Siapa nyana, saya harus membaca Ayat Kursi di sebuah hotel di Leipzig, di Jerman, sebuah negara modern ampun-ampunan. Kalau hotel di Indonesia, itu bukan hal yang aneh.
Saya baca beberapa kali surat itu. Saya melafalkannya dengan perlahan, siapa tahu si 'penunggu' tidak paham bahasa Arab. Eh, siapa tahu. Dia 'kan di Jerman.
Perlahan-lahan, rasa dingin pun menghilang. Setelah membaca tiga kali surat itu, saya merasa hangat lagi. Badan saya lemas. Beberapa saat, saya hanya bisa berbaring, belum keluar dari gundukan selimut.
Masya Allah. Ada-ada saja.
Setelah lumayan kuat, saya keluar, berdiri, melirik jam di ponsel. Saya sempat melihat jam ponsel ketika masuk ke kamar tadi. Dan, ternyata kejadian kedinginan tadi tidak lebih dari 5 menit. Rasanya seperti berjam-jam.
Saya memutuskan untuk makan malam terlebih dulu, sebelum mandi. Kelar mandi, saya salat. Setiap kali dinas keluar negeri, saya akan membawa kompas khusus untuk mencari arah Kiblat. Sebab, saya yakin hotel di Eropa tidak punya gambar panah penunjuk arah Kiblat di langit-langit kamar.
Ketika mengecek kompas itu, saya tidak akan heran jika jarum kompas berputar tak tentu arah, seperti kompas milik Kapten Jack Sparrow di film "Pirates of the Caribbean". Tapi, ternyata jarum kompas bekerja dengan normal.
Setelah salat, saya mulai menulis artikel untuk dikirim ke Jakarta. Tentu saja, saya tidak menceritakan bagaimana saya 'berkenalan' dengan si penunggu hotel.
Setelah kejadian itu, saya selalu mengucapkan salam setiap kali keluar dan kembali ke kamar. Saya tidak yakin penunggu macam apa yang ada di kamar saya, jadi saya ucapkan saja salam dalam bahasa Jerman dicampur dengan bahasa Indonesia.
Ketika keluar kamar, saya akan mengucapkan: "Saya keluar dulu, ya. Baik-baik. Guten Tag!"
Lalu, ketika saya kembali ke kamar, saya akan berkata: "Gute Nacht! Saya kembali.".