Pada 21 April 2022, pelatih klub Ajax Amsterdam, Erik ten Hag, resmi ditunjuk menjadi manajer Manchester United. Lalu, seperti apa karakter Ten Hag? Apakah memang dia yang dicari oleh United untuk meneruskan kerja Ole Gunnar Solskjaer dan Ralf Rangnick?
Cocokkah Ten Hag dengan karakter klub seperti Manchester United, yang seperti dikatakan oleh The Guardian, adalah klub yang sangat menjaga image sebagai klub besar, yang belakangan mulai luntur.
Tidak semua orang setuju dengan ide Ten Hag menjadi manajer United. Yang pertama adalah Louis van Gaal, manajer pertama United yang berasal dari Belanda. Lucu juga kalau Van Gaal malah melarang Ten Hag untuk bekerja di United.
Menurut Van Gaal, United saat ini adalah jenis klub yang jarang melakukan "refresh". Pemain-pemainnya itu-itu saja, dengan banyak pemain tak berguna yang menetap. Bakal sulit buat Ten Hag untuk membongkar paksa United saat kedatangannya nanti. Bakal butuh waktu lama untuk mendapatkan wajah-wajah baru di tim.
Selain itu, Van Gaal juga menegaskan bahwa Manchester United bukanlah sebuah klub, melainkan sebuah perusahaan.
Sosok kedua yang tidak setuju dengan direkrutnya Ten Hag ke United adalah Marco van Basten. Legenda sepak bola Belanda yang juga pernah melatih tim nasional Belanda itu mengatakan Belanda saat ini sedang kehabisan stok pelatih.Â
Sekarang, sosok pelatih terbaik pada diri Ten Hag akan diimpor pula. Sepak bola Belanda makin lama makin kecil, kehabisan sosok-sosok terbaiknya, demikian kata Van Basten, seperti dikutip dari Manchester Evening News.
Erik ten Hag lahir di Haaksbergen, sebuah kota di Twente, pada 2 Februari 1970. Berarti saat ini usianya 52 tahun. Ia menangani Ajax sejak Desember 2017, menggantikan Marcel Keizer yang dipecat.
Sebelum ke Ajax, Ten Hag melatih di Go Ahead Eagles, Tim Cadangan Bayern Muenchen, dan Utrecht.
Sejak terpilih sebagai pelatih, Ten Hag membawa Ajax menjadi juara Liga Belanda 2018-19 dan 2020-21. Pada musim-musim itu, Ajax juga menjadi juara Piala Belanda. Pada musim 2021-22, Ajax kembali menjadi juara Liga Belanda.
Saat paling mengesankan adalah ketika Ten Hag membawa Ajax hingga semifinal Liga Champion 2018-19. Ajax tampil di semifinal ajang antarklub level tertinggi di Eropa itu untuk pertama kalinya sejak 1997.
Pada Liga Champion musim itu, Ajax menyingkirkan Real Madrid di babak 16 Besar dan Juventus di perempat final. Sayangnya, Ajax kalah dari Tottenham Hotspur di semifinal, sehingga gagal melaju ke final.
Sebagai pemain, Ten Hag berposisi sebagai bek tengah. Karier profesionalnya dimulai pada 1989 bersama Twente dan berakhir pada 2002, juga bersama Twente.
Klub-klub yang pernah menjadi tempatnya bermain adalah De Graafschap, RKC Waalwijk, dan Utrecht.
Itu sekilas karier Ten Hag. Sekarang, kita kulik karakternya.
Menurut The Guardian, Erik ten Hag punya reputasi sebagai seorang control freak sejati. Misalnya, sebelum setiap laga, ia akan menganalisis tim lawan dari setiap sisi, dari ujung kepala hingga ujung kaki, meski tim lawan itu sudah pernah ditemuinya musim itu.
Lalu, ia akan mengirim para pemainnya video yang berisi analisis tim lawan, lengkap dengan berbagai petunjuk untuk menghadapi mereka.
Ten Hag selalu berkomunikasi dengan para pemainnya. Kapan saja. Bahkan, ia juga memberi saran koran mana yang seharusnya dibaca para pemainnya atau kapan mereka sebaiknya mulai tidur pada malam hari.
Ten Hag memiliki aturan yang ketat. Ketika ia mulai melatih tim junior pada awal kariernya sebagai pelatih, yang pertama dilakukan adalah mengurangi hari liburan. Siapa saja yang telat datang ke tempat latihan gara-gara berlibur siap-siap untuk menghadapi masalah.
Meski punya aturan yang ketat dan seorang control freak, Ten Hag sangat dekat dengan pemain. Ia bisa menaklukkan pemain-pemain yang masuk kategori sulit, seperti Hakim Ziyech yang kini main di Chelsea. Saluran komunikasi selalu terbuka, bahkan ketika para pemainnya sudah berada di klub lain.
Untuk menaklukkan pemain yang berkarakter sulit, biasanya Ten Hag akan mempelajari kultur si pemain, mendalaminya. Ten Hag juga tak keberatan untuk selalu mengirim pesan-pesan yang menaikkan semangat, meski sudah tak lagi berada di klub yang sama.
Meski di luar lapangan Ten Hag memiliki segepok aturan, di dalam lapangan justru berbeda. Ia punya banyak kreativitas untuk itu. Beknya bisa saja tiba-tiba bermain sebagai striker. Atau pemain sayap bisa dijadikan gelandang murni.
Namun, jangan tanya ketika Ajax kehilangan bola. Pada saat itu, jarak antar pemain harus sangat dekat. Para bek dan gelandang harus saling berdekatan, bahkan kalau perlu sampai bisa "mencium bau satu sama lain" untuk membuat pertahanan yang super rapat. Setelah itu, striker akan bertugas untuk merebut bola kembali dari lawan.
Yang jadi pertanyaan sekarang, apakah para pemain Manchester United mau dan rela dilatih oleh pelatih seperti Erik ten Hag, sosok yang keras, penuh aturan, namun sangat dekat dengan pemain.
Lucu juga membayangkan pemain seperti Cristiano Ronaldo, andai ia menetap di United, diberi tahu bahwa ia harus tidur pukul 9 malam. Atau pemain macam Harry Maguire. Tapi, bisa saja Ten Hag punya trik khusus cara menghadapi setiap pemain di United.
Barangkali juga, United memang membutuhkan orang seperti Ten Hag untuk bisa kembali berjaya seperti ketika ditangani oleh Sir Alex Ferguson.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI