama Sumoharjo tak perlu dibekenkan lagi, Beliau sudah beken, kok.

Jadi, saya memakai nama almarhum bapak, Hendroyono, yang sayangnya tak tercantum sebagai nama belakang saya. Biarlah di Kompasiana saja saya memakai nama bapak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun